Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis memanggil Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Kembangkuning, Cilacap Unggul Widyo Saputro dalam penyidikan kasus suap terkait pemberian fasilitas atau perizinan keluar Lapas Klas I Sukamiskin, Bandung.
Unggul dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Kalapas Sukamiskin Wahid Husein (WH).
"Penyidik hari ini menjadwalkan pemeriksaan terhadap Kalapas Kembangkuning Unggul Widyo Saputro sebagai saksi untuk tersangka WH terkait tindak pidana korupsi suap pemberian fasilitas atau perizinan keluar Lapas Klas I Sukamiskin," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
KPK pada 16 Oktober 2019 telah menetapkan lima orang tersangka dalam pengembangan kasus tindak pidana korupsi pemberian dan penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pemberian fasilitas atau perizinan keluar Lapas Kelas I Sukamiskin.
Lima orang itu, yakni Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin (Maret 2018) Wahid Husein (WH), Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin (2016 sampai dengan Maret 2018) Deddy Handoko (DHA).
Selanjutnya, Direktur Utama PT Glori Karsa Abadi Rahadian Azhar (RAZ), Wawan, dan Fuad Amin (FA) yang pernah menjabat sebagai Bupati Bangkalan atau warga binaan. Namun, Fuad telah meninggal dunia saat penyidikan berjalan.
Terkait dengan hal itu, KPK akan fokus menangani pada perkara yang melibatkan empat tersangka lainnya.
Dalam konstruksi perkara dijelaskan bahwa sebagai Kalapas Sukamiskin, tersangka Wahid memiliki kewenangan mengeluarkan izin tertulis untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut di rumah sakit dan mengeluarkan izin keluar lapas dalam hal-hal luar biasa (izin luar biasa) kepada warga binaan.
Sekitar Maret 2018, Wahid mulai mengenal seorang warga binaan yang kemudian dia panggil ke ruangannya sebulan kemudian.
Dalam pertemuan itu, ia menanyakan tentang ketersediaan mobil jeep yang dimiliki warga binaan tersebut untuk dipakai oleh Wahid.
Warga binaan tersebut kemudian mengatakan Wahid bisa menggunakan mobil jeep miliknya, yakni Toyota Landcruiser Hardtop Tahun 1981 warna hitam dengan nomor polisi F 68 UP.
Sepekan kemudian, mobil tersebut diantar ke Lapas Sukamiskin beserta BPKB mobil tersebut. Sejak saat itu, Wahid menggunakan mobil tersebut sebagai kendaraan sehari-hari.
Selanjutnya pada awal Mei 2018, Wahid memerintahkan untuk melakukan proses balik nama mobil tersebut dari yang semula atas nama salah satu warga binaan di Lapas Sukamiskin menjadi nama salah satu pembantu di rumah mertua Wahid.
Dua bulan kemudian atau sekitar Juli 2018, proses balik nama atas mobil Toyota Landcruiser Hardtop warna hitam telah selesai. Nomor polisi telah berubah dari semula F 68 UP menjadi D 1252 OY. Meski mobil tersebut bukan atas nama Wahid hingga saat itu, mobil masih dalam penguasaan Wahid.
Wahid tidak melaporkan penerimaan gratifikasi berupa dua unit mobil dalam jangka waktu 30 hari kerja kepada KPK sebagaimana ketentuan Pasal 12 C UU Tindak Pidana Korupsi.
Unggul dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Kalapas Sukamiskin Wahid Husein (WH).
"Penyidik hari ini menjadwalkan pemeriksaan terhadap Kalapas Kembangkuning Unggul Widyo Saputro sebagai saksi untuk tersangka WH terkait tindak pidana korupsi suap pemberian fasilitas atau perizinan keluar Lapas Klas I Sukamiskin," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
KPK pada 16 Oktober 2019 telah menetapkan lima orang tersangka dalam pengembangan kasus tindak pidana korupsi pemberian dan penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pemberian fasilitas atau perizinan keluar Lapas Kelas I Sukamiskin.
Lima orang itu, yakni Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin (Maret 2018) Wahid Husein (WH), Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin (2016 sampai dengan Maret 2018) Deddy Handoko (DHA).
Selanjutnya, Direktur Utama PT Glori Karsa Abadi Rahadian Azhar (RAZ), Wawan, dan Fuad Amin (FA) yang pernah menjabat sebagai Bupati Bangkalan atau warga binaan. Namun, Fuad telah meninggal dunia saat penyidikan berjalan.
Terkait dengan hal itu, KPK akan fokus menangani pada perkara yang melibatkan empat tersangka lainnya.
Dalam konstruksi perkara dijelaskan bahwa sebagai Kalapas Sukamiskin, tersangka Wahid memiliki kewenangan mengeluarkan izin tertulis untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut di rumah sakit dan mengeluarkan izin keluar lapas dalam hal-hal luar biasa (izin luar biasa) kepada warga binaan.
Sekitar Maret 2018, Wahid mulai mengenal seorang warga binaan yang kemudian dia panggil ke ruangannya sebulan kemudian.
Dalam pertemuan itu, ia menanyakan tentang ketersediaan mobil jeep yang dimiliki warga binaan tersebut untuk dipakai oleh Wahid.
Warga binaan tersebut kemudian mengatakan Wahid bisa menggunakan mobil jeep miliknya, yakni Toyota Landcruiser Hardtop Tahun 1981 warna hitam dengan nomor polisi F 68 UP.
Sepekan kemudian, mobil tersebut diantar ke Lapas Sukamiskin beserta BPKB mobil tersebut. Sejak saat itu, Wahid menggunakan mobil tersebut sebagai kendaraan sehari-hari.
Selanjutnya pada awal Mei 2018, Wahid memerintahkan untuk melakukan proses balik nama mobil tersebut dari yang semula atas nama salah satu warga binaan di Lapas Sukamiskin menjadi nama salah satu pembantu di rumah mertua Wahid.
Dua bulan kemudian atau sekitar Juli 2018, proses balik nama atas mobil Toyota Landcruiser Hardtop warna hitam telah selesai. Nomor polisi telah berubah dari semula F 68 UP menjadi D 1252 OY. Meski mobil tersebut bukan atas nama Wahid hingga saat itu, mobil masih dalam penguasaan Wahid.
Wahid tidak melaporkan penerimaan gratifikasi berupa dua unit mobil dalam jangka waktu 30 hari kerja kepada KPK sebagaimana ketentuan Pasal 12 C UU Tindak Pidana Korupsi.