Palembang (ANTARA) - Penegakkan peraturan sanksi yang dibuat pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota di Sumatera Selatan harus konsisten agar penanganan COVID-19 lebih optimal terutama saat grafik kasus mengalami peningkatan saat ini.
Anggota tim ahli COVID-19 Sumsel bidang hukum Dr. Febrian di Palembang, Senin, menilai beragam regulasi terkait penanganan COVID-19 yang dibuat pemerintah pusat, Sumsel hingga kabupaten/kota sudah sesuai dengan konsep penyelesaian pandemi.
"Konsepnya sudah bagus, tapi ada tidak dilaksanakan konsep-konsep itu di lapangan? harus diingat bahwa penanganan COVID-19 ini sifatnya darurat (urgent)," ujarnya.
Menurut dia, pemerintah maupun pihak berwenang harus selalu melihat penanganan COVID-19 atas dasar kondisi kedaruratan sehingga penanganan pelanggaran hukum harus bersifat strategis, cepat dan praktis namun bukan untuk menakuti.
Baca juga: Enam daerah di Sumsel ditemukan masing-masing lebih dari 1.000 kasus COVID-19
Baca juga: Satgas COVID-19 minta Sumsel jaga tren penurunan kasus pascalebaran
Penegakan sanksi administratif perlu dikedepankan untuk memberikan dampak yang efektif kepada masyarakat, terutama kesadaran penerapan protokol kesehatan yang disepakati menjadi kunci untuk keluar dari krisis pandemi.
Sedangkan penegakan sanksi pidana hanya berlaku ultimum remedium atau pendobrak terakhir jika penegakan sanksi administratif dianggap tidak efektif.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya tersebut menilai penerapan sanksi di Sumsel belum optimal terutama di Kota Palembang yang menjadi epicentrum COVID-19 di Sumsel.
"Kalau dilihat sanksi administratif pun tidak digunakan, misalnya mal yang harusnya di tutup dulu karena kita lihat sepertinya pengawasan longgar-longgar saja," tegas Dr. Febrian.
Ia juga mengingatkan perlunya kepala daerah rutin turun ke lapangan memantau penegakan hukum peraturan yang telah diberlakukan untuk memastikan pengawasan dilaksanakan dengan serius dan konsisten.
Selain itu kepala daerah harus meningkatkan penguasaan data terkait indikator kasus COVID-19 agar mampu mengeluarkan kebijakan yang bersifat preventif dan represif serta tidak sekedar membuat regulasi turunan.
Baca juga: Menhub sebut Sumsel mampu tekan kasus COVID-19 dalam tiga pekan
Anggota tim ahli COVID-19 Sumsel bidang hukum Dr. Febrian di Palembang, Senin, menilai beragam regulasi terkait penanganan COVID-19 yang dibuat pemerintah pusat, Sumsel hingga kabupaten/kota sudah sesuai dengan konsep penyelesaian pandemi.
"Konsepnya sudah bagus, tapi ada tidak dilaksanakan konsep-konsep itu di lapangan? harus diingat bahwa penanganan COVID-19 ini sifatnya darurat (urgent)," ujarnya.
Menurut dia, pemerintah maupun pihak berwenang harus selalu melihat penanganan COVID-19 atas dasar kondisi kedaruratan sehingga penanganan pelanggaran hukum harus bersifat strategis, cepat dan praktis namun bukan untuk menakuti.
Baca juga: Enam daerah di Sumsel ditemukan masing-masing lebih dari 1.000 kasus COVID-19
Baca juga: Satgas COVID-19 minta Sumsel jaga tren penurunan kasus pascalebaran
Penegakan sanksi administratif perlu dikedepankan untuk memberikan dampak yang efektif kepada masyarakat, terutama kesadaran penerapan protokol kesehatan yang disepakati menjadi kunci untuk keluar dari krisis pandemi.
Sedangkan penegakan sanksi pidana hanya berlaku ultimum remedium atau pendobrak terakhir jika penegakan sanksi administratif dianggap tidak efektif.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya tersebut menilai penerapan sanksi di Sumsel belum optimal terutama di Kota Palembang yang menjadi epicentrum COVID-19 di Sumsel.
"Kalau dilihat sanksi administratif pun tidak digunakan, misalnya mal yang harusnya di tutup dulu karena kita lihat sepertinya pengawasan longgar-longgar saja," tegas Dr. Febrian.
Ia juga mengingatkan perlunya kepala daerah rutin turun ke lapangan memantau penegakan hukum peraturan yang telah diberlakukan untuk memastikan pengawasan dilaksanakan dengan serius dan konsisten.
Selain itu kepala daerah harus meningkatkan penguasaan data terkait indikator kasus COVID-19 agar mampu mengeluarkan kebijakan yang bersifat preventif dan represif serta tidak sekedar membuat regulasi turunan.
Baca juga: Menhub sebut Sumsel mampu tekan kasus COVID-19 dalam tiga pekan