Lebak (ANTARA) - Pengamat politik Haris Hijrah Wicaksana mengatakan artis ikut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 diberbagai daerah di tanah air dikhawatirkan tidak memahami tentang kebijakan-kebijakan pemerintahan.
"Jika artis itu tidak memahami kebijakan pemerintahan tentu bagaimana untuk mengurus masyarakat dan dipastikan akan mempengaruhi kualitas pemerintahan itu sendiri," kata Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stisip) Setia Budhi Rangkasbitung ini, Minggu.
Para artis yang mengikuti konstelasi politik dengan maju pada pilkada tidak ada masalah sebagai warga negara.
Artis yang maju pada Pilkada 2020 itu artis nasional juga kebanyakan posisi mereka wakil kepala daerah, di antaranya Sahrul Gunawan Wakil Bupati Bandung, Iyeth Bustami Wakil Bupati Bengkalis, Lucky Hakim Wakil Bupati Indramayu dan Firman Mutakin wakil Kota Cilegon.
Namun Haris cukup mengkhawatirkan artis itu jika menang pada pilkada dan memimpin pemerintahan apakah mereka mengerti tentang tata cara mengambil kebijakan pemerintahan.
Sebab, lanjutnya, apabila mereka tidak mengerti kebijakan pemerintahan maka bagaimana memimpin masyarakat.
Mereka para artis harus memahami bagaimana tata cara mengambil kebijakan pemerintahan, bagaimana akuntabilitas pemerintahan, bagaimana mekanisme membuat kebijakan, mekanisme pengajuan anggaran, mekanisme pengajuan surat pertanggungjawaban dan perubahan anggaran.
"Itu pekerjaan rumah kita dan jangan sampai dia itu tidak mengerti dan hanya tanda tangan serta bagus-bagus saja," katanya menjelaskan.
Menurut dia, kalangan artis yang dilakukan calon petahana dan partai politik diusung pada pilkada sebetulnya cukup instan karena mereka memiliki elektoral tinggi dengan keterkenalan itu.
Dalam konstelasi politik yang menang pilkada itu persyaratannya harus ada dua kapital, yakni pertama ekonomi dan kedua sosial.
Apabila, calon kepala daerah itu tidak dikenal masyarakat luas tentu secara ekonomi akan mengeluarkan biaya modal cukup besar.
Sebaliknya, bila mereka terkenal dan populer maka modal sosialnya cukup tinggi dengan memiliki jaringan masyarakat umum, maka biaya politik yang dikeluarkan bisa ditekan.
Lazimnya, kata Haris, menang pilkada itu dua persyaratan itu terpenuhi baik modal dan keterkenalan.
"Kami menilai parpol pengusung artis itu untuk kemenangan pilkada dengan biaya politik tidak besar, karena mereka lebih dikenal di kalangan masyarakat dan dipastikan dapat mendongkrak perolehan suara," katanya.
"Jika artis itu tidak memahami kebijakan pemerintahan tentu bagaimana untuk mengurus masyarakat dan dipastikan akan mempengaruhi kualitas pemerintahan itu sendiri," kata Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stisip) Setia Budhi Rangkasbitung ini, Minggu.
Para artis yang mengikuti konstelasi politik dengan maju pada pilkada tidak ada masalah sebagai warga negara.
Artis yang maju pada Pilkada 2020 itu artis nasional juga kebanyakan posisi mereka wakil kepala daerah, di antaranya Sahrul Gunawan Wakil Bupati Bandung, Iyeth Bustami Wakil Bupati Bengkalis, Lucky Hakim Wakil Bupati Indramayu dan Firman Mutakin wakil Kota Cilegon.
Namun Haris cukup mengkhawatirkan artis itu jika menang pada pilkada dan memimpin pemerintahan apakah mereka mengerti tentang tata cara mengambil kebijakan pemerintahan.
Sebab, lanjutnya, apabila mereka tidak mengerti kebijakan pemerintahan maka bagaimana memimpin masyarakat.
Mereka para artis harus memahami bagaimana tata cara mengambil kebijakan pemerintahan, bagaimana akuntabilitas pemerintahan, bagaimana mekanisme membuat kebijakan, mekanisme pengajuan anggaran, mekanisme pengajuan surat pertanggungjawaban dan perubahan anggaran.
"Itu pekerjaan rumah kita dan jangan sampai dia itu tidak mengerti dan hanya tanda tangan serta bagus-bagus saja," katanya menjelaskan.
Menurut dia, kalangan artis yang dilakukan calon petahana dan partai politik diusung pada pilkada sebetulnya cukup instan karena mereka memiliki elektoral tinggi dengan keterkenalan itu.
Dalam konstelasi politik yang menang pilkada itu persyaratannya harus ada dua kapital, yakni pertama ekonomi dan kedua sosial.
Apabila, calon kepala daerah itu tidak dikenal masyarakat luas tentu secara ekonomi akan mengeluarkan biaya modal cukup besar.
Sebaliknya, bila mereka terkenal dan populer maka modal sosialnya cukup tinggi dengan memiliki jaringan masyarakat umum, maka biaya politik yang dikeluarkan bisa ditekan.
Lazimnya, kata Haris, menang pilkada itu dua persyaratan itu terpenuhi baik modal dan keterkenalan.
"Kami menilai parpol pengusung artis itu untuk kemenangan pilkada dengan biaya politik tidak besar, karena mereka lebih dikenal di kalangan masyarakat dan dipastikan dapat mendongkrak perolehan suara," katanya.