Bengkulu (ANTARA) - Bentang Seblat yang berada di wilayah perbatasan antara Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Mukomuko merupakan rumah atau habitat terakhir populasi satwa langka gajah Sumatera (Elephas maximus Sumatrae) di wilayah Provinsi Bengkulu.

“Kawasan bentang alam Seblat ini menjadi satu-satunya kantong populasi terakhir gajah untuk wilayah Bengkulu,” kata Sekretaris Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) Donny Gunaryadi di Bengkulu, Jumat.

Saat konsultasi publik dokumen Strategi Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Gajah di Bengkulu, ia menyebutkan penyelamatan bentang Seblat menjadi prasyarat untuk pelestarian gajah Sumatera di Bengkulu.



Sebelumnya, ujar dia bentang Bukit Balai Rejang Selatan juga tercatat sebagai habitat gajah namun keberadaan satwa terancam punah itu tidak ditemukan lagi di wilayah tersebut.

“Jadi satu-satunya kantong populasi gajah Sumatera di Bengkulu ada di bentang Seblat sehingga penyelamatan habitat ini menjadi kunci penyelamatan gajah,” ucapnya.

Menurut Donny ada tiga penyebab utama kepunahan gajah Suamtera yaitu kehilangan habitat, perburuan untuk mengambil bagian tubuh gajah serta konflik dengan manusia.



Sementara Sekretaris Forum Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) koridor gajah, Ali Akbar mengatakan telah menyusun rencana aksi penyelamatan gajah di Bengkulu lewat program penyelamatan habitat berupa koridor gajah di kawasan Seblat, Kabupaten Bengkulu Utara dan Mukomuko.

Pembentukan koridor gajah juga dinilai sangat penting, mengingat hampir 80 persen wilayah jelajah gajah berada di luar kawasan konservasi.

Menurut Ali pembangunan koridor gajah dilaksanakan secara partisipatif dan lintas sektoral mulai dari pemangku kawasan, warga, lembaga swadaya masyarakat dan pihak swasta.

Kawasan ekosistem esensial koridor yang diusulkan dalam KEE bentang alam Seblat mencakup hutan produksi Air Rami, hutan produksi terbatas Lebong Kandis, taman wisata alam Seblat dan sebagian konsesi IUPHK dan HGU perkebunan kelapa sawit.

Sementara Kepala Desa Gajah Makmur, Gutomo mengatakan konflik gajah di sekitar desa mereka yang berbatasan dengan Hutan Produksi Air Rami itu masih terjadi minimal sekali setahun.

“Kami belum tahu apakah memang setiap tahun gajah melintas di jalur itu tapi saat ini juga ada sekira empat ekor gajah memasuki kebun warga desa,” sebutnya.

Gutomo berharap lewat pembentukan koridor gajah di bentang Seblat dapat mengatasi konflik antara gajah dengan warga pemilik kebun di wilayah itu.

 


Pewarta : Helti Marini S
Editor : Dolly Rosana
Copyright © ANTARA 2024