Palembang (ANTARA News Sumsel) - Timnas sepak bola putri Jepang saat ini menyandang peringkat 6 dunia berdasarkan perangkingan FIFA terbaru, atau satu tingkat di bawah Kanada dan satu tingkat di atas Brazil.
Wajar jika tim ini ditasbihkan menjadi kandidat juara Asian Games XVIII tahun 2018 ini, selain Korea Utara yang menjadi juara bertahan dengan status peringkat 10 besar dunia.
Jika mengulik etos kerja Timnas putri Jepang ini, bisa saja membuat sebagian orang terbelalak karena menyaksikan kebiasaan yang mereka lakukan di dalam dan di lapangan.
Asal tahu saja, Timnas Jepang menjadi satu-satunya tim yang mau berlatih di tengah panas terik cuaca Kota Palembang yang saat ini bisa rata-rata 35 derajat celcius. Tim ini bersedia berlatih dari pukul 11.00 - 13.00 WIB.
Sejak tiba di Palembang pada 13 Agustus 2018, tim yang dilatih Takemoto Asako ini sama sekali tidak pernah libur latihan. Bahkan demi menambah jam latihan, mereka bersedia mengambil jadwal latihan tim lain yang tidak diambil. Bahkan pada hari pertandingan, Nakajima Emi dan kawan-kawan masih berlatih di pagi harinya.
Hal lain yang cukup mengesankan dari tim ini yakni kerja sama tim yang dibangun bukan hanya di dalam lapangan tapi hingga di luar lapangan. Seperti, menjadi suatu yang biasa menyaksikan pemain kelas dunia ini mengangkat barang-barang keperluan tim, seperti kotak pendingin air minum, air mineral, bola, peralatan latihan, dan lainnya.
Kemudian, menyaksikan pemain pengganti yang duduk di bench yang terburu-buru menyongsong pemain inti untuk memberikan air mineral di saat water break. Tak satu pun pemain yang diam saja duduk di beach, meski hanya sekadar mendatangi temannya untuk memberikan semangat.
Satu hal menarik lainnya, selalu ada seseorang yang menyediakan kantong kresek untuk mengambil sampah botol di saat latihan dan pertandingan. Sehingga bench Jepang selalu bersih. Uniknya, hal ini bisa dilakukan pemain, atau ofisial tim.
Ketika di lapangan juga tidak jauh berbeda. Kerja sama tim selalu terbangun dengan rapi antarlini dengan skema permainan yang sangat teratur. Alur bola sangat teratur bergerak dari bawah menuju lini pertahanan lawan, jika pun menerapkan long passing langsung ke lini depan juga dengan skema yang rapi.
Sepanjang pertandingan, tim terbaik di Asia ini lebih mengutamakan permainan kolektif sehingga nyaris tidak ada pemain yang melakukan tendangan coba-coba ke arah gawang. Seperti saat Jepang melawan Vietnam, Selasa (21/8) malam, tercatat hanya satu kali tendangan coba-coba dari luar kota penalti ke gawang lawan, itu pun nyaris menjadi gol jika saja tidak membentur tiang.
Saat bermain, tim ini lebih mengedepankan ball position (dominasi pengusahaan bola), kerja sama tim, kecepatan, skill individu, dan daya tahan.?
Pesepak bola wanita Jepang Sakaguchi Moeno (tengah) berusaha melewati sejumlah pesepak bola wanita Vitenam dalam penyisihan grup C sepak bola wanita Asian Games 2018 di Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (21/8). Jepang menang atas Vietnam dengan skor 7-0. (ANTARA FOTO/INASGOC/Zabur Karuru/Ful/18)
Saat melawan Vietnam (wakil Asia Tenggara di AFC Cup 2018), Jepang bisa unggul dalam penguasaan bola hingga 63 persen berbanding 37 persen, dan mampu menembakkan bola ke target sebanyak 20 kali dan menjadi tujuh gol, sementara Vietnam hanya mendapatkan kesempatan dua kali.
Soal mental, jangan ditanya lagi. Bukan hanya bersemangat yang berkobar sepanjang pertandingan, tim ini juga memiliki `kedewasaan` yang tinggi. Jika dibandingkan dengan tim elite 20 besar dunia lainnya seperti Korea Selatan (15) dan China (17) tetap ada perbedaan kelasnya.
Saat menghadapi Vietnam, sejatinya Jepang sudah bisa membombardir gawang lawannya sejak menit pertama. Tapi hal itu tidak lakukannya. Pada menit awal, mereka berupaya mengenal dulu kekuatan lawan sehingga gol pembuka baru tercipta pada menit ke-4. Hal ini berbeda dengan China dan Korea Selatan yang rata-rata sudah mencetak gol di menit pertama jika berhadapan dengan tim yang satu level atau dua level di bawahnya.
Selain itu, paling mencolok dari Timnas Jepang ini ketika di lapangan yakni ketenangan dari para pemainnya. Mereka seakan telah memiliki pola layaknya `robot` sehingga tidak pernah melakukan eksekusi dengan terburu-buru. Jika pun gol tidak tercipta saat shooting langsung ke gawang lawan, hal itu lebih karena adanya halangan dari pemain lawan seperti ketika akan heading, ada pemain lawan yang juga ikut melompat.
Sejatinya, keunggulan mereka ini sungguh kontras dengan kelemahan yang dimiliki Timnas Jepang dari sisi postur tumbuh. Pemain mereka memiliki tinggi rata-rata layaknya perempuan Asia yakni sekitar 150-160 cm. Bahkan gelandang tengahnya yang dikenal lincah dan sulit dihentikan hanya memiliki postur tinggi 154 cm.
Padahal tim-tim elite dunia saat ini sebut saja Korea Selatan dan China sudah memiliki amunisi pemain dengan tinggi rata-rata 170 cm, belum lagi jika membicarakan peringkat satu hingga tiga dunia Amerika, Jerman, dan Prancis yang sudah memiliki tinggi rata-rata pemainnya berkisar 175-180 cm. Lantas bagaimana mereka bisa menembus sepuluh besar ? Jawabnya keungulan dari etos kerja mereka.
Timnas Jepang sejauh ini telah mencetak sejumlah prestasi membanggakan yakni juara Piala Dunia Jerman 2011, medali perak Olimpiade London 2012.
Kemudian untuk rekornya di Asian Games, Jepang merupakan juara Asian Games 2010 di Guangzhou, peringkat kedua pada Asian Games di Beijing 1990, Hirosima 1994, dan Doha 2006. Sedangkan dua penyelenggaraan Asian Games yakni di Bangkok 1998 dan di Busan 2002 sebatas meraih perunggu.
Khusus di Asian Games 2018 Indonesia, Jepang tentunya ingin meraih medali emas setelah gagal pada empat tahun lalu di Incheon. Saingan terberat Negeri Matahari Terbit ini yakni Korea Utara sebagai juara bertahan, dan China.
(T.D019/F001)
Wajar jika tim ini ditasbihkan menjadi kandidat juara Asian Games XVIII tahun 2018 ini, selain Korea Utara yang menjadi juara bertahan dengan status peringkat 10 besar dunia.
Jika mengulik etos kerja Timnas putri Jepang ini, bisa saja membuat sebagian orang terbelalak karena menyaksikan kebiasaan yang mereka lakukan di dalam dan di lapangan.
Asal tahu saja, Timnas Jepang menjadi satu-satunya tim yang mau berlatih di tengah panas terik cuaca Kota Palembang yang saat ini bisa rata-rata 35 derajat celcius. Tim ini bersedia berlatih dari pukul 11.00 - 13.00 WIB.
Sejak tiba di Palembang pada 13 Agustus 2018, tim yang dilatih Takemoto Asako ini sama sekali tidak pernah libur latihan. Bahkan demi menambah jam latihan, mereka bersedia mengambil jadwal latihan tim lain yang tidak diambil. Bahkan pada hari pertandingan, Nakajima Emi dan kawan-kawan masih berlatih di pagi harinya.
Hal lain yang cukup mengesankan dari tim ini yakni kerja sama tim yang dibangun bukan hanya di dalam lapangan tapi hingga di luar lapangan. Seperti, menjadi suatu yang biasa menyaksikan pemain kelas dunia ini mengangkat barang-barang keperluan tim, seperti kotak pendingin air minum, air mineral, bola, peralatan latihan, dan lainnya.
Kemudian, menyaksikan pemain pengganti yang duduk di bench yang terburu-buru menyongsong pemain inti untuk memberikan air mineral di saat water break. Tak satu pun pemain yang diam saja duduk di beach, meski hanya sekadar mendatangi temannya untuk memberikan semangat.
Satu hal menarik lainnya, selalu ada seseorang yang menyediakan kantong kresek untuk mengambil sampah botol di saat latihan dan pertandingan. Sehingga bench Jepang selalu bersih. Uniknya, hal ini bisa dilakukan pemain, atau ofisial tim.
Ketika di lapangan juga tidak jauh berbeda. Kerja sama tim selalu terbangun dengan rapi antarlini dengan skema permainan yang sangat teratur. Alur bola sangat teratur bergerak dari bawah menuju lini pertahanan lawan, jika pun menerapkan long passing langsung ke lini depan juga dengan skema yang rapi.
Sepanjang pertandingan, tim terbaik di Asia ini lebih mengutamakan permainan kolektif sehingga nyaris tidak ada pemain yang melakukan tendangan coba-coba ke arah gawang. Seperti saat Jepang melawan Vietnam, Selasa (21/8) malam, tercatat hanya satu kali tendangan coba-coba dari luar kota penalti ke gawang lawan, itu pun nyaris menjadi gol jika saja tidak membentur tiang.
Saat bermain, tim ini lebih mengedepankan ball position (dominasi pengusahaan bola), kerja sama tim, kecepatan, skill individu, dan daya tahan.?
Saat melawan Vietnam (wakil Asia Tenggara di AFC Cup 2018), Jepang bisa unggul dalam penguasaan bola hingga 63 persen berbanding 37 persen, dan mampu menembakkan bola ke target sebanyak 20 kali dan menjadi tujuh gol, sementara Vietnam hanya mendapatkan kesempatan dua kali.
Soal mental, jangan ditanya lagi. Bukan hanya bersemangat yang berkobar sepanjang pertandingan, tim ini juga memiliki `kedewasaan` yang tinggi. Jika dibandingkan dengan tim elite 20 besar dunia lainnya seperti Korea Selatan (15) dan China (17) tetap ada perbedaan kelasnya.
Saat menghadapi Vietnam, sejatinya Jepang sudah bisa membombardir gawang lawannya sejak menit pertama. Tapi hal itu tidak lakukannya. Pada menit awal, mereka berupaya mengenal dulu kekuatan lawan sehingga gol pembuka baru tercipta pada menit ke-4. Hal ini berbeda dengan China dan Korea Selatan yang rata-rata sudah mencetak gol di menit pertama jika berhadapan dengan tim yang satu level atau dua level di bawahnya.
Selain itu, paling mencolok dari Timnas Jepang ini ketika di lapangan yakni ketenangan dari para pemainnya. Mereka seakan telah memiliki pola layaknya `robot` sehingga tidak pernah melakukan eksekusi dengan terburu-buru. Jika pun gol tidak tercipta saat shooting langsung ke gawang lawan, hal itu lebih karena adanya halangan dari pemain lawan seperti ketika akan heading, ada pemain lawan yang juga ikut melompat.
Sejatinya, keunggulan mereka ini sungguh kontras dengan kelemahan yang dimiliki Timnas Jepang dari sisi postur tumbuh. Pemain mereka memiliki tinggi rata-rata layaknya perempuan Asia yakni sekitar 150-160 cm. Bahkan gelandang tengahnya yang dikenal lincah dan sulit dihentikan hanya memiliki postur tinggi 154 cm.
Padahal tim-tim elite dunia saat ini sebut saja Korea Selatan dan China sudah memiliki amunisi pemain dengan tinggi rata-rata 170 cm, belum lagi jika membicarakan peringkat satu hingga tiga dunia Amerika, Jerman, dan Prancis yang sudah memiliki tinggi rata-rata pemainnya berkisar 175-180 cm. Lantas bagaimana mereka bisa menembus sepuluh besar ? Jawabnya keungulan dari etos kerja mereka.
Timnas Jepang sejauh ini telah mencetak sejumlah prestasi membanggakan yakni juara Piala Dunia Jerman 2011, medali perak Olimpiade London 2012.
Kemudian untuk rekornya di Asian Games, Jepang merupakan juara Asian Games 2010 di Guangzhou, peringkat kedua pada Asian Games di Beijing 1990, Hirosima 1994, dan Doha 2006. Sedangkan dua penyelenggaraan Asian Games yakni di Bangkok 1998 dan di Busan 2002 sebatas meraih perunggu.
Khusus di Asian Games 2018 Indonesia, Jepang tentunya ingin meraih medali emas setelah gagal pada empat tahun lalu di Incheon. Saingan terberat Negeri Matahari Terbit ini yakni Korea Utara sebagai juara bertahan, dan China.
(T.D019/F001)