Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Pernah mengalami atau merasa salah dalam memilih jurusan kuliah, tetapi terpaksa meneruskannya karena sudah semester lanjut? Jika pernah, anda tidak sendiri karena menurut survei Integrity Development Flexibility pada 2014 sebanyak 87 persen mahasiswa Indonesia salah dalam memilih jurusan.
Permasalahan itu menjadi perhatian serius pemerintah. Makanya sejak 2018, pemerintah melalui Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) membentuk Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) yang mempunyai status permanen.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yakni pelaksanaan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) diselenggarakan oleh panitia pusat dan panitia lokal yang terdiri dari kampus-kampus negeri. LTMPT sendiri baru diresmikan pada Rakernas Kemenristekdikti di Semarang, Januari 2019.
Ketua LTMPT Prof Ravik Karsidi mengatakan terdapat perbedaan yang signifikan dalam penerimaan mahasiswa baru pada 2019. Terutama pada SBMPTN.
SNMPTN dilakukan berdasarkan hasil penelusuran prestasi akademik dan atau portofolio calon mahasiswa. Untuk SNMPTN tidak mengalami perubahan yakni berdasarkan nilai rapor.
Sedangkan untuk SBMPTN dilakukan berdasarkan hasil Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK). Pada tahun sebelumnya ujian dilakukan dua jenis yakni berbasis kertas dan komputer. Untuk tahun ini tes berbasis kertas ditiadakan.
UTBK terdiri dari Tes Potensi Skolastik (TPS) dan Tes Kompetensi Akademik (TKA) serta kriteria lain yang disepakati PTN.
"Dengan adanya tes ini diharapkan dapat melihat kemampuan dasar calon mahasiswa. Mahasiswa dapat mengetahui dirinya cocok dibidang apa, sehingga mengurangi salah memilih jurusan, " kata Ravik.
TPS mengukur kemampuan kognitif, yakni kemampuan penalaran dan pemahaman umum untuk keberhasilan di jenjang pendidikan tinggi. Kemampuan ini meliputi kemampuan penalaran umum, pengetahuan kuantitatif, pengetahuan dan pemahaman umum, serta kemampuan memahami bacaan dan menulis.
Sementara untuk TKA mengukur pengetahuan dan pemahaman keilmuan dan kemampuan kognitif yang terkait langsung dengan konten mata pelajaran yang dipelajari di sekolah. Dengan kedua tes ini diharapkan dapat mengukur kemampuan mahasiswa menyelesaikan studi tepat waktu.
Jika pada tahun-tahun sebelumnya, UTBK sebagai syarat mengikuti SBMPTN hanya dilakukan satu kali dalam setahun. Maka mulai tahun ini, UTBK dilakukan sebanyak 10 kali sepanjang Sabtu dan Minggu selama tanggal pelaksanaan. Pendaftaran UTBK dilangsungkan pada 1 Maret hingga 1 April 2019 dan untuk pelaksanaannya dilangsungkan 13 April hingga 26 Mei 2019. Peserta bisa mengetahui hasil UTBK nya, paling lambat 10 hari setelah pelaksanaan.
"Peserta bisa mengikuti UTBK maksimal dua kali. Kalau tidak puas dengan hasil pertamanya bisa ikut lagi, tapi dengan syarat harus membayar biaya UTBK dan mendaftar di gelombang pertama dan kedua," jelas Ravik yang merupakan Rektor Universitas Negeri Sebelas Maret itu.
Pendaftaran UTBK gelombang pertama pada 1 hingga 24 Maret 2019 dan gelombang kedua pada 25 Maret hingga 1 April 2019. Waktu pelaksanaan tes untuk peserta pendaftar gelombang pertama tanggal 13 April hingga 4 Mei 2019 dan waktu pelaksanaan tes untuk peserta pendaftar gelombang kedua tanggal 11 Mei hinga 26 Mei 2019.
Pelaksanaan UTBK dilakukan di 74 pusat tes yang ada di Tanah Air. Untuk biaya satu kali tes sebesar Rp200.000. Siswa yang berhak mengikuti UTBK 2019 merupakan lulusan SMA sederajat pada 2019 atau peserta didik Paket C tahun 2019. Kemudian lulusan SMA sederajat tahun 2017 dan 2018 atau lulusan Paket C tahun 2017 dan 2018.
Untuk kelompok UTBK terdiri dari Sains dan Teknologi (Saintek) dengan materi ujian TPS dan TKA Saintek (Matematika Saintek, Fisika, Kimia, dan Biologi), dan Soshum dengan materi ujian TPS dan TKA Soshum (Matematika Soshum, Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi).
Dengan nilai yang didapat dari UTBK tersebut, calon mahasiswa dapat mendaftar di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tujuannya. Masing-masing PTN menentukan sendiri batas nilainya, namun yang membedakan adalah kriteria khusus atau pertimbangan prestasi. Hal ini ditentukan oleh rektor PTN yang bersangkutan.
Rasa Keadilan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) pada 2019 lebih memberikan rasa keadilan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
"Mekanisme seleksi masuk PTN pada 2019, lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, serta memberikan rasa keadilan pada mahasiswa," kata Nasir.
Pola seleksi masuk PTN 2019 dilaksanakan melalui tiga jalur yaitu, SNMPTN dengan daya tampung minimal 20 persen, SBMPTN minimal 40 persen dan Seleksi Mandiri maksimal 30 persen dari kuota daya tampung tiap prodi di PTN.
Nasir menambahkan melalui seleksi yang baru tersebut, peserta bisa mengetahui nilai yang diraihnya serta berapa nilai kelulusan di PTN yang dituju. Selama bertahun-tahun pelaksanaan SBMPTN tidak mengalami perubahan hanya berganti nama mulai dari Sipenmaru, SPMB hingga SNMPTN.
Nasir mengatakan dengan adanya LTMPT, masyarakat akan diuntungkan karena ujian berbasis komputer akan mengurangi kesalahan pengisian identitas, kode soal dan pengisian lembar jawaban.
Permasalahan itu menjadi perhatian serius pemerintah. Makanya sejak 2018, pemerintah melalui Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) membentuk Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) yang mempunyai status permanen.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yakni pelaksanaan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) diselenggarakan oleh panitia pusat dan panitia lokal yang terdiri dari kampus-kampus negeri. LTMPT sendiri baru diresmikan pada Rakernas Kemenristekdikti di Semarang, Januari 2019.
Ketua LTMPT Prof Ravik Karsidi mengatakan terdapat perbedaan yang signifikan dalam penerimaan mahasiswa baru pada 2019. Terutama pada SBMPTN.
SNMPTN dilakukan berdasarkan hasil penelusuran prestasi akademik dan atau portofolio calon mahasiswa. Untuk SNMPTN tidak mengalami perubahan yakni berdasarkan nilai rapor.
Sedangkan untuk SBMPTN dilakukan berdasarkan hasil Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK). Pada tahun sebelumnya ujian dilakukan dua jenis yakni berbasis kertas dan komputer. Untuk tahun ini tes berbasis kertas ditiadakan.
UTBK terdiri dari Tes Potensi Skolastik (TPS) dan Tes Kompetensi Akademik (TKA) serta kriteria lain yang disepakati PTN.
"Dengan adanya tes ini diharapkan dapat melihat kemampuan dasar calon mahasiswa. Mahasiswa dapat mengetahui dirinya cocok dibidang apa, sehingga mengurangi salah memilih jurusan, " kata Ravik.
TPS mengukur kemampuan kognitif, yakni kemampuan penalaran dan pemahaman umum untuk keberhasilan di jenjang pendidikan tinggi. Kemampuan ini meliputi kemampuan penalaran umum, pengetahuan kuantitatif, pengetahuan dan pemahaman umum, serta kemampuan memahami bacaan dan menulis.
Sementara untuk TKA mengukur pengetahuan dan pemahaman keilmuan dan kemampuan kognitif yang terkait langsung dengan konten mata pelajaran yang dipelajari di sekolah. Dengan kedua tes ini diharapkan dapat mengukur kemampuan mahasiswa menyelesaikan studi tepat waktu.
Jika pada tahun-tahun sebelumnya, UTBK sebagai syarat mengikuti SBMPTN hanya dilakukan satu kali dalam setahun. Maka mulai tahun ini, UTBK dilakukan sebanyak 10 kali sepanjang Sabtu dan Minggu selama tanggal pelaksanaan. Pendaftaran UTBK dilangsungkan pada 1 Maret hingga 1 April 2019 dan untuk pelaksanaannya dilangsungkan 13 April hingga 26 Mei 2019. Peserta bisa mengetahui hasil UTBK nya, paling lambat 10 hari setelah pelaksanaan.
"Peserta bisa mengikuti UTBK maksimal dua kali. Kalau tidak puas dengan hasil pertamanya bisa ikut lagi, tapi dengan syarat harus membayar biaya UTBK dan mendaftar di gelombang pertama dan kedua," jelas Ravik yang merupakan Rektor Universitas Negeri Sebelas Maret itu.
Pendaftaran UTBK gelombang pertama pada 1 hingga 24 Maret 2019 dan gelombang kedua pada 25 Maret hingga 1 April 2019. Waktu pelaksanaan tes untuk peserta pendaftar gelombang pertama tanggal 13 April hingga 4 Mei 2019 dan waktu pelaksanaan tes untuk peserta pendaftar gelombang kedua tanggal 11 Mei hinga 26 Mei 2019.
Pelaksanaan UTBK dilakukan di 74 pusat tes yang ada di Tanah Air. Untuk biaya satu kali tes sebesar Rp200.000. Siswa yang berhak mengikuti UTBK 2019 merupakan lulusan SMA sederajat pada 2019 atau peserta didik Paket C tahun 2019. Kemudian lulusan SMA sederajat tahun 2017 dan 2018 atau lulusan Paket C tahun 2017 dan 2018.
Untuk kelompok UTBK terdiri dari Sains dan Teknologi (Saintek) dengan materi ujian TPS dan TKA Saintek (Matematika Saintek, Fisika, Kimia, dan Biologi), dan Soshum dengan materi ujian TPS dan TKA Soshum (Matematika Soshum, Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi).
Dengan nilai yang didapat dari UTBK tersebut, calon mahasiswa dapat mendaftar di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tujuannya. Masing-masing PTN menentukan sendiri batas nilainya, namun yang membedakan adalah kriteria khusus atau pertimbangan prestasi. Hal ini ditentukan oleh rektor PTN yang bersangkutan.
Rasa Keadilan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) pada 2019 lebih memberikan rasa keadilan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
"Mekanisme seleksi masuk PTN pada 2019, lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, serta memberikan rasa keadilan pada mahasiswa," kata Nasir.
Pola seleksi masuk PTN 2019 dilaksanakan melalui tiga jalur yaitu, SNMPTN dengan daya tampung minimal 20 persen, SBMPTN minimal 40 persen dan Seleksi Mandiri maksimal 30 persen dari kuota daya tampung tiap prodi di PTN.
Nasir menambahkan melalui seleksi yang baru tersebut, peserta bisa mengetahui nilai yang diraihnya serta berapa nilai kelulusan di PTN yang dituju. Selama bertahun-tahun pelaksanaan SBMPTN tidak mengalami perubahan hanya berganti nama mulai dari Sipenmaru, SPMB hingga SNMPTN.
Nasir mengatakan dengan adanya LTMPT, masyarakat akan diuntungkan karena ujian berbasis komputer akan mengurangi kesalahan pengisian identitas, kode soal dan pengisian lembar jawaban.