Jakarta (ANTARA) - Menjelang Hari Raya Idul Adha , Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian mengantisipasi dan mengimbau masyarakat tentang kemungkinan timbulnya kasus penyakit antraks pada hewan ternak atau kurban.
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) I Ketut Diarmita menjelaskan penyakit hewan yang disebabkan bakteri ini bisa menyerang hewan seperti sapi, kerbau, dan kambing/domba, namun bisa juga ditularkan ke manusia (zoonosis) melalui kontak dengan hewan tertular atau benda/lingkungan yang sudah dicemari agen penyakit.
"Walaupun berbahaya, penyakit antraks di daerah tertular bisa dicegah dengan vaksinasi yang disediakan pemerintah," kata Ketut di Jakarta, Kamis.
Ketut mengatakan beberapa provinsi di Indonesia memang tercatat pernah melaporkan kasus antraks, namun dengan program pengendalian yang ada, kasus tersebut sifatnya sporadis dan dapat segera terkendali, sehingga kerugian peternak dapat diminimalisasi dan ancaman kesehatan masyarakat bisa ditekan.
Sesuai dengan standar Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) dalam penanganan wabah Anthrax, jika di suatu wilayah dalam waktu 20 hari tidak ada kematian, antraks dapat dinyatakan terkendali, sehingga lalu lintas dan perdagangan hewan rentan dapat dilakukan sepanjang hewan tidak berasal dari wilayah yang sedang wabah.
Terkait lalu lintas dan perdagangan hewan rentan, Ketut menegaskan hewan ternak juga harus dilengkapi dengan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dan hasil uji laboratorium.
Ketut meminta agar masyarakat melaporkan hewan yang menunjukkan gejala sakit atau ternak yang mati mendadak kepada petugas kesehatan hewan serta melarang pemotongan hewan yang sakit atau yang menunjukkan gejala klinis antraks.
Kementan juga telah meminta dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk segera melaksanakan kegiatan pemeriksaan kesehatan hewan kurban.
Kegiatan pemeriksaan dilakukan, baik di tempat penampungan maupun pemasaran hewan. Selain itu juga dilakukan pengawasan pelaksanaan dan jadwal vaksinasi antraks, sosialisasi dan bimbingan teknis kepada petugas dan panitia pelaksana kurban, serta pemeriksaan teknis pada hewan sebelum dan setelah pemotongan saat pelaksanaan kurban.
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) I Ketut Diarmita menjelaskan penyakit hewan yang disebabkan bakteri ini bisa menyerang hewan seperti sapi, kerbau, dan kambing/domba, namun bisa juga ditularkan ke manusia (zoonosis) melalui kontak dengan hewan tertular atau benda/lingkungan yang sudah dicemari agen penyakit.
"Walaupun berbahaya, penyakit antraks di daerah tertular bisa dicegah dengan vaksinasi yang disediakan pemerintah," kata Ketut di Jakarta, Kamis.
Ketut mengatakan beberapa provinsi di Indonesia memang tercatat pernah melaporkan kasus antraks, namun dengan program pengendalian yang ada, kasus tersebut sifatnya sporadis dan dapat segera terkendali, sehingga kerugian peternak dapat diminimalisasi dan ancaman kesehatan masyarakat bisa ditekan.
Sesuai dengan standar Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) dalam penanganan wabah Anthrax, jika di suatu wilayah dalam waktu 20 hari tidak ada kematian, antraks dapat dinyatakan terkendali, sehingga lalu lintas dan perdagangan hewan rentan dapat dilakukan sepanjang hewan tidak berasal dari wilayah yang sedang wabah.
Terkait lalu lintas dan perdagangan hewan rentan, Ketut menegaskan hewan ternak juga harus dilengkapi dengan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dan hasil uji laboratorium.
Ketut meminta agar masyarakat melaporkan hewan yang menunjukkan gejala sakit atau ternak yang mati mendadak kepada petugas kesehatan hewan serta melarang pemotongan hewan yang sakit atau yang menunjukkan gejala klinis antraks.
Kementan juga telah meminta dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk segera melaksanakan kegiatan pemeriksaan kesehatan hewan kurban.
Kegiatan pemeriksaan dilakukan, baik di tempat penampungan maupun pemasaran hewan. Selain itu juga dilakukan pengawasan pelaksanaan dan jadwal vaksinasi antraks, sosialisasi dan bimbingan teknis kepada petugas dan panitia pelaksana kurban, serta pemeriksaan teknis pada hewan sebelum dan setelah pemotongan saat pelaksanaan kurban.