Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel mendorong pelestarian tradisi kuliner dengan memilih makanan lokal ramah iklim, karena selain bisa menyelamatkan lingkungan, memilih makanan lokal juga membantu perekonomian daerah, turut menjaga resep maupun tradisi kuliner Nusantara, serta melindungi warisan budaya dan alam Indonesia.
“Membeli produk lokal berarti ada permintaan, sehingga membantu petani mempertahankan mata pencaharian,” tulis Rachmat Gobel dalam sambutan pada buku elektronik "Memilih Makanan Ramah Iklim +39 Resep Gorontalo", Minggu.
Pakar Kuliner, William Wongso juga mendukung upaya-upaya pelestarian budaya kuliner nusantara, salah satunya melalui informasi yang mengulas budaya kuliner nusantara.
"Di era sosial media dan internet seperti saat ini, satu hal yang tidak dapat kita lakukan adalah meng-googling rasa, experience itu harus dicoba langsung. Tapi kita dapat menginformasikan budaya kuliner bangsa Indonesia yang beragam ini lewat internet, dan menarik orang untuk mencoba,” ujar William.
William menambahkan, semakin majunya peradaban Indonesia bukan berarti budaya kuliner bisa diabaikan. Selain melestarikan, citra tradisi kuliner Indonesia harus ditingkatkan agar bisa masuk dan dikenal dalam peta kuliner dunia.
Indonesia punya banyak kekayaan kuliner yang tersebar di semua daerah. Setiap daerah bisa memilih daftar makanan yang akan diunggulkan untuk kemudian dipromosikan lewat tampilan menarik.
Organisasi nirlaba Omar Niode merilis e-book “Memilih Makanan Ramah Iklim +39 Resep Gorontalo” karya Amanda Katili Niode dari Climate Reality Indonesia bersama Ahli Teknologi Pangan, Zahra Khan.
Amanda menjelaskan, buku digital dibuat untuk memperkenalkan konsep makanan ramah bumi dari berbagai aspek terkait dan peranannya dalam menyikapi krisis lingkungan.
Buku ini juga menampilkan resep-resep makanan ramah bumi yang dapat dicoba, khususnya makanan tradisional Gorontalo.
Sekretaris Omar Niode Foundation, Terzian Ayuba Niode, menuturkan sistem pangan berkontribusi besar terhadap krisis iklim yang sedang berlangsung di bumi. Sistem pangan saat ini menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati dan menyebabkan sepertiga dari semua emisi gas rumah kaca penyebab krisis iklim.
“Terlebih dengan terjadinya Pandemi COVID-19 semakin membuktikan adanya kebutuhan mendesak untuk mengubah sistem pangan dunia, karena pandemi sekarang terjadi akibat menularnya penyakit dari hewan ke manusia (zoonosis),” tutur Terzian.
Oleh karena itu, dia mengatakan makanan perlu diubah guna masa depan yang sehat bagi manusia maupun bumi. Idealnya adalah dengan mengurangi konsumsi daging dan makanan yang diproses, kemudian mengarah ke makanan yang lebih berbasis nabati.
Dia menambahkan, perlu Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan (Sustainable Consumption & Production) oleh semua pemangku kepentingan secara global termasuk konsumen dan produsen, dengan perubahan secara terpadu dan sistematis.
“Membeli produk lokal berarti ada permintaan, sehingga membantu petani mempertahankan mata pencaharian,” tulis Rachmat Gobel dalam sambutan pada buku elektronik "Memilih Makanan Ramah Iklim +39 Resep Gorontalo", Minggu.
Pakar Kuliner, William Wongso juga mendukung upaya-upaya pelestarian budaya kuliner nusantara, salah satunya melalui informasi yang mengulas budaya kuliner nusantara.
"Di era sosial media dan internet seperti saat ini, satu hal yang tidak dapat kita lakukan adalah meng-googling rasa, experience itu harus dicoba langsung. Tapi kita dapat menginformasikan budaya kuliner bangsa Indonesia yang beragam ini lewat internet, dan menarik orang untuk mencoba,” ujar William.
William menambahkan, semakin majunya peradaban Indonesia bukan berarti budaya kuliner bisa diabaikan. Selain melestarikan, citra tradisi kuliner Indonesia harus ditingkatkan agar bisa masuk dan dikenal dalam peta kuliner dunia.
Indonesia punya banyak kekayaan kuliner yang tersebar di semua daerah. Setiap daerah bisa memilih daftar makanan yang akan diunggulkan untuk kemudian dipromosikan lewat tampilan menarik.
Organisasi nirlaba Omar Niode merilis e-book “Memilih Makanan Ramah Iklim +39 Resep Gorontalo” karya Amanda Katili Niode dari Climate Reality Indonesia bersama Ahli Teknologi Pangan, Zahra Khan.
Amanda menjelaskan, buku digital dibuat untuk memperkenalkan konsep makanan ramah bumi dari berbagai aspek terkait dan peranannya dalam menyikapi krisis lingkungan.
Buku ini juga menampilkan resep-resep makanan ramah bumi yang dapat dicoba, khususnya makanan tradisional Gorontalo.
Sekretaris Omar Niode Foundation, Terzian Ayuba Niode, menuturkan sistem pangan berkontribusi besar terhadap krisis iklim yang sedang berlangsung di bumi. Sistem pangan saat ini menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati dan menyebabkan sepertiga dari semua emisi gas rumah kaca penyebab krisis iklim.
“Terlebih dengan terjadinya Pandemi COVID-19 semakin membuktikan adanya kebutuhan mendesak untuk mengubah sistem pangan dunia, karena pandemi sekarang terjadi akibat menularnya penyakit dari hewan ke manusia (zoonosis),” tutur Terzian.
Oleh karena itu, dia mengatakan makanan perlu diubah guna masa depan yang sehat bagi manusia maupun bumi. Idealnya adalah dengan mengurangi konsumsi daging dan makanan yang diproses, kemudian mengarah ke makanan yang lebih berbasis nabati.
Dia menambahkan, perlu Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan (Sustainable Consumption & Production) oleh semua pemangku kepentingan secara global termasuk konsumen dan produsen, dengan perubahan secara terpadu dan sistematis.