Jakarta (ANTARA) - Sineas sekaligus Ketua Komite Seleksi Oscar Indonesia, Garin Nugroho, mengatakan bahwa dengan dibukanya bioskop secara bertahap, bisa menjadi optimisme bagi geliat industri film Tanah Air.
"Kalau pandemi sudah menurun penyebarannya lalu bioskop dibuka perlahan dan tidak jadi klaster COVID-19, InshaAllah tahun depan jadi buka lagi dan jadi mendorong masa keemasan perfilman Indonesia lagi," kata Garin melalui konferensi daring, Selasa (10/11).
Garin menyebut "masa keemasan perfilman Indonesia" bukan tanpa alasan. Menurut data yang ia bagikan, pada tahun 2019, jumlah penonton film di bioskop Indonesia mencapai 57 juta penonton, dengan 140 film yang diseleksi untuk mengikuti ajang Academy Awards ke-92.
Adanya pandemi pun akhirnya membuat film Indonesia untuk diseleksi dan bersaing di Oscar menurun drastis, mengingat salah satu persyaratannya adalah harus tayang di layar lebar.
"(Pandemi) Memang jadi kendala, mengapa cuma bisa jadi 50 film yang ikut seleksi. Memasuki masa pandemi membuat kita terbatas menonton film (di bioskop)," jelas sutradara "Kucumbu Tubuh Indahku" itu.
Namun, membuka bioskop memang tak bisa semerta-merta dilakukan. Selain adanya pembatasan dan protokol ketat serta kekhawatiran penonton akan penyebaran virus, menurut Garin, diperlukan adanya film-film besar untuk kembali menarik minat menonton di layar perak saat ini.
Ketika disinggung tentang film-film yang tayang di layanan OTT (over-the-top), Garin mengatakan bahwa banyak syarat yang harus dipenuhi sebuah film di OTT untuk dapat mengikuti seleksi dan diikutkan ke ajang Academy Awards.
"Platform-platform baru bermunculan, ditambah dengan bioskop yang penontonnya terbatas, maka Oscar tahun ini mengalami gejala-gejala dan sistem baru yang menarik untuk dibaca," kata Garin.
Academy of Motion Picture Arts and Sciences sebelumnya mengatakan bahwa film yang tayang di layanan streaming untuk sementara bisa diikutkan dalam seleksi Oscar, namun memerlukan sejumlah syarat tertentu.
Terutama bagi film yang ingin berkompetisi dalam Film Terbaik dan kategori lainnya, film harus diputar secara komersial setidaknya selama tujuh hari di teater Los Angeles.
Menanggapi hal tersebut, sineas dan aktor senior Deddy Mizwar mengatakan bahwa era baru perfilman di platform streaming akan menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Komite Seleksi Oscar Indonesia ke depannya, untuk penilaian dan keberagaman perfilman Tanah Air agar bisa bersaing di kancah internasional.
"Harus (OTT dipertimbangkan), karena ketentuannya (Oscar) boleh. Ini adalah PR kita bersama, sehingga syarat-syarat itu harus dikaji, mengingat ini (OTT) juga belum betul-betul detail di negara kita," kata Deddy.
"Kita semua berkumpul untuk jadikan ini PR komite untuk nantinya, kalau misalnya ada gejala-gejala pandemi yang panjang, OTT bisa jadi bagian penjurian dan penilaian selanjutnya," ujarnya menambahkan.
"Kalau pandemi sudah menurun penyebarannya lalu bioskop dibuka perlahan dan tidak jadi klaster COVID-19, InshaAllah tahun depan jadi buka lagi dan jadi mendorong masa keemasan perfilman Indonesia lagi," kata Garin melalui konferensi daring, Selasa (10/11).
Garin menyebut "masa keemasan perfilman Indonesia" bukan tanpa alasan. Menurut data yang ia bagikan, pada tahun 2019, jumlah penonton film di bioskop Indonesia mencapai 57 juta penonton, dengan 140 film yang diseleksi untuk mengikuti ajang Academy Awards ke-92.
Adanya pandemi pun akhirnya membuat film Indonesia untuk diseleksi dan bersaing di Oscar menurun drastis, mengingat salah satu persyaratannya adalah harus tayang di layar lebar.
"(Pandemi) Memang jadi kendala, mengapa cuma bisa jadi 50 film yang ikut seleksi. Memasuki masa pandemi membuat kita terbatas menonton film (di bioskop)," jelas sutradara "Kucumbu Tubuh Indahku" itu.
Namun, membuka bioskop memang tak bisa semerta-merta dilakukan. Selain adanya pembatasan dan protokol ketat serta kekhawatiran penonton akan penyebaran virus, menurut Garin, diperlukan adanya film-film besar untuk kembali menarik minat menonton di layar perak saat ini.
Ketika disinggung tentang film-film yang tayang di layanan OTT (over-the-top), Garin mengatakan bahwa banyak syarat yang harus dipenuhi sebuah film di OTT untuk dapat mengikuti seleksi dan diikutkan ke ajang Academy Awards.
"Platform-platform baru bermunculan, ditambah dengan bioskop yang penontonnya terbatas, maka Oscar tahun ini mengalami gejala-gejala dan sistem baru yang menarik untuk dibaca," kata Garin.
Academy of Motion Picture Arts and Sciences sebelumnya mengatakan bahwa film yang tayang di layanan streaming untuk sementara bisa diikutkan dalam seleksi Oscar, namun memerlukan sejumlah syarat tertentu.
Terutama bagi film yang ingin berkompetisi dalam Film Terbaik dan kategori lainnya, film harus diputar secara komersial setidaknya selama tujuh hari di teater Los Angeles.
Menanggapi hal tersebut, sineas dan aktor senior Deddy Mizwar mengatakan bahwa era baru perfilman di platform streaming akan menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Komite Seleksi Oscar Indonesia ke depannya, untuk penilaian dan keberagaman perfilman Tanah Air agar bisa bersaing di kancah internasional.
"Harus (OTT dipertimbangkan), karena ketentuannya (Oscar) boleh. Ini adalah PR kita bersama, sehingga syarat-syarat itu harus dikaji, mengingat ini (OTT) juga belum betul-betul detail di negara kita," kata Deddy.
"Kita semua berkumpul untuk jadikan ini PR komite untuk nantinya, kalau misalnya ada gejala-gejala pandemi yang panjang, OTT bisa jadi bagian penjurian dan penilaian selanjutnya," ujarnya menambahkan.