Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) berharap rencana pajak ekonomi digital yang akan diterapkan pemerintah dapat dibuat secara konsultatif dan transparan.
"Kami terus mengharapkan bahwa seluruh kebijakan yang diambil pemerintah berkaitan dengan ekonomi digital, dibuat secara konsultatif (dengan sektor swasta) dan transparan," ujar Ketua Harian Aftech Mercy Simorangkir kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.
Mercy menjelaskan bahwa dengan berkonsultasi terlebih dahulu bersama pihak swasta terkait, dalam hal ini para pelaku teknologi finansial atau financial technology (fintech), maka rencana penerapan pajak ekonomi digital tersebut tidak akan menghambat bagi pertumbuhan ekonomi digital.
"Dengan begitu, upaya pemberlakuan pajak pada bisnis digital tidak menjadi barrier (penghambat) untuk pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia," katanya.
Kendati demikian, menurut dia, Aftech mendukung rencana pemerintah tersebut. "Asosiasi Fintech Indonesia sangat mendukung adanya upaya untuk memformalisasi bisnis model dan inovasi yang muncul dalam ekonomi digital," ujar Mercy.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani mengupayakan pendekatan untuk memungut pajak dari kegiatan ekonomi digital yang selama ini belum dilakukan optimal untuk menambah penerimaan negara.
Sri Mulyani menegaskan upaya ini harus dilakukan karena setiap kegiatan ekonomi di Indonesia harus dipungut pajak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Ia memastikan pengenaan tarif pajak penghasilan dari setiap transaksi ekonomi digital akan tetap sama dengan kegiatan jual beli konvensional.
Namun, menurut dia, yang membedakan adalah tata cara pungutan karena Badan Usaha Tetap (BUT) yang terlibat dalam kegiatan ekonomi digital tidak seluruhnya mempunyai perwakilan di Indonesia.
Salah satu pendekatan pungutan yang diupayakan adalah kewajiban perpajakan berdasarkan seberapa banyak transaksi ekonomi atau volume kegiatan yang diperoleh dalam satu negara.
Menurut dia, pendekatan pungutan ini dapat dilakukan secara fair berbasis informasi dari penjualan, iklan maupun data-data lainnya serta mampu terintegrasi.
"Kami terus mengharapkan bahwa seluruh kebijakan yang diambil pemerintah berkaitan dengan ekonomi digital, dibuat secara konsultatif (dengan sektor swasta) dan transparan," ujar Ketua Harian Aftech Mercy Simorangkir kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.
Mercy menjelaskan bahwa dengan berkonsultasi terlebih dahulu bersama pihak swasta terkait, dalam hal ini para pelaku teknologi finansial atau financial technology (fintech), maka rencana penerapan pajak ekonomi digital tersebut tidak akan menghambat bagi pertumbuhan ekonomi digital.
"Dengan begitu, upaya pemberlakuan pajak pada bisnis digital tidak menjadi barrier (penghambat) untuk pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia," katanya.
Kendati demikian, menurut dia, Aftech mendukung rencana pemerintah tersebut. "Asosiasi Fintech Indonesia sangat mendukung adanya upaya untuk memformalisasi bisnis model dan inovasi yang muncul dalam ekonomi digital," ujar Mercy.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani mengupayakan pendekatan untuk memungut pajak dari kegiatan ekonomi digital yang selama ini belum dilakukan optimal untuk menambah penerimaan negara.
Sri Mulyani menegaskan upaya ini harus dilakukan karena setiap kegiatan ekonomi di Indonesia harus dipungut pajak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Ia memastikan pengenaan tarif pajak penghasilan dari setiap transaksi ekonomi digital akan tetap sama dengan kegiatan jual beli konvensional.
Namun, menurut dia, yang membedakan adalah tata cara pungutan karena Badan Usaha Tetap (BUT) yang terlibat dalam kegiatan ekonomi digital tidak seluruhnya mempunyai perwakilan di Indonesia.
Salah satu pendekatan pungutan yang diupayakan adalah kewajiban perpajakan berdasarkan seberapa banyak transaksi ekonomi atau volume kegiatan yang diperoleh dalam satu negara.
Menurut dia, pendekatan pungutan ini dapat dilakukan secara fair berbasis informasi dari penjualan, iklan maupun data-data lainnya serta mampu terintegrasi.