Jakarta (ANTARA) - Ketua Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) Yudho Giri Sucahyo, yang menjadi wakil Indonesia, berbicara mengenai pelestarian bahasa asli (daerah) di forum diskusi tingkat Asia yang digelar oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
Dalam forum diskusi bertajuk "Safeguarding and revitalizing indigenous language in Asia for sustainable development" tersebut Yudho menyoroti peranan teknologi digital dalam revitalisasi dan pengembangan bahasa daerah.
Cara melestarikan bahasa daerah yang dilakukan atau sedang dilakukan oleh PANDI saat ini adalah dengan mengikuti dan menggunakan teknologi digital. Perlu ada kerja sama pegiat teknologi informasi dan pegiat bahasa daerah, kata Yudho dalam pernyataan pers, dikutip Rabu.
"Tentang digitasi dan digitalisasi aksara dan bahasa daerah, kami tidak ada niat untuk mengklaimnya sebagai program kami sendiri. Dalam program ini, kita perlu melakukannya bersama-sama,” kata Yudho.
Yudho menilai kebijakan pemerintah memiliki peranan dalam merangkul penggunaan bahasa daerah. "Jadi kita perlu mendekati pemerintah daerah agar bahasa daerah memiliki status hukum bahasa tersebut."
Lebih jauh Yudho menyoroti kesenjangan digital dan literasi dalam hal pengembangan aksara dan bahasa daerah melalui teknologi. "Mereka yang harus menguasai bahasa daerah belum memiliki keterampilan yang mumpuni untuk menguasai teknologi."
Sementara belum banyak aktivis IT yang memperhatikan perkembangan bahasa daerah di platform digital. Jadi di sinilah PANDI hadir bersama pegiat bahasa daerah di seluruh Indonesia, akademisi, pemerintah, pegiat IT, dan juga UNESCO.
"Kita punya program Merajut Indonesia Melalui Digitalisasi Aksara Nusantara atau MIMDAN, yaitu digitalisasi aksara-aksara daerah yang ada di Indonesia. Perjalanan kami untuk menghadirkan bahasa daerah secara digital sangat panjang. Padahal untuk saat ini, jika kita tidak hadir secara digital, maka sebenarnya kita tidak ada,” tutup Yudho.
Diskusi UNESCO tersebut merupakan konsultasi regional wilayah Asia sebagai persiapan aksi global International Decade of Indigenous Languages (IDIL) 2022–2032 yang dideklarasikan oleh PBB.
Selain Yudho Giri Sucahyo, hadir sebagai pembicara Indu Chaudhary dari Masyarakat Adat Nepal, Suwilai Premsrirat dari Lembaga Penelitian Bahasa dan Budaya Thailand, serta Masahiro Yamada dari Institut Nasional Bahasa dan Linguistik Jepang.
Diskusi dipandu oleh Beatrice Kaldun, Perwakilan UNESCO di Bangladesh. Pada awal diskusi, Beatrice menegaskan kembali bahwa bahasa bukan hanya alat komunikasi dan pendidikan, tetapi juga penyimpanan identitas, budaya, sejarah, tradisi, dan ingatan masyarakat.
Dalam forum diskusi bertajuk "Safeguarding and revitalizing indigenous language in Asia for sustainable development" tersebut Yudho menyoroti peranan teknologi digital dalam revitalisasi dan pengembangan bahasa daerah.
Cara melestarikan bahasa daerah yang dilakukan atau sedang dilakukan oleh PANDI saat ini adalah dengan mengikuti dan menggunakan teknologi digital. Perlu ada kerja sama pegiat teknologi informasi dan pegiat bahasa daerah, kata Yudho dalam pernyataan pers, dikutip Rabu.
"Tentang digitasi dan digitalisasi aksara dan bahasa daerah, kami tidak ada niat untuk mengklaimnya sebagai program kami sendiri. Dalam program ini, kita perlu melakukannya bersama-sama,” kata Yudho.
Yudho menilai kebijakan pemerintah memiliki peranan dalam merangkul penggunaan bahasa daerah. "Jadi kita perlu mendekati pemerintah daerah agar bahasa daerah memiliki status hukum bahasa tersebut."
Lebih jauh Yudho menyoroti kesenjangan digital dan literasi dalam hal pengembangan aksara dan bahasa daerah melalui teknologi. "Mereka yang harus menguasai bahasa daerah belum memiliki keterampilan yang mumpuni untuk menguasai teknologi."
Sementara belum banyak aktivis IT yang memperhatikan perkembangan bahasa daerah di platform digital. Jadi di sinilah PANDI hadir bersama pegiat bahasa daerah di seluruh Indonesia, akademisi, pemerintah, pegiat IT, dan juga UNESCO.
"Kita punya program Merajut Indonesia Melalui Digitalisasi Aksara Nusantara atau MIMDAN, yaitu digitalisasi aksara-aksara daerah yang ada di Indonesia. Perjalanan kami untuk menghadirkan bahasa daerah secara digital sangat panjang. Padahal untuk saat ini, jika kita tidak hadir secara digital, maka sebenarnya kita tidak ada,” tutup Yudho.
Diskusi UNESCO tersebut merupakan konsultasi regional wilayah Asia sebagai persiapan aksi global International Decade of Indigenous Languages (IDIL) 2022–2032 yang dideklarasikan oleh PBB.
Selain Yudho Giri Sucahyo, hadir sebagai pembicara Indu Chaudhary dari Masyarakat Adat Nepal, Suwilai Premsrirat dari Lembaga Penelitian Bahasa dan Budaya Thailand, serta Masahiro Yamada dari Institut Nasional Bahasa dan Linguistik Jepang.
Diskusi dipandu oleh Beatrice Kaldun, Perwakilan UNESCO di Bangladesh. Pada awal diskusi, Beatrice menegaskan kembali bahwa bahasa bukan hanya alat komunikasi dan pendidikan, tetapi juga penyimpanan identitas, budaya, sejarah, tradisi, dan ingatan masyarakat.