Jakarta (ANTARA) - PT Pertamina (Persero) sigap menangani dampak yang terjadi pascaperistiwa kemunculan gelembung gas di sumur migas lepas pantai Laut Jawa, YYA-1, area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ).
VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fajriyah Usman dalam rilis di Jakarta, Senin mengatakan penanganan dilakukan dengan melibatkan pihak-pihak yang kredibel, kompeten, dan terbukti berpengalaman dalam menangani kasus serupa.
Salah satunya, menurut dia, adalah Boot & Coots, perusahaan asal Amerika Serikat, yang telah memiliki pengalaman dalam menyelesaikan peristiwa di Gulf Mecixo.
Untuk penanganan risiko pencemaran lingkungan, Pertamina Group telah memobilisasi 27 kapal dan 12 set oil boom.
Selain itu, untuk menjaga agar tidak ada aktivitas nelayan di sekitar lokasi, Pertamina dan PHE ONWJ bekerja sama dengan TNI AL, Satpolairud, dan Pokwasmas, mengerahkan tujuh unit kapal patroli.
Seluruh upaya tersebut sebagai komitmen dan keseriusan Pertamina dalam mengatasi peristiwa di sumur migas lepas pantai tersebut baik dari aspek operasional maupun lingkungan hidup.
"Prioritas utama adalah memastikan keselamatan tim dan masyarakat, serta menyelesaikan permasalahan lingkungan di sekitar lokasi," ujar Fajriyah Usman.
Lebih lanjut, ia menjelaskan Pertamina dan PHE ONWJ juga terus melakukan komunikasi dan koordinasi yang intensif dengan berbagai pihak seperti SKK Migas, Kementerian ESDM, Kementerian LHK, pemerintah daerah termasuk dinas lingkungan hidup, TNI dan Polri, Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub, KSOP, KKP, Pushidros AL, dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Bahkan, beberapa pihak tersebut juga telah melakukan peninjauan untuk memonitor situasi terkini.
"Pertamina mengucapkan terima kasih atas dukungan positif yang diberikan dari semua pihak, baik komunitas industri migas, pemerintah maupun masyarakat. Dukungan ini memperkuat upaya maksimal kami sehingga dapat memperkecil dampak peristiwa ini bagi operasi perusahaan maupun masyarakat dan lingkungan," kata Fajriyah.
Sebelumnya, Pertamina menyampaikan bahwa dari sejak awal peristiwa sudah langsung menjalankan respons darurat, sehingga semua pekerja yang berada di anjungan langsung dievakuasi.
Di waktu yang sama, Pertamina juga melakukan isolasi dan pengamanan area sekitar anjungan dengan kapal patroli untuk mencegah nelayan dan masyarakat mendekat.
Selain penanganan operasi, Pertamina melalui Emergency Response Tim PHE ONWJ selama 24 jam tanpa henti telah melakukan langkah penyelamatan lingkungan dari oil spill dengan pengerahan 27 kapal dan berbagai peralatan yang mendukung seperti oil boom dan puluhan drum dispersant.
Lalu, bersama warga Desa Sedari, Karawang, Jawa Barat, melakukan kegiatan bersih-bersih Pantai Sedari.
"Pertamina terus memantau perkembangannya dan melakukan tindakan penyelamatan lingkungan sesuai dengan kondisi di lapangan," tutup Fajriyah.
VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fajriyah Usman dalam rilis di Jakarta, Senin mengatakan penanganan dilakukan dengan melibatkan pihak-pihak yang kredibel, kompeten, dan terbukti berpengalaman dalam menangani kasus serupa.
Salah satunya, menurut dia, adalah Boot & Coots, perusahaan asal Amerika Serikat, yang telah memiliki pengalaman dalam menyelesaikan peristiwa di Gulf Mecixo.
Untuk penanganan risiko pencemaran lingkungan, Pertamina Group telah memobilisasi 27 kapal dan 12 set oil boom.
Selain itu, untuk menjaga agar tidak ada aktivitas nelayan di sekitar lokasi, Pertamina dan PHE ONWJ bekerja sama dengan TNI AL, Satpolairud, dan Pokwasmas, mengerahkan tujuh unit kapal patroli.
Seluruh upaya tersebut sebagai komitmen dan keseriusan Pertamina dalam mengatasi peristiwa di sumur migas lepas pantai tersebut baik dari aspek operasional maupun lingkungan hidup.
"Prioritas utama adalah memastikan keselamatan tim dan masyarakat, serta menyelesaikan permasalahan lingkungan di sekitar lokasi," ujar Fajriyah Usman.
Lebih lanjut, ia menjelaskan Pertamina dan PHE ONWJ juga terus melakukan komunikasi dan koordinasi yang intensif dengan berbagai pihak seperti SKK Migas, Kementerian ESDM, Kementerian LHK, pemerintah daerah termasuk dinas lingkungan hidup, TNI dan Polri, Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub, KSOP, KKP, Pushidros AL, dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Bahkan, beberapa pihak tersebut juga telah melakukan peninjauan untuk memonitor situasi terkini.
"Pertamina mengucapkan terima kasih atas dukungan positif yang diberikan dari semua pihak, baik komunitas industri migas, pemerintah maupun masyarakat. Dukungan ini memperkuat upaya maksimal kami sehingga dapat memperkecil dampak peristiwa ini bagi operasi perusahaan maupun masyarakat dan lingkungan," kata Fajriyah.
Sebelumnya, Pertamina menyampaikan bahwa dari sejak awal peristiwa sudah langsung menjalankan respons darurat, sehingga semua pekerja yang berada di anjungan langsung dievakuasi.
Di waktu yang sama, Pertamina juga melakukan isolasi dan pengamanan area sekitar anjungan dengan kapal patroli untuk mencegah nelayan dan masyarakat mendekat.
Selain penanganan operasi, Pertamina melalui Emergency Response Tim PHE ONWJ selama 24 jam tanpa henti telah melakukan langkah penyelamatan lingkungan dari oil spill dengan pengerahan 27 kapal dan berbagai peralatan yang mendukung seperti oil boom dan puluhan drum dispersant.
Lalu, bersama warga Desa Sedari, Karawang, Jawa Barat, melakukan kegiatan bersih-bersih Pantai Sedari.
"Pertamina terus memantau perkembangannya dan melakukan tindakan penyelamatan lingkungan sesuai dengan kondisi di lapangan," tutup Fajriyah.