Jakarta (ANTARA) - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi dan Sekretaris Menpora yang masih menjabat Gatot S Dewa Broto mempersoalkan mengenai anggaran poco-poco pemegang rekor dunia.
"Poco-Poco ini adalah inisiatif dari pak Presiden dan tentu bapak sebagai birokrat harus mengamankan perintah Presiden sepanjang tidak melanggar undang-undang bukannya malah di sini menyampaikan ada motif-motif tertentu atas bantuan dari sponsor," kata Imam Nahrawi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Imam duduk di kursi terdakwa, sedangkan Gatot dihadirkan sebagai saksi.
Acara poco-poco yang dimaksud Imam adalah momen pemecahan "Guinness World Record" senam poco-poco bersama 65 ribu peserta di silang Monumen Nasional, Jakarta, 5 Agustus 2018.
Dalam acara yang dimulai pukul 06.00 WIB tersebut, Presiden Jokowi berjoged poco-poco didampingi oleh Ibu Negara Iriana Joko Widodo sedangkan Wakil Presiden Jusuf Kalla didampingi sang istri, Mufidah Kalla, selain itu, hadir pula para menteri kabinet Kerja.
"Mestinya kita bersyukur bilamana ada sponsor yang membantu, kalau toh kurang maka mungkin pemerintah akan bantu dan bilamana tidak ada benturan kepentingan mestinya kita juga membantu seperti halnya kita membantu yang lain," ungkap Imam.
Pemecahan rekor senam poco-poco di Silang Monas itu sendiri dilaksanakan dalam rangka memeriahkan Asian Games 2018 yang mana Indonesia menjadi tuan rumah. Simbol Asian games 2018 pun nampak di pakaian peserta yang serba merah putih.
"Tapi disini bapak menyampaikan bahwa seakan-akan ada konflik kepentingan poco-poco," tambah Imam.
Imam lalu menuduh istri Gatot yang juga bekerja di Kemenpora tidak senang dengan pemecahan rekor dunia tersebut.
"Ini pemecahan rekor dunia poco-poco, katakanlah karena di kepanitiaannya tidak berkenan di hati istri bapak, Ibu Lina, tentu saya tidak tahu tentang hal itu, tapi setelah saya mundur dari Menpora, bapak menyampaikan 'statement' siap sebagai plt menpora dan beberapa hari kemudian bapak di ruang kerja di lantai 3 selamatan dengan tumpeng. Terimakasih Pak Gatot semoga bapak selalu dalam kesehatan dan keselamatan," kata Imam.
Sebelumnya dalam sidang Gatot mengatakan anggaran Olympic Center pada 2017 senilai Rp465 miliar yang tadinya telah disetujui untuk dikerjakan Kemenpora, atas perintah Wakil Presiden Jusuf Kalla saat itu diminta untuk direvisi untuk kebutuhan lain misalnya untuk persiapan Asian Para Games senilai Rp80 miliar dan peningkatan latihan cabang-cabang olahraga untuk Asian Games.
"Lalu ada permohonan dari Pak Menteri ke Presiden acara poco-poco dan di surat tidak akan menggunakan APBN, anggarannya butuh sebesar Rp4 miliar selain dari sponsor," kata Gatot.
Namun jumlah dana yang dikucurkan sponsor jauh lebih besar.
"APBN Rp4 miliar dari Deputi III, sedangkan sponsor Rp17-20 miliar, tapi saya tidak ikut terlibat langsung di sana," ungkap Gatot.
Dalam perkara ini mantan Menpora Imam Nahrawi bersama-sama dengan asisten pribadinya Miftahul Ulum didakwa menerima suap totalnya sejumlah Rp11,5 miliar dari Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johnny E Awuy yaitu terkait proprosal bantuan dana hibah kepada Kemenpora dalam pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program Asian Games dan Asian Para Games 2018 serta proposal dukungan KONI Pusat dalam pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berpresetasi tahun 2018.
Sedangkan dalam dakwaan kedua Imam didakwa menerima gratifikasi berupa uang seluruhnya berjumlah Rp8,648 miliar dengan rincian Rp300 juta dari Ending Fuad Hamidy; uang Rp4,948 miliar sebagai tambahan operasional Menpora RI, Rp2 miliar sebagai pembayaran jasa desain Konsultan Arsitek Kantor Budipradono Architecs dari Lina Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (PRIMA) Kemenpora RI tahun anggaran 2015-2016.
Selanjutnya penerimaan uang Rp1 milliar dari Edward Taufan Panjaitan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) program Satlak Prima 2016-2017 dan uang sejumlah Rp400 juta dari Supriyono selaku BPP Peningkatan Presitasi Olahraga Nasional (PPON) tahun 2017-2018 dari KONI Pusat.
"Poco-Poco ini adalah inisiatif dari pak Presiden dan tentu bapak sebagai birokrat harus mengamankan perintah Presiden sepanjang tidak melanggar undang-undang bukannya malah di sini menyampaikan ada motif-motif tertentu atas bantuan dari sponsor," kata Imam Nahrawi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Imam duduk di kursi terdakwa, sedangkan Gatot dihadirkan sebagai saksi.
Acara poco-poco yang dimaksud Imam adalah momen pemecahan "Guinness World Record" senam poco-poco bersama 65 ribu peserta di silang Monumen Nasional, Jakarta, 5 Agustus 2018.
Dalam acara yang dimulai pukul 06.00 WIB tersebut, Presiden Jokowi berjoged poco-poco didampingi oleh Ibu Negara Iriana Joko Widodo sedangkan Wakil Presiden Jusuf Kalla didampingi sang istri, Mufidah Kalla, selain itu, hadir pula para menteri kabinet Kerja.
"Mestinya kita bersyukur bilamana ada sponsor yang membantu, kalau toh kurang maka mungkin pemerintah akan bantu dan bilamana tidak ada benturan kepentingan mestinya kita juga membantu seperti halnya kita membantu yang lain," ungkap Imam.
Pemecahan rekor senam poco-poco di Silang Monas itu sendiri dilaksanakan dalam rangka memeriahkan Asian Games 2018 yang mana Indonesia menjadi tuan rumah. Simbol Asian games 2018 pun nampak di pakaian peserta yang serba merah putih.
"Tapi disini bapak menyampaikan bahwa seakan-akan ada konflik kepentingan poco-poco," tambah Imam.
Imam lalu menuduh istri Gatot yang juga bekerja di Kemenpora tidak senang dengan pemecahan rekor dunia tersebut.
"Ini pemecahan rekor dunia poco-poco, katakanlah karena di kepanitiaannya tidak berkenan di hati istri bapak, Ibu Lina, tentu saya tidak tahu tentang hal itu, tapi setelah saya mundur dari Menpora, bapak menyampaikan 'statement' siap sebagai plt menpora dan beberapa hari kemudian bapak di ruang kerja di lantai 3 selamatan dengan tumpeng. Terimakasih Pak Gatot semoga bapak selalu dalam kesehatan dan keselamatan," kata Imam.
Sebelumnya dalam sidang Gatot mengatakan anggaran Olympic Center pada 2017 senilai Rp465 miliar yang tadinya telah disetujui untuk dikerjakan Kemenpora, atas perintah Wakil Presiden Jusuf Kalla saat itu diminta untuk direvisi untuk kebutuhan lain misalnya untuk persiapan Asian Para Games senilai Rp80 miliar dan peningkatan latihan cabang-cabang olahraga untuk Asian Games.
"Lalu ada permohonan dari Pak Menteri ke Presiden acara poco-poco dan di surat tidak akan menggunakan APBN, anggarannya butuh sebesar Rp4 miliar selain dari sponsor," kata Gatot.
Namun jumlah dana yang dikucurkan sponsor jauh lebih besar.
"APBN Rp4 miliar dari Deputi III, sedangkan sponsor Rp17-20 miliar, tapi saya tidak ikut terlibat langsung di sana," ungkap Gatot.
Dalam perkara ini mantan Menpora Imam Nahrawi bersama-sama dengan asisten pribadinya Miftahul Ulum didakwa menerima suap totalnya sejumlah Rp11,5 miliar dari Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johnny E Awuy yaitu terkait proprosal bantuan dana hibah kepada Kemenpora dalam pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program Asian Games dan Asian Para Games 2018 serta proposal dukungan KONI Pusat dalam pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berpresetasi tahun 2018.
Sedangkan dalam dakwaan kedua Imam didakwa menerima gratifikasi berupa uang seluruhnya berjumlah Rp8,648 miliar dengan rincian Rp300 juta dari Ending Fuad Hamidy; uang Rp4,948 miliar sebagai tambahan operasional Menpora RI, Rp2 miliar sebagai pembayaran jasa desain Konsultan Arsitek Kantor Budipradono Architecs dari Lina Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (PRIMA) Kemenpora RI tahun anggaran 2015-2016.
Selanjutnya penerimaan uang Rp1 milliar dari Edward Taufan Panjaitan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) program Satlak Prima 2016-2017 dan uang sejumlah Rp400 juta dari Supriyono selaku BPP Peningkatan Presitasi Olahraga Nasional (PPON) tahun 2017-2018 dari KONI Pusat.