Jakarta (ANTARA) - Pengalihan status Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan amanat dari Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 menyebut bahwa Pegawai KPK adalah ASN sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai ASN.

Untuk mengimplementasikan-nya juga diperlukan peraturan teknis, melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN.

Pasal 2 PP tersebut dijelaskan ruang lingkup pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN meliputi pegawai tetap dan tidak tetap.

Kemudian Pasal 3 diatur mengenai pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan dengan syarat berstatus sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap KPK, setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah, memiliki kualifikasi sesuai dengan persyaratan jabatan, memiliki kompetensi sesuai dengan persyaratan jabatan, dan memiliki integritas dan moralitas yang baik.

Selanjutnya, Pasal 6 ayat (1) menjelaskan bahwa tata cara pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN diatur lebih lanjut dengan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (1) PP Nomor 41 Tahun 2020 tersebut, maka diterbitkan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN.

Disebut dalam Pasal 2 peraturan tersebut ruang lingkup pengalihan meliputi pegawai tetap dalam rumpun jabatan struktural, pegawai tetap dalam rumpun jabatan spesialis dan jabatan administrasi, dan pegawai tidak tetap.

Selanjutnya Pasal 5 ayat (1) dijelaskan Pegawai KPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang masih melaksanakan tugas dapat beralih menjadi PNS. Pasal 5 ayat (2), pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan dengan syarat: a. bersedia menjadi PNS, b. setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah, c. tidak terlibat kegiatan organisasi yang dilarang pemerintah dan/atau putusan pengadilan, d. memiliki integritas dan moralitas yang baik, e. memiliki kualifikasi sesuai dengan persyaratan abatan, dan f. memiliki kompetensi sesuai dengan persyaratan jabatan.

Pasal 5 ayat (3), syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d dituangkan dalam surat pernyataan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Komisi ini.

Pasal 5 ayat (4), selain menandatangani surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), untuk memenuhi syarat ayat (2) huruf b dilaksanakan asesmen Tes Wawasan Kebangsaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara.

Pasal 5 ayat (5), pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dan huruf f ditetapkan dengan keputusan Sekretaris Jenderal. Pasal 5 ayat (6), pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang tidak bersedia menjadi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat beralih menjadi PPPK dengan jabatan yang disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

KPK pun bekerja sama dengan BKN telah melakukan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terhadap 1.351 pegawai.

Hasil TWK telah diumumkan pada 5 Mei 2021. Sebanyak 1.274 orang pegawai memenuhi syarat sedangkan tidak memenuhi syarat sebanyak 75 orang pegawai. Terdapat dua pegawai di antaranya tidak hadir pada tahap wawancara.

Pelaksanaan TWK terhadap Pegawai KPK bekerja sama dengan BKN pun telah sesuai dengan Pasal 5 ayat (4) Peraturan KPK tersebut.

Usai pengumuman hasil TWK, Ketua KPK Firli Bahuri pada 7 Mei 2021 menerbitkan Surat Keputusan (SK) Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 tentang Hasil TWK Pegawai yang Tidak Memenuhi Syarat Dalam Rangka Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN. Salah satu poinnya adalah memerintahkan kepada pegawai yang tidak memenuhi syarat dalam TWK agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasannya langsung sambil menunggu keputusan lebih lanjut.

Namun, KPK memastikan pembebastugasan 75 pegawai tersebut tidak mengganggu kinerja dalam pemberantasan korupsi, terlebih penanganan perkara juga dipastikan tidak ada yang berhenti dan terlambat.

"Kerja-kerja di KPK di seluruh kedeputian dilakukan tidak ada yang individual, namun secara tim dalam bentuk satgas yang dipimpin ketua tim atau kasatgas dengan kontrol dari direktur masing-masing direktorat sebagai atasan langsungnya," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri.

Pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat dalam TWK tersebut terdiri dari berbagai jabatan dan lintas unit mulai dari pengamanan, operator gedung, data entry, administrasi, spesialis, kepala bagian, kepala biro, direktur hingga deputi.

Semuanya mempunyai tugas dan fungsinya masing-masing dalam andil pekerjaan-pekerjaan pemberantasan korupsi. Sedangkan para pegawai yang dinyatakan memenuhi syarat TWK tersebut, juga tetap melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing untuk memastikan bahwa pekerjaan-pekerjaan pemberantasan korupsi tidak berhenti.

Tindak lanjut
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah angkat bicara perihal polemik 75 Pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat TWK tersebut.

Presiden menegaskan bahwa hasil TWK terhadap Pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK baik individu-individu maupun institusi KPK dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 Pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes.

Presiden juga menegaskan bahwa KPK harus memiliki SDM-SDM terbaik dan berkomitmen tinggi dalam upaya pemberantasan korupsi.

Presiden memerintahkan agar 75 Pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat dapat mengikuti pendidikan wawasan kebangsaan agar dapat menjadi ASN.

Presiden juga sependapat dengan pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan pengujian UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan kedua UU KPK yang menyatakan bahwa proses pengalihan status Pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak Pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN.

Ketua KPK Firli Bahuri memastikan menindaklanjuti arahan Presiden mengenai 75 Pegawai KPK tersebut. Kendati demikian, Firli mengatakan tindak lanjut tersebut juga harus dikoordinasikan terlebih dahulu dengan kementerian/lembaga lain.

Hasil rakor
Bertempat di Gedung Badan Kepegawaian Negara (BKN), Jakarta, Selasa (25/5), KPK telah melakukan rapat koordinasi (rakor) bersama BKN, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Lembaga Administrasi Negara (LAN). Turut hadir pihak asesor dalam TWK itu.

Hasil rakor diputuskan 24 dari 75 Pegawai KPK masih dimungkinkan untuk dilakukan pembinaan sebelum diangkat menjadi ASN. Sementara untuk 51 pegawai lainnya, tidak memungkinkan untuk dilakukan pembinaan berdasarkan penilaian asesor.

Terhadap 24 pegawai tersebut nantinya akan mengikuti pendidikan dan pelatihan berupa bela negara dan wawasan kebangsaan bersama Kementerian Pertahanan.

Kepala BKN Bima Haria Wibisana usai rakor tersebut mengaku tindak lanjut terhadap 75 Pegawai KPK tersebut sudah sesuai arahan Presiden dan juga sudah sejalan dengan pertimbangan MK.

"Jadi, yang TMS (tidak memenuhi syarat) 51 orang ini itu nanti masih akan menjadi Pegawai KPK sampai 1 November 2021 kemudian ini juga sudah mengikuti arahan Bapak Presiden bahwa ini tidak merugikan ASN dan di dalam keputusan MK tidak merugikan ASN itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," tutur Bima.

Ia mengatakan 51 pegawai tersebut nantinya tetap mendapatkan hak-haknya ketika diberhentikan. Selain itu, kata dia, mereka tidak akan langsung diberhentikan karena masih memiliki masa kerja.

"Tidak merugikan pegawai tidak berarti dia harus menjadi ASN, tidak merugikan pegawai bisa saja dia mendapatkan hak-haknya sebagai pegawai ketika diberhentikan dan itu juga tidak akan langsung diberhentikan karena sebagai Pegawai KPK mereka punya kontrak kerja punya masa kerja dan KPK masih boleh memiliki pegawai non-ASN hingga 1 November sesuai dengan undang-undangnya karena pada saat 1 November semua Pegawai KPK harus sudah menjadi ASN," ucap Bima.

Bima pun menjelaskan aspek-aspek yang menyebabkan 51 Pegawai KPK itu tidak dapat menjalani pembinaan untuk diangkat menjadi ASN. Menurutnya, ada tiga aspek dalam TWK yang dinilai, yakni, kepribadian, pengaruh baik dipengaruhi maupun mempengaruhi, dan PUNP (Pancasila, UUD 1945 dan seluruh turunan peraturan perundang-undangannya, NKRI, dan pemerintah yang sah).

Ia mengatakan aspek PUNP merupakan "harga mati" sehingga tidak bisa dilakukan penyesuaian dari aspek tersebut. Bagi pegawai yang aspek PUNP-nya bersih meskipun aspek pribadi dan pengaruhnya terindikasi negatif masih bisa dilakukan proses melalui diklat.

Bima menjelaskan untuk 51 Pegawai KPK tersebut tidak hanya negatif dari aspek PUNP, namun juga dua aspek lainnya. "Jadi, itu alasan kenapa yang 51 orang tidak bisa diikutsertakan dalam diklat bela negara dan wawasan kebangsaan," ucap-nya.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyatakan pihaknya juga telah memperjuangkan nasib 75 Pegawai KPK agar semuanya bisa diangkat menjadi ASN. Oleh karena itu, KPK melakukan rakor dengan kementerian/lembaga terkait tersebut untuk me-review ulang apa saja indikator-indikator yang menjadi dasar 75 pegawai tidak memenuhi syarat TWK.

Namun, dari hasil penilaian asesor 51 pegawai tidak mungkin dilakukan pembinaan. Sementara 24 lainnya masih dimungkinkan untuk dilakukan pembinaan.

Ia mengklaim tidak melihat nama-nama ke-75 pegawai itu dan berupaya mengatrol indikator.

"Harapannya 75 bisa kembali menjadi ASN semuanya, itu yang kami perjuangkan tetapi setelah dibuka ada beberapa 'item' ada skala yang merah, kuning, hijau. Jadi, 24 ada yang bisa dibina," katanya.

Ia juga menyebut akan memberikan laporan ke Presiden terkait keputusan final pimpinan soal nasib 75 pegawai tersebut.

Pegawai KPK harus berkualitas sehingga lembaganya terus berusaha membangun Sumber Daya Manusia (SDM). Tidak hanya aspek kemampuan tetapi juga aspek kecintaan kepada Tanah Air, bela negara, kesetiaan kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah serta bebas dari radikalisme dan organisasi terlarang.

Pewarta : Benardy Ferdiansyah
Editor : Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024