Solo (ANTARA) - Dua korban lagi perusahaan layanan "financial technology" (fintech) pinjaman online dengan didampingi pengacara LBH Solo Raya mendatangi Mapolres Kota Surakarta, Sabtu petang, untuk melaporkan kasus sama.
Dua korban tersebut berinisial SM warga Sukoharjo dan AZ warga Karangayar dengan didampingi pengacara LBH Solo Rata, Tur Murniningsih dan Made Ridho Ramadhan langsung masuk di Unit 5 Satuan Reskrim Polresta Surakarta, untuk menyerahkan tambahan barang bukti dan saksi.
Menurut pengacara LBH Solo Raya Tur Murniningsih pihaknya datang ke Polresta Surakarta sebetulnya hendak melapor menyerahkan tambahan barang bukti, dan saksi yakni SM serta AZ. Kedua orang ini, juga menjadi korban dengan modus yang sama seperti sebelum pinjaman online melalui aplikasi.
"SM dan AZ awalnya belum bisa membayar, dan akhirnya juga diteror sama seperti korban sebelumnya YN warga Solo," kata Tur.
Tur menjelaskan, SM yang ditawarkan pinjaman melalui online sebanyak Rp5 juta kemudian terlambat membayar berbunga hingga sekarang menjadi Rp70 juta dalam tempo waktu selama dua bulan. Sedangkan, AZ yang meminjam uang Rp2 juta berbunga kemudian menjadi Rp10 juta dalam tempo satu bulan.
Pihaknya mendatangi ke Polresta Surakarta untuk menyerahkan bukti tambahan untuk korban YN, sedangkan dua korban lainnya ini, akan dijadikan saksi, sedangkan bukti tertulisnya berupa "screen shoot" video dari handphonenya.
"Rekaman yang akan dijadikan barang bukti itu, suara percakapan saat penagihan utang terhadap korban," kata Tur.
Namun, kata dia, karena penyidik yang menangani Unit 2 Sat Rekrim sedang off, kemudian diminta mengajukan laporan secara tertulis untuk penambahan bukti itu, untuk diserahkan, pada Senin (29/7).
Pengacara LBH Solo Raya lainnya, Made Ridho Ramadhan menambahkan korban perusahaan layanan fintech pinjaman online sebenarnya ada tujuh orang termasuk YN, SM dan AZ. Namun, baru tiga orang yang memintan pendampingan bantuan hukum.
Empat korban lainnya, kata dia, sebenarnya sudah melaporkan untuk pendampingan bantuan hukum ke LBH, tetapi mereka belum bersedia untuk dipublikasikan.
Kendati demikian, pihaknya masih membuka Posko untuk pengaduan korban pinjaman online (pinjol), dan masyarakat dipersilahkan yang akan mengadukan ke LBH Solo Raya, di Sentral Niaga Solo Baru Sukoharjo.
Sebelumnya, YN (51) warga Solo, Jateng yang menjadi korban pencemaran nama baik yang dilakukan oleh perusahaan layanan "financial technology" (fintech) pinjaman online membantah berita soal dirinya yang sudah menjadi viral di media sosial itu.
Menuruty Pengacara LBH Solo Raya, Gede Sukadenawa Putra semua informasi soal dirinya (YN) yang diviralkan itu, bohong atau hoaks, dan pihak pelayanan fintech, ternyata ada tendensi pencemaran nama baik, atau pelecehan terhadap kehormatan wanita, termasuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Menurut Gede Sukadenawa, pihaknya mengklarifikasi adanya berita tersebut. Pihaknya juga sudah melaporkan kejadian ini, melalui email kepada beberapa situs termasuk kepada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia, Menkominfo, Hukum dan HAM, dan Yayasan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI), termasuk ke Polresta Surakarta.
"Jadi semua kami tembusi agar masalah ini, bisa terungkap dan klien kami tidak benar menawarkan diri seperti dalam viral itu. Klien kami tidak benar bahwa dirinya menawarkan diri seperti yang diberitakan di media sosial itu," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya berharap para pinjaman online ke depan dapat ditindak oleh aparat yang berwewenang. Bahkan, yang memaparkan atau menyebarkan itu, harus dicari untuk ditindak pidana sesuai proses hukum yang berlaku. Karena, mereka telah memaparkan pencemaran nama baik dengan menyebar luaskan berita bohong.
Dua korban tersebut berinisial SM warga Sukoharjo dan AZ warga Karangayar dengan didampingi pengacara LBH Solo Rata, Tur Murniningsih dan Made Ridho Ramadhan langsung masuk di Unit 5 Satuan Reskrim Polresta Surakarta, untuk menyerahkan tambahan barang bukti dan saksi.
Menurut pengacara LBH Solo Raya Tur Murniningsih pihaknya datang ke Polresta Surakarta sebetulnya hendak melapor menyerahkan tambahan barang bukti, dan saksi yakni SM serta AZ. Kedua orang ini, juga menjadi korban dengan modus yang sama seperti sebelum pinjaman online melalui aplikasi.
"SM dan AZ awalnya belum bisa membayar, dan akhirnya juga diteror sama seperti korban sebelumnya YN warga Solo," kata Tur.
Tur menjelaskan, SM yang ditawarkan pinjaman melalui online sebanyak Rp5 juta kemudian terlambat membayar berbunga hingga sekarang menjadi Rp70 juta dalam tempo waktu selama dua bulan. Sedangkan, AZ yang meminjam uang Rp2 juta berbunga kemudian menjadi Rp10 juta dalam tempo satu bulan.
Pihaknya mendatangi ke Polresta Surakarta untuk menyerahkan bukti tambahan untuk korban YN, sedangkan dua korban lainnya ini, akan dijadikan saksi, sedangkan bukti tertulisnya berupa "screen shoot" video dari handphonenya.
"Rekaman yang akan dijadikan barang bukti itu, suara percakapan saat penagihan utang terhadap korban," kata Tur.
Namun, kata dia, karena penyidik yang menangani Unit 2 Sat Rekrim sedang off, kemudian diminta mengajukan laporan secara tertulis untuk penambahan bukti itu, untuk diserahkan, pada Senin (29/7).
Pengacara LBH Solo Raya lainnya, Made Ridho Ramadhan menambahkan korban perusahaan layanan fintech pinjaman online sebenarnya ada tujuh orang termasuk YN, SM dan AZ. Namun, baru tiga orang yang memintan pendampingan bantuan hukum.
Empat korban lainnya, kata dia, sebenarnya sudah melaporkan untuk pendampingan bantuan hukum ke LBH, tetapi mereka belum bersedia untuk dipublikasikan.
Kendati demikian, pihaknya masih membuka Posko untuk pengaduan korban pinjaman online (pinjol), dan masyarakat dipersilahkan yang akan mengadukan ke LBH Solo Raya, di Sentral Niaga Solo Baru Sukoharjo.
Sebelumnya, YN (51) warga Solo, Jateng yang menjadi korban pencemaran nama baik yang dilakukan oleh perusahaan layanan "financial technology" (fintech) pinjaman online membantah berita soal dirinya yang sudah menjadi viral di media sosial itu.
Menuruty Pengacara LBH Solo Raya, Gede Sukadenawa Putra semua informasi soal dirinya (YN) yang diviralkan itu, bohong atau hoaks, dan pihak pelayanan fintech, ternyata ada tendensi pencemaran nama baik, atau pelecehan terhadap kehormatan wanita, termasuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Menurut Gede Sukadenawa, pihaknya mengklarifikasi adanya berita tersebut. Pihaknya juga sudah melaporkan kejadian ini, melalui email kepada beberapa situs termasuk kepada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia, Menkominfo, Hukum dan HAM, dan Yayasan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI), termasuk ke Polresta Surakarta.
"Jadi semua kami tembusi agar masalah ini, bisa terungkap dan klien kami tidak benar menawarkan diri seperti dalam viral itu. Klien kami tidak benar bahwa dirinya menawarkan diri seperti yang diberitakan di media sosial itu," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya berharap para pinjaman online ke depan dapat ditindak oleh aparat yang berwewenang. Bahkan, yang memaparkan atau menyebarkan itu, harus dicari untuk ditindak pidana sesuai proses hukum yang berlaku. Karena, mereka telah memaparkan pencemaran nama baik dengan menyebar luaskan berita bohong.