Jakarta (ANTARA) - Sebanyak 115 kendaraan biro perjalanan wisata (travel) gelap di wilayah Jakarta dan sekitarnya diamankan oleh Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya dalam waktu dua hari operasi, yakni 27-28 April 2021.

Ke-115 kendaraan "travel" gelap tersebut terjaring operasi gabungan Ditlantas Polda Metro Jaya dan Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta.

Operasi tersebut dilakukan melalui patroli siber di media sosial maupun pengawasan langsung lapangan.

Kendaraan sebanyak 115 "travel" gelap itu terdiri atas minibus atau elf 64 unit dan mobil penumpang perorangan 51.

Tujuan mereka antara lain ke daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur hingga Lampung.

Mereka diamankan lantaran digunakan untuk mengangkut penumpang yang hendak mudik. Meski kebijakan larangan mudik belum diberlakukan, mereka diamankan karena tidak memiliki izin trayek.

Dikatakan "travel" gelap karena kendaraan itu tidak memiliki izin trayek atau tidak memiliki izin mengangkut penumpang. Mereka berplathitam atau mobil pribadi. Karena itu, kendaraan itu ada yang diamankan di jalur-jalur tikus.

Atas perbuatannya, sopir "travel" gelap tersebut dikenakan sanksi tilang sebagaimana diatur dalam Pasal 308 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Mereka terancam pidana dua bulan penjara atau denda maksimal Rp500 ribu.

Kepada penumpangnya, menurut Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo, diberikan pilihan. Yakni dikembalikan ke tempat asal atau diantar ke terminal.

Tindakan terhadap mereka tersebut bertujuan memberikan efek jera karena masih nekat beroperasi. Untuk memberikan efek jera kepada yang masih "coba-coba".

Selanjutnya Ditlantas Polda Metro Jaya menahan kendaraan mereka hingga berakhirnya kebijakan larangan mudik. Jadi, kendaraan itu untuk sementara di-"kandangin" di kantor polisi sampai 17 Mei 2021.


Sebanyak 115 kendaraan biro perjalanan wisata (travel) gelap di wilayah Jakarta dan sekitarnya diamankan oleh Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya dalam waktu dua hari operasi, yakni 27-28 April 2021.

Ke-115 kendaraan "travel" gelap tersebut terjaring operasi gabungan Ditlantas Polda Metro Jaya dan Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta.

Operasi tersebut dilakukan melalui patroli siber di media sosial maupun pengawasan langsung lapangan.

Kendaraan sebanyak 115 "travel" gelap itu terdiri atas minibus atau elf 64 unit dan mobil penumpang perorangan 51.

Tujuan mereka antara lain ke daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur hingga Lampung.

Mereka diamankan lantaran digunakan untuk mengangkut penumpang yang hendak mudik. Meski kebijakan larangan mudik belum diberlakukan, mereka diamankan karena tidak memiliki izin trayek.

Dikatakan "travel" gelap karena kendaraan itu tidak memiliki izin trayek atau tidak memiliki izin mengangkut penumpang. Mereka berplathitam atau mobil pribadi. Karena itu, kendaraan itu ada yang diamankan di jalur-jalur tikus.

Atas perbuatannya, sopir "travel" gelap tersebut dikenakan sanksi tilang sebagaimana diatur dalam Pasal 308 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Mereka terancam pidana dua bulan penjara atau denda maksimal Rp500 ribu.

Kepada penumpangnya, menurut Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo, diberikan pilihan. Yakni dikembalikan ke tempat asal atau diantar ke terminal.

Tindakan terhadap mereka tersebut bertujuan memberikan efek jera karena masih nekat beroperasi. Untuk memberikan efek jera kepada yang masih "coba-coba".

Selanjutnya Ditlantas Polda Metro Jaya menahan kendaraan mereka hingga berakhirnya kebijakan larangan mudik. Jadi, kendaraan itu untuk sementara di-"kandangin" di kantor polisi sampai 17 Mei 2021.


Modus

Pengetatan dan pengendalian arus mudik menjelang Idul Fitri 1442 ini merupakan tahun kedua setelah tahun lalu melaksanakan kebijakan serupa.Tujuannya untuk menekan penyebaran virus corona (COVID-19).

Pada tahun kedua ini, petugas tentu sudah banyak belajar dari penyekatan mudik pada tahun sebelumnya. Petugas gabungan sudah memahami berbagai modus pemudik yang nekat menerobos kebijakan larangan mudik yang ditetapkan pemerintah.

Modus-modus operandi dari para pemudik terdahulu antara lain naik "travel" gelap, naik sepeda motor dan naik di dalam ambulans. Selain itu sembunyi di bagasi bus, sembunyi di toilet bus dan naik ke bak truk.

Untuk mengantisipasi modus-modus itu dilakukan penyekatan jalur lalulintas, baik tol, arteri hingga jalan tikus. Pos-pos penyekatan berlaku pada 6-17 Mei mendatang.

Lokasi penyekatan ada 31 lokasi yang menjadi titik keluar-masuk pemudik dari dan menuju Jakarta. Lokasi 31 titik penyekatan itu terdiri atas 14 penyekatan, kemudian 17 adalah "check point".

Kemudian Dinas Perhubungan DKI Jakarta akan memberlakukan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) selama larangan mudik pada periode 6-17 Mei 2021. SIKM berpedoman kepada adendum Surat Edaran Satgas COVID-19 Nomor 13 Tahun 2021.

Dengan ketatnya penjagaan di perbatasan antarwilayah, dipastikan akan sulit bagi warga untuk bisa mudik dan bisa sampai kampung halaman. Perjalanan yang harus dilalui berliku-liku dan tak mudah ditembus.

Kebijakan itu pun dibarengi dengan pelarangan angkutan umum beroperasi dan penutupan terminal antarkota. Juga diberlakukan untuk kereta api, pesawat serta kapal laut.

Dengan implementasi aturan larangan mudik seperti itu, masih adakah warga DKI Jakarta dan sekitarnya yang mau nekat mudik? Dengan apa pula kendaraan yang bisa digunakan untuk mudik dan jalur mana?


Siasat
Namun, seperti mudik tahun lalu, selalu ada saja warga yang menyiasati larangan mudik tahun ini.

Di sejumlah terminal antarkota, stasiun kereta, bandara dan penyeberangan diwarnai dengan peningkatan aktivitas orang ke berbagai daerah.

Tak sedikit warga yang mempercepat mudik ke kampung halaman guna menghindari pelarangan pada 6-17 Mei. Lalu kembali lagi setelah 17 Mei atau tanggal lain yang ditetapkan sebagai batas akhir pelarangan mudik.

Siasat mempercepat mudik ini telah terjadi sejak beberapa pekan lalu dan sedang terjadi hingga beberapa hari ke depan. Imbauan demi imbauan dari pemerintah dan aparat keamanan tidak menggoyahkan niat untuk mudik meski harus dipercepat waktunya.

Hal itu tentu menjadi tantangan bagi otoritas terkait agar semakin gencar melakukan sosialisasi pelarangan mudik berikut potensi dampak buruknya dalam penyebaran virus corona.

Penjelasan yang disertai data dan fakta bahwa mobilitas orang memicu peningkatan kasus baru COVID-19.

Kebijakan menetapkan libur panjang kerap dibarengi dengan peningkatan jumlah kasus COVID-19 di Indonesia. Itu karena libur panjang sering dimanfaatkan untuk "jalan-jalan", bukan "di rumah saja".

Hal itu juga diakui oleh Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Doni Monardo. Dari pengalaman sebelumnya, setelah libur panjang, kasus baru COVID-19 meningkat.

Itu pula yang mendasari kebijakan Aparatur Sipil Negara (ASN), pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), hingga anggota TNI-Polri kembali dilarang mudik tahun ini. Pada pelarangan dan pembatasan sebelumnya, mereka umumnya menaati.

Terhadap karyawan swasta, Satgas COVID-19 tentu harus lebih intensif berkoordinasi dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin), organisasi perusahaan serta kementerian terkait untuk memberikan imbauan serupa.

Sifatnya adalah mengimbau pemimpin perusahaan untuk mengingatkan karyawannya agar bersabar dulu. Bersabar dan menahan diri mengurangi mobilitas serta menjalankan prinsip-prinsip protokol kesehatan (prokes) untuk mencegah COVID-19.

Kita tidak tahu kapan COVID-19 ini berakhir. Yang perlu kita dilakukan adalah terus-menerus berikhtiar dan bersabar, termasuk bersabar untuk tidak mudik lagi pada Lebaran tahun ini.


Pengetatan dan pengendalian arus mudik menjelang Idul Fitri 1442 ini merupakan tahun kedua setelah tahun lalu melaksanakan kebijakan serupa.Tujuannya untuk menekan penyebaran virus corona (COVID-19).

Pada tahun kedua ini, petugas tentu sudah banyak belajar dari penyekatan mudik pada tahun sebelumnya. Petugas gabungan sudah memahami berbagai modus pemudik yang nekat menerobos kebijakan larangan mudik yang ditetapkan pemerintah.

Modus-modus operandi dari para pemudik terdahulu antara lain naik "travel" gelap, naik sepeda motor dan naik di dalam ambulans. Selain itu sembunyi di bagasi bus, sembunyi di toilet bus dan naik ke bak truk.

Untuk mengantisipasi modus-modus itu dilakukan penyekatan jalur lalulintas, baik tol, arteri hingga jalan tikus. Pos-pos penyekatan berlaku pada 6-17 Mei mendatang.

Lokasi penyekatan ada 31 lokasi yang menjadi titik keluar-masuk pemudik dari dan menuju Jakarta. Lokasi 31 titik penyekatan itu terdiri atas 14 penyekatan, kemudian 17 adalah "check point".

Kemudian Dinas Perhubungan DKI Jakarta akan memberlakukan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) selama larangan mudik pada periode 6-17 Mei 2021. SIKM berpedoman kepada adendum Surat Edaran Satgas COVID-19 Nomor 13 Tahun 2021.

Dengan ketatnya penjagaan di perbatasan antarwilayah, dipastikan akan sulit bagi warga untuk bisa mudik dan bisa sampai kampung halaman. Perjalanan yang harus dilalui berliku-liku dan tak mudah ditembus.

Kebijakan itu pun dibarengi dengan pelarangan angkutan umum beroperasi dan penutupan terminal antarkota. Juga diberlakukan untuk kereta api, pesawat serta kapal laut.

Dengan implementasi aturan larangan mudik seperti itu, masih adakah warga DKI Jakarta dan sekitarnya yang mau nekat mudik? Dengan apa pula kendaraan yang bisa digunakan untuk mudik dan jalur mana?


Siasat

Namun, seperti mudik tahun lalu, selalu ada saja warga yang menyiasati larangan mudik tahun ini.

Di sejumlah terminal antarkota, stasiun kereta, bandara dan penyeberangan diwarnai dengan peningkatan aktivitas orang ke berbagai daerah.

Tak sedikit warga yang mempercepat mudik ke kampung halaman guna menghindari pelarangan pada 6-17 Mei. Lalu kembali lagi setelah 17 Mei atau tanggal lain yang ditetapkan sebagai batas akhir pelarangan mudik.

Siasat mempercepat mudik ini telah terjadi sejak beberapa pekan lalu dan sedang terjadi hingga beberapa hari ke depan. Imbauan demi imbauan dari pemerintah dan aparat keamanan tidak menggoyahkan niat untuk mudik meski harus dipercepat waktunya.

Hal itu tentu menjadi tantangan bagi otoritas terkait agar semakin gencar melakukan sosialisasi pelarangan mudik berikut potensi dampak buruknya dalam penyebaran virus corona.

Penjelasan yang disertai data dan fakta bahwa mobilitas orang memicu peningkatan kasus baru COVID-19.

Kebijakan menetapkan libur panjang kerap dibarengi dengan peningkatan jumlah kasus COVID-19 di Indonesia. Itu karena libur panjang sering dimanfaatkan untuk "jalan-jalan", bukan "di rumah saja".

Hal itu juga diakui oleh Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Doni Monardo. Dari pengalaman sebelumnya, setelah libur panjang, kasus baru COVID-19 meningkat.

Itu pula yang mendasari kebijakan Aparatur Sipil Negara (ASN), pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), hingga anggota TNI-Polri kembali dilarang mudik tahun ini. Pada pelarangan dan pembatasan sebelumnya, mereka umumnya menaati.

Terhadap karyawan swasta, Satgas COVID-19 tentu harus lebih intensif berkoordinasi dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin), organisasi perusahaan serta kementerian terkait untuk memberikan imbauan serupa.

Sifatnya adalah mengimbau pemimpin perusahaan untuk mengingatkan karyawannya agar bersabar dulu. Bersabar dan menahan diri mengurangi mobilitas serta menjalankan prinsip-prinsip protokol kesehatan (prokes) untuk mencegah COVID-19.

Kita tidak tahu kapan COVID-19 ini berakhir. Yang perlu kita dilakukan adalah terus-menerus berikhtiar dan bersabar, termasuk bersabar untuk tidak mudik lagi pada Lebaran tahun ini.

Pewarta : Sri Muryono
Uploader : Aang Sabarudin
Copyright © ANTARA 2024