Jakarta (ANTARA) - Satuan Tugas Penanganan COVID-19 menyatakan pengetatan mobilitas masyarakat baik di dalam maupun luar negeri akan mempersempit ruang gerak penyebaran varian baru virus Corona penyebab COVID-19, sehingga pengendaliannya dapat dengan cepat dilakukan.

"Jika mutasi virus dibiarkan, maka akan semakin banyak varian COVID-19 yang muncul dan berpotensi berdampak buruk dalam upaya pengendalian COVID-19," ujar juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Wiku mengatakan jika langkah pengetatan tidak dilakukan atau terjadi pembiaran maka bakal berdampak buruk pada meningkatnya laju penularan akibat perubahan pada karakteristik virus dan sifat biologisnya.

Di samping itu yang paling dikhawatirkan yakni menurunnya efektivitas vaksin yang kini tengah diberikan kepada masyarakat. Pasalnya, vaksin dikembangkan dengan jenis-jenis virus yang spesifik.

Begitu pula dengan akurasi testing karena lokasi-lokasi mutasi yang berbeda-beda pada setiap varian. Sehingga dapat menurunkan kualitas PCR yang memiliki target mutasi virus yang spesifik.

"Potensi efek negatif ini sedang dipelajari lebih lanjut, dan semua temuan hasilnya akan diberitahukan kepada masyarakat," katanya.

Di satu sisi, pemerintah juga menyoroti pentingnya keberadaan posko dalam menjaga kepatuhan protokol kesehatan dan mengendalikan kasus aktif. Menurutnya, kepatuhan protokol kesehatan harusnya dapat selalu ditingkatkan dan dipantau melalui posko tingkat desa atau kelurahan.

Lemahnya posko dalam memantau penerapan protokol kesehatan tercermin dari meningkatnya kasus terkonfirmasi positif di lima provinsi yakni Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Tengah.

Lima provinsi itu dalam empat pekan terakhir mengalami kenaikan kasus aktif dengan angka yang konsisten di angka dua hingga delapan persen pada jangka waktu tersebut.

"Lima provinsi ini menjadi perhatian karena tidak hanya kasus aktifnya yang mengalami tren kenaikan, namun juga angkanya melebihi persentase kasus aktif nasional," katanya.

Dari data yang diterima Satgas, kelima provinsi ini memiliki jumlah posko yang tak proporsional. Jika dibandingkan dengan provinsi lainnya seperti Aceh bisa membentuk posko dengan jumlah yang besar sesuai jumlah desa dan kelurahan.

Oleh karena itu pemerintah daerah diminta segera membentuk posko sesuai landasan hukumnya dan menyediakan anggaran yang dibutuhkan.

"Segera lapor kepada Satgas pembentuk operasionalisasi posko di lima provinsi ini. Masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam seluruh prosesnya, dari mulai pembentukan posko, pelaksanaan fungsi posko dan juga menjaga protokol kesehatan agar kenaikan kasus aktif seperti ini bisa cepat diatasi," kata Wiku.

Pewarta : Asep Firmansyah
Uploader : Aang Sabarudin
Copyright © ANTARA 2024