Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut sangkaan pasal yang diterapkan dalam kasus suap perizinan ekspor benih lobster (benur) dan pengadaan bantuan sosial (bansos) saat ini masih berkaitan dengan dugaan penerimaan suap.
KPK merespons adanya wacana tuntutan mati terhadap tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam kasus suap benur dan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara terkait kasus suap bansos.
"Penanganan perkara oleh KPK dalam perkara dugaan suap benur di KKP dan bansos di Kemensos, saat ini pasal yang diterapkan terkait dengan dugaan suap yang ancaman hukuman maksimal-nya sebagaimana ketentuan UU (Undang-Undang) Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) adalah pidana penjara seumur hidup," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
KPK, lanjut dia, memahami harapan masyarakat terkait penyelesaian kedua kasus tersebut, termasuk soal hukuman bagi para pelaku-nya.
"Benar, secara normatif dalam UU Tipikor terutama Pasal 2 ayat (2) hukuman mati diatur secara jelas ketentuan tersebut dan dapat diterapkan. Akan tetapi bukan hanya soal karena terbukti-nya unsur ketentuan keadaan tertentu saja untuk menuntut hukuman mati, namun tentu seluruh unsur Pasal 2 ayat (1) juga harus terpenuhi," tutur-nya.
Ia juga menyampaikan hasil tangkap tangan yang dilakukan KPK terkait dua kasus tersebut diawali dengan penerapan pasal-pasal dugaan suap.
Namun, ia memastikan pengembangan kasus itu sangat dimungkinkan seperti penerapan Pasal 2 atau 3 UU Tipikor bahkan penerapan ketentuan UU lain seperti Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Kami tegaskan, tentu sejauh ditemukan bukti-bukti permulaan yang cukup untuk penerapan seluruh unsur pasal-pasal dimaksud. Proses penyidikan kedua perkara tersebut sampai saat ini masih terus dilakukan. Kami memastikan perkembangan mengenai penyelesaian kedua perkara tangkap tangan KPK dimaksud selalu kami informasikan kepada masyarakat," ujar Ali.
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan dua mantan menteri yang tersandung kasus pidana korupsi di tengah masa pandemik COVID-19 layak dituntut hukuman mati.
"Bagi saya mereka layak dituntut dengan ketentuan Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mana pemberatan-nya sampai pada pidana mati," kata Eddy dalam acara Seminar Nasional "Telaah Kritis terhadap Arah Pembentukan dan Penegakan Hukum di Masa Pandemi" yang berlangsung secara virtual, dipantau di Yogyakarta, Selasa (16/2).
Menurut dia, ada dua alasan pemberat yang membuat kedua mantan menteri tersangka tindak pidana korupsi itu layak dituntut pidana mati. Pertama, mereka melakukan tindak pidana korupsi saat dalam keadaan darurat, yakni darurat COVID-19 dan kedua, mereka melakukan kejahatan itu dalam jabatan.
KPK merespons adanya wacana tuntutan mati terhadap tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam kasus suap benur dan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara terkait kasus suap bansos.
"Penanganan perkara oleh KPK dalam perkara dugaan suap benur di KKP dan bansos di Kemensos, saat ini pasal yang diterapkan terkait dengan dugaan suap yang ancaman hukuman maksimal-nya sebagaimana ketentuan UU (Undang-Undang) Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) adalah pidana penjara seumur hidup," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
KPK, lanjut dia, memahami harapan masyarakat terkait penyelesaian kedua kasus tersebut, termasuk soal hukuman bagi para pelaku-nya.
"Benar, secara normatif dalam UU Tipikor terutama Pasal 2 ayat (2) hukuman mati diatur secara jelas ketentuan tersebut dan dapat diterapkan. Akan tetapi bukan hanya soal karena terbukti-nya unsur ketentuan keadaan tertentu saja untuk menuntut hukuman mati, namun tentu seluruh unsur Pasal 2 ayat (1) juga harus terpenuhi," tutur-nya.
Ia juga menyampaikan hasil tangkap tangan yang dilakukan KPK terkait dua kasus tersebut diawali dengan penerapan pasal-pasal dugaan suap.
Namun, ia memastikan pengembangan kasus itu sangat dimungkinkan seperti penerapan Pasal 2 atau 3 UU Tipikor bahkan penerapan ketentuan UU lain seperti Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Kami tegaskan, tentu sejauh ditemukan bukti-bukti permulaan yang cukup untuk penerapan seluruh unsur pasal-pasal dimaksud. Proses penyidikan kedua perkara tersebut sampai saat ini masih terus dilakukan. Kami memastikan perkembangan mengenai penyelesaian kedua perkara tangkap tangan KPK dimaksud selalu kami informasikan kepada masyarakat," ujar Ali.
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan dua mantan menteri yang tersandung kasus pidana korupsi di tengah masa pandemik COVID-19 layak dituntut hukuman mati.
"Bagi saya mereka layak dituntut dengan ketentuan Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mana pemberatan-nya sampai pada pidana mati," kata Eddy dalam acara Seminar Nasional "Telaah Kritis terhadap Arah Pembentukan dan Penegakan Hukum di Masa Pandemi" yang berlangsung secara virtual, dipantau di Yogyakarta, Selasa (16/2).
Menurut dia, ada dua alasan pemberat yang membuat kedua mantan menteri tersangka tindak pidana korupsi itu layak dituntut pidana mati. Pertama, mereka melakukan tindak pidana korupsi saat dalam keadaan darurat, yakni darurat COVID-19 dan kedua, mereka melakukan kejahatan itu dalam jabatan.