Jakarta (ANTARA) - Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita mengusulkan pemasangan label pada rumah keluarga penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) untuk memudahkan pemantauan perkembangan kondisi perekonomian penerima bantuan.
"Dengan memberikan label 'Keluarga Pra Sejahtera' di rumah masing-masing KPM. Dengan label ini, KPM PKH yang sudah membaik perekonomiannya dengan sendirinya akan mengundurkan diri," kata Agus dalam siaran pers kementerian di Jakarta, Selasa.
Dengan sistem labelisasi semacam itu, Agus berharap keluarga penerima manfaat (KPM) PKH yang sudah mampu secara sukarela melepaskan diri dari program bantuan sehingga posisi mereka dapat diisi oleh keluarga pra-sejahtera lain yang membutuhkan bantuan.
"Ya kita harapkan KPM yang sudah mampu mau secara sukarela untuk graduasi mandiri," katanya.
Agus mengatakan sistem labelisasi rumah keluarga prasejahtera telah dimulai di Kecamatan Pamotan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
"Laporan dari teman-teman pendamping di sana, dari total 2.835 penerima manfaat di Pamotan, karena 163 menyatakan mundur, hanya 2.672 yang diberi label," katanya.
"Secara keseluruhan hingga Mei KPM PKH yang telah graduasi di Kabupaten Rembang, yang mundur sebanyak 1.701 KPM. Saya berharap daerah lain juga melakukan hal yang sama," ia menambahkan.
Pemerintah menargetkan 800.000 KPM PKH bisa lepas dari bantuan PKH pada 2019.
Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial RI Harry Hikmat menjelaskan sistem labelisasi keluarga pra-sejahtera merupakan bagian dari upaya untuk menumbuhkan budaya malu menerima bantuan bagi warga yang kondisi perekonomiannya sudah cukup baik.
"Ini penting untuk menyadarkan mereka bahwa masih banyak keluarga tidak mampu lainnya yang mengantre untuk mendapatkan bantuan PKH," kata Harry.
Pemerintah terus melakukan pemutaahiran data terpadu KPM-PKH, yang memungkinkan kelurahan mengusulkan warga yang tidak mampu menjadi penerima bantuan.
"Dengan memberikan label 'Keluarga Pra Sejahtera' di rumah masing-masing KPM. Dengan label ini, KPM PKH yang sudah membaik perekonomiannya dengan sendirinya akan mengundurkan diri," kata Agus dalam siaran pers kementerian di Jakarta, Selasa.
Dengan sistem labelisasi semacam itu, Agus berharap keluarga penerima manfaat (KPM) PKH yang sudah mampu secara sukarela melepaskan diri dari program bantuan sehingga posisi mereka dapat diisi oleh keluarga pra-sejahtera lain yang membutuhkan bantuan.
"Ya kita harapkan KPM yang sudah mampu mau secara sukarela untuk graduasi mandiri," katanya.
Agus mengatakan sistem labelisasi rumah keluarga prasejahtera telah dimulai di Kecamatan Pamotan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
"Laporan dari teman-teman pendamping di sana, dari total 2.835 penerima manfaat di Pamotan, karena 163 menyatakan mundur, hanya 2.672 yang diberi label," katanya.
"Secara keseluruhan hingga Mei KPM PKH yang telah graduasi di Kabupaten Rembang, yang mundur sebanyak 1.701 KPM. Saya berharap daerah lain juga melakukan hal yang sama," ia menambahkan.
Pemerintah menargetkan 800.000 KPM PKH bisa lepas dari bantuan PKH pada 2019.
Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial RI Harry Hikmat menjelaskan sistem labelisasi keluarga pra-sejahtera merupakan bagian dari upaya untuk menumbuhkan budaya malu menerima bantuan bagi warga yang kondisi perekonomiannya sudah cukup baik.
"Ini penting untuk menyadarkan mereka bahwa masih banyak keluarga tidak mampu lainnya yang mengantre untuk mendapatkan bantuan PKH," kata Harry.
Pemerintah terus melakukan pemutaahiran data terpadu KPM-PKH, yang memungkinkan kelurahan mengusulkan warga yang tidak mampu menjadi penerima bantuan.