Bengkulu (ANTARA News Sumsel) - Belasan organisasi nonpemerintah yang tergabung dalam Jejaring Sumatera Terang untuk Energi Bersih menantang seluruh calon presiden untuk meninggalkan energi batu bara sebagai sumber utama kelistrikan dan beralih mengembangkan energi terbarukan yang potensinya melimpah di Indonesia.
"Dalam debat pilpres kedua yang digelar 17 Februari nanti, kami menantang kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk berani meninggalkan energi kotor batu bara yang terbukti menyengsarakan rakyat dan beralih ke energi terbarukan untuk menerangi Indonesia," kata Ketua Kanopi Bengkulu, yang juga anggota jejaring, Ali Akbar di Bengkulu, Rabu.
Ali Akbar mengatakan sektor energi akan menjadi salah satu materi dalam debat pemilihan presiden (pilpres) babak kedua. Sayangnya, dari analisis kelompok masyarakat sipil atas visi dan misi kedua pasangan calon tersebut belum ada peta jalan yang jelas untuk meninggalkan energi kotor batu bara dan beralih ke energi ramah lingkungan.
Padahal, proyek-proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara khususnya di Pulau Sumatera telah membuat rakyat sengsara. Puluhan ribu nelayan dan petani terutama di pesisir Sumatera mulai dari Lampung, Bengkulu, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Meulaboh, Nanggroe Aceh Darussalam semakin berkurang pendapatannya karena laut dan daerah pesisir tempat mereka mencari ikan dan bertani rusak oleh operasional PLTU batu bara yang memicu kemiskinan ke level yang mengkhawatirkan.
Temuan Kanopi di sekitar PLTU Teluk Sepang, Kota Bengkulu, kehadiran PLTU batu bara berkapasitas 2 x 100 Megawatt justru membawa sejumlah masalah bagi masyarakat mulai dari ganti rugi tanam tumbuh yang dinilai tidak adil hingga penolakan warga atas pencemaran dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Sementara pengoperasian PLTU batu bara di Pangkalan Susu, Sumatera Utara telah mempengaruhi aktivitas nelayan karena jumlah tangkapan menurun drastis. Begitu pula yang dialami petani padi sawah di sekitar PLTU batu bara Keban Agung, Sumatera Selatan yang mengalami penurunan produksi padi.
Sementara Direktur Yayasan Kelopak, Teddy Kurniadi menambahkan bahwa dampak buruk proyek energi kotor seolah diabaikan oleh pemerintah dan mirisnya saat ini ada penambahan listrik berbasis batu bara di delapan provinsi di Sumatera yaitu Bengkulu, Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan dengan daya 7.004 megawatt (MW).
"Kami menginginkan capres Jokowi dan Prabowo memberikan harapan bahwa Indonesia akan meninggalkan batu bara dan mulai berbicara bagaimana peralihan pemanfaatan energi bersih terbarukan menjadi sumber utama energi listrik Indonesia, sebab fakta lain mengatakan bahwa PLTU batu bara telah menjadi pembunuh senyap dan bertanggung jawab atas kematian dini 6.500 jiwa pertahun," katanya.
Karena itu, bersama 37 lembaga non-partisan lainnya yang tersebar di Indonesia, jejaring membentuk gerakan #BersihkanIndonesia untuk menyerukan pemerintah segera meninggalkan energi kotor baru bara dan beralih ke energi terbarukan.
Ketua Posko Langit Biru Teluk Sepang, Hamidin mengatakan pengembangan energi batu bara akan menurunkan kualitas hidup masyarakat Kelurahan Teluk Sepang yang bermukim hanya 1,5 kilometer dari tapak PLTU batu bara. Kebutuhan terhadap energi menurut dia menjadi prioritas pemerintah namun tidak dengan mengorbankan masyarakat yang tinggal di sekitar PLTU.
"Dalam debat pilpres kedua yang digelar 17 Februari nanti, kami menantang kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk berani meninggalkan energi kotor batu bara yang terbukti menyengsarakan rakyat dan beralih ke energi terbarukan untuk menerangi Indonesia," kata Ketua Kanopi Bengkulu, yang juga anggota jejaring, Ali Akbar di Bengkulu, Rabu.
Ali Akbar mengatakan sektor energi akan menjadi salah satu materi dalam debat pemilihan presiden (pilpres) babak kedua. Sayangnya, dari analisis kelompok masyarakat sipil atas visi dan misi kedua pasangan calon tersebut belum ada peta jalan yang jelas untuk meninggalkan energi kotor batu bara dan beralih ke energi ramah lingkungan.
Padahal, proyek-proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara khususnya di Pulau Sumatera telah membuat rakyat sengsara. Puluhan ribu nelayan dan petani terutama di pesisir Sumatera mulai dari Lampung, Bengkulu, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Meulaboh, Nanggroe Aceh Darussalam semakin berkurang pendapatannya karena laut dan daerah pesisir tempat mereka mencari ikan dan bertani rusak oleh operasional PLTU batu bara yang memicu kemiskinan ke level yang mengkhawatirkan.
Temuan Kanopi di sekitar PLTU Teluk Sepang, Kota Bengkulu, kehadiran PLTU batu bara berkapasitas 2 x 100 Megawatt justru membawa sejumlah masalah bagi masyarakat mulai dari ganti rugi tanam tumbuh yang dinilai tidak adil hingga penolakan warga atas pencemaran dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Sementara pengoperasian PLTU batu bara di Pangkalan Susu, Sumatera Utara telah mempengaruhi aktivitas nelayan karena jumlah tangkapan menurun drastis. Begitu pula yang dialami petani padi sawah di sekitar PLTU batu bara Keban Agung, Sumatera Selatan yang mengalami penurunan produksi padi.
Sementara Direktur Yayasan Kelopak, Teddy Kurniadi menambahkan bahwa dampak buruk proyek energi kotor seolah diabaikan oleh pemerintah dan mirisnya saat ini ada penambahan listrik berbasis batu bara di delapan provinsi di Sumatera yaitu Bengkulu, Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan dengan daya 7.004 megawatt (MW).
"Kami menginginkan capres Jokowi dan Prabowo memberikan harapan bahwa Indonesia akan meninggalkan batu bara dan mulai berbicara bagaimana peralihan pemanfaatan energi bersih terbarukan menjadi sumber utama energi listrik Indonesia, sebab fakta lain mengatakan bahwa PLTU batu bara telah menjadi pembunuh senyap dan bertanggung jawab atas kematian dini 6.500 jiwa pertahun," katanya.
Karena itu, bersama 37 lembaga non-partisan lainnya yang tersebar di Indonesia, jejaring membentuk gerakan #BersihkanIndonesia untuk menyerukan pemerintah segera meninggalkan energi kotor baru bara dan beralih ke energi terbarukan.
Ketua Posko Langit Biru Teluk Sepang, Hamidin mengatakan pengembangan energi batu bara akan menurunkan kualitas hidup masyarakat Kelurahan Teluk Sepang yang bermukim hanya 1,5 kilometer dari tapak PLTU batu bara. Kebutuhan terhadap energi menurut dia menjadi prioritas pemerintah namun tidak dengan mengorbankan masyarakat yang tinggal di sekitar PLTU.