Jakarta (ANTARA) - Oleksandr Volodymyrovych Zinchenko dan Philip Walter Foden adalah dua bintang yang berpotensi kian mengkilap pada Piala Eropa 2020 yang segera dimulai 11 Juni pukul 20.00 waktu setempat atau pukul 02.00 tanggal 12 Juni di Indonesia.

Zinchenko dan Foden sama-sama berasal dari Manchester City. Keduanya masih muda. Foden berusia 21 tahun, Zinchenko 24 tahun.

Tapi kemudaan bukan penghalang dalam menunjukkan keterampilan dan mentalitas besar saat bertanding dalam kompetisi level tinggi. Sebaliknya, mereka kini menjadi asset penting, tidak hanya untuk Manchester City, tetapi juga tim nasional mereka.

Foden baru saja mendapatkan penghargaan Pemain Muda Terbaik Liga Inggris 2021, sedangkan Zinchenko telah mendapatkan anugerah sekelas itu pada 2019 sebagai pesepakbola terbaik Ukraina. Jika beruntung, mereka bisa saling berhadapan pada Euro 2020.

Selanjutnya: Pemain spesial
Dua kali dinobatkan pemain muda Liga Inggris terbaik musim 2020-2021 pilihan Premier League dan asosiasi pesepakbola profesional Inggris atau PFA, bintang Foden kian terang saja.

Foden yang ditempatkan CIES Football Observatory pada puncak daftar pemain paling berharga dari lima liga top Eropa, mengawali debut timnas saat Inggris menang 1-0 atas Islandia dalam UEFA Nations League pada 5 September atau 10 hari setelah pelatih Gareth Southgate untuk pertama kali memasukkan dia dalam skuad Inggris.

Dia mencetak gol pertama dan keduanya saat Inggris menghadapi Islandia pada 18 November 2020 di Stadion Wembley, dalam Nations League. Tetapi membela timnas sudah dia lakukan sejak tingkat junior sampai menciptakan 19 gol dari 51 pertandingan.

Pemuda kelahiran Manchester 28 Mei 2000 ini sejak kecil menggemari Manchester City. Dan hidupnya kemudian tak lepas dari klub ini. Dididik akademi muda klub ini, Foden sampai detik ini setia bersama City yang tim seniornya sudah dia bela 100 kali sejak 2017.

Bersama City dia menggondol enam penghargaan, termasuk menjadi pemain termuda Liga Premier yang dikalungi medali juara liga.

Pada 2019 dia mendapatkan trofi juara liga keduanya dan menjadi pencetak gol termuda dalam sejarah Liga Champions serta pemain Inggris termuda yang bertanding dalam babak knockout Liga Champions.

Pelatihnya di Manchester City, Pep Guardiola, menyebut dia "pemain spesial". "Memang berbahaya terlalu cepat memuji pemain muda karena mereka masih muda dan masih harus belajar banyak hal. Namun kami percaya sekali membantu dia karena kami yakin dia pemain yang punya potensi," kata Guardiola.

Foden bermain dengan kaki kiri sehingga ideal mengisi posisi bek sayap atau sayap kanan, tapi Guardiola kerap memasangnya sebagai gelandang serang.

Dia memang bukan satu-satunya pemain berbakat dalam skuad Inggris, apalagi dalam posisinya juga ada James Maddison, Jack Grealish, Harvey Barnes, Bukaya Saka dan Marcus Rashford.

Dia bahkan dipercaya tak akan menjadi starter jika Grealish bermain cemerlang, dan faktanya Grealish yang absen lama membela Aston Villa karena cedera memang cemerlang sampai menjadi salah satu pemain paling terkenal dalam skuad Inggris.

Tetap saja itu tak memupus fakta Foden salah satu pesepakbola Inggris paling berbakat.

Tak hanya Guardiola yang sepakat dengan pandangan itu. Southgate juga begitu. “Dia pemain yang bagus sekali, cerdas mengambil posisi, terampil menerima bola di bawah tekanan. Dan yang paling penting memiliki mata yang tajam ke gawang dan lapar mencetak gol,” kata Southgate, Maret silam.

Ekstasi hadirnya Foden dalam skuad Inggris membuat dia disetarakan dengan Paul ‘Gazza’ Gascoigne yang cemerlang dan menjadi bintang pada Euro 1996.

Itu mungkin Piala Eropa yang paling dikenang Inggris karena nyaris memecahkan telor tak pernah menjuarai Euro setelah kalah adu penalti dalam semifinal melawan Jerman. Dan Gazza adalah bintangnya.

Foden sendiri penggemar Gazza sampai-sampai memposting gaya rambut cat pirang persis Gazza yang seketika memicu publik Inggris menyamakan dia dengan Gazza yang menjadi kesayangan Inggris 25 tahun lalu dan mencetak salah satu gol paling terkenal sepanjang masa saat melawan Skotlandia pada fase grup.

Foden berharap bisa mengulangi kecemerlangan Gazza, bahkan mengantarkan Inggris lebih jauh ketimbang yang dilakukan Gazza. Inggris sendiri tak pernah menjuarai Piala Eropa sejak turnamen ini digelar pada 1960, bahkan masuk final pun tidak pernah, padahal memiliki liga yang paling kompetitif di Eropa.

Peluang Inggris kali ini terbilang sangat besar sampai menempati urutan kedua di bawah Prancis dalam pasar taruhan juara Euro 2020. Foden bisa menjadi bagian dari keberhasilan Inggris itu seperti dia menjadi bagian sukses Manchester City.

Selanjutnya: Zinchenko pilih bela Tanah Air
Mengenai Zinchenko, selain mumpuni dalam hal olah bola, dia juga memiliki leadership. Tak heran jika dalam usia semuda dia, bek kiri Manchester City ini sudah dinobatkan sebagai kapten Ukraina.

Namun, tujuh tahun silam, Zinchenko terpaksa terlunta-lunta di Moskow setelah harus mengungsi ke Rusia akibat perang saudara di negaranya.

Tak lama setelah dia dan klubnya Shakhtar Donetsk bertanding melawan Arsenal dalam UEFA Youth League pada Februari 2014, ibunya memutuskan bersuaka ke Rusia guna menghindari konflik militer yang pecah di Donbas, Ukraina.

Kondisi Ini memaksa pemuda 17 tahun itu memutuskan kontrak dengan Donetsk setelah enam tahun dia bela.

Di Rusia, Zincheko bukan siapa-siapa, bahkan sempat bermain tanpa bayaran. Dua raksasa Rusia, Zenit St Petersburg, menolaknya dengan alasan pemuda berbakat seperti dia sudah banyak mereka miliki.

Peruntungan berubah manakala Ufa, salah satu klub liga utama Rusia, menoleh dia.

Di Ufa, Zinchenko tampil mengesankan karena potensi dan caranya mengambil keputusan di lapangan. Rubin Kazan, kata mantan pelatih klub ini, Rinat Bilyaletdinov, sebenarnya ingin sekali mengontrak Zinchenko tetapi terhalang oleh masalah hukum dengan bekas klubnya Shakhtar.

Zinchenko bergabung dengan Ufa awal 2015. Pelatih pertamanya dalam klub ini, Igor Kolyvanov, jarang memainkan dia. Tetapi setelah pelatih berganti dengan Yevgeny Perevertaylo pada Oktober 2015, Zinchenko menjadi starter reguler Ufa.

“Saya tahu dia mesti bermain mengingat kualitas cemerlangnya. Zinchenko itu playmaker tapi kualitas bertahannya juga bagus, dan untuk itu saya kadang memainkan dia sebagai bek kiri manakala kami memerlukan bak sayap berorientasi menyerang,” kata Perevertaylo.

Manakala Zinchenko rutin menjadi starter Ufa, federasi sepak bola Ukraina yang tadinya tak menganggap dia, tiba-tiba takut pemain itu beralih ke Rusia, apalagi mudah sekali bagi warga Ukraina asal Donbas yang kebanyakan etnis Rusia, dalam mendapatkan kewarganegaraan Rusia.

“Kami ingin Zinchenko mendapatkan kewarganegaraan Rusia sehingga dia tak lagi dianggap orang asing di Rusia. Tapi dia bilang tidak,” kata humas Ufa Sergey Tyrtyshnyi kepada BBC Sport.

Ukraina lalu memanggil Zinchenko memperkuat ibu pertiwi melawan Spanyol pada Oktober 2015 dan meski dimainkan hanya tiga menit, prospek dia pindah ke Rusia menjadi mustahil.

“Zinchenko itu anak pintar. Dia tahu alasan mereka (Ukraina) melakukan hal itu. Dia bisa saja menolaknya tetapi bersedia ke sana karena dia ingin membela tanah airnya,” kata Tyrtyshnyi.

Zinchenko memainkan 33 pertandingan untuk Ufa sebelum merapat ke Manchester City pada 2016 dalam kontrak senilai 1,8 juta pound, dalam usia 19 tahun.

Sempat dipinjamkan satu musim kepada PSV Eindhoven, dia kembali membela Man City untuk membangun diri sebagai salah satu pemain penting skuad Guardiola.

Bek kiri yang kerap dimainkan sebagai gelandang itu pun kian bersinar sampai turut mempersembahkan tiga gelar juara liga, satu Piala FA, dan empat Piala Liga kepada Man City. Puncaknya, pada 2019 dia dinobatkan sebagai pemain terbaik Ukraina.

Dia sudah menjadi kebanggaan Ukraina sampai-sampai ban kapten timnas dianugerahkan kepada dia. Dia pun menjadi muka yang paling dikenal dunia dalam skuad Ukraina dan bagian penting di balik sukses Ukraina menapaki putaran final Euro 2020 dengan status juara grup kualifikasi.

Mulai 13 Juni nanti negaranya menunggu aksi cemerlang dia dalam memimpin Ukraina lolos dari fase grup Euro 2020 di mana Belanda, Austria dan Makedonia menjadi lawan-lawan yang harus dilalui dalam fase grup.

Bukan mustahil di bawah kepemimpinan Zinchenko di lapangan, Ukraina menciptakan rekor masuk babak knockut Euro setelah tak berhasil melakukannya pada 2012 dan 2016.
 

Pewarta : Jafar M Sidik
Editor : Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024