Berlin (ANTARA News Sumsel) - Berpuasa ramadhan di negara Eropa Barat sangatlah berbeda dengan di Indonesia karena bulan ramadhan kali ini (1439 H) bertepatan dengan musim panas sehingga ada tantangan tersendiri khususnya bagi Wong Palembang yang baru  pertama kali berpuasa di Jerman, berikut ini pengalamannya.

“Ya, ini pengalaman pertama saya bisa berpuasa di Jerman, ternyata tantangannya cukup berat. Tapi sebagai umat muslim, Alhamdullilah saya bisa menjalankannya dengan sabar dan ikhlas,” ungkap remaja putri asli Wong Kito Jasmine yang menetap di Kota Mannheim, Propinsi BW, Jerman sejak sembilan bulan lalu.   Jasmine kuliah dan menetap di Kota Mannheim, Propinsi BW, Jerman (Ist) Diceritakan Jasmine, selain jauh dari keluarga, berpuasa di Jerman sangatlah beda dengan di Indonesia khususnya Kota Palembang sebab lama berpuasa sehari bisa mencapai 19 jam.

“Sahurnya biasa jam 3 pagi, lalu berbuka puasa di jam 9 malam lebih,” kata alumnus SMA LTI IGM Palembang ini.

Saat ini, Jasmine sedang persiapan StudienKolleg (STK) di Kota Mannheim.

Untuk bisa kuliah di Jerman, calon mahasiswa harus terlebih dahulu menyelesaikan STK yang banyak tersedia di seluruh penjuru Jerman.Tinggal pilih mau STK di kota mana, yang penting lulus test. 

Calon mahasiswa sebelum mengambil jurusun kuliah wajib menamatkan STK hingga dua semester namun ada juga beberapa lembaga yang mensyaratkan satu semester.

Syarat ikut test STK, calon mahasiswa terlebih dahulu harus menguasai bahasa Jerman dengan lisensi sertifikat A1, A2, B1 dan B2 terbitan lembaga kursus bahasa Jerman di Indonesia atau Jerman.

Soal menu makan ? Cerita Jasmine, baik untuk sahur maupun berbuka tidak jadi masalah karena di Jerman banyak ditemukan produk halal seperti di mini market atau toko orang Asia.

Untuk menghemat biaya, ia dan beberapa rekan sesama muslim terpaksa memasak sendiri dengan resep olahan yang dipelajari sendiri.

“Yang terkadang rindu juga dengan makanan Palembang seperti pempek, pindang, tekwan dan takjil, tapi mana mungkin bisa didapat disini,” jelas putri pasangan Herdiani Romadhon dan Nora Violita .

Puasa 19 jam sehari saat musim panas

Tak jauh beda dengan Jasmine, M. Fajar Sartana Putra yang kini menetap di Berlin Jerman sejak Februari 2018 memiliki banyak cerita dan pengalaman seru soal berpuasa di sana.

“Waduh…selain waktu puasa yang mencapai 19 jam, tantangan berpuasa di sini lumayan berat. Ya tahu sendiri lah kondisi orang-orang di sini bagaimana pergaulan maupun kehidupannya,”ungkap alumnus SMA Negeri 6 Palembang yang sedang pra STK di Kota Berlin. Fajar (batik hijau) dan rekannya kuliah di Berlin Jerman(Ist) Fajar mengatakan, beruntung lokasi tempat tinggalnya di Berlin tidak begitu jauh dari masjid di Kota Berlin sehingga ia dengan mudah menjalankan ibadah selama ramadhan.

Bahkan, terkadang ia bersama rekan sesama muslim di Berlin kerap diundang pengurus masjid untuk berbuka puasa di masjid setempat.

Pernah juga diundang pihak Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI) Jerman di Berlin untuk buka puasa bersama orang Indonesia yang tinggal di Jerman. Suasana buka puasa bersama di KJRI Berlin, Jerman. (Ist) “Puasanya sehari mencapai 19 jam, jarak berbuka ke sahur hanya sekitar 5 jam. Jadi, biasanya abis tarawih di Masjid Al Falah IWKZ, kami langsung makan sahur, jangan sampai ketiduran karena jarak waktunya lumayan singkat,” cerita alumnus SMPN 9 (Unggulan) Palembang ini.

Menurut Fajar, ada tantangan lainnya selama berpuasa di Jerman. Misalnya, saat ia dan teman muslim berjalan di kota, tiba-tiba banyak orang lalu lalang membawa es krim atau beragam makanan yang menimbulkan aroma khas sehingga menyengat hingga ke hidung.

“Wah…rasanya berat sekali godaannya karena sepanjang jalan di kota banyak restoran terbuka lebar bahkan outlet es krim dimana-mana karena saat ini sudah memasuki musim 'summer' atau panas sehingga penikmat es krim lumayan banyak,” jelas putra Aan S dan Henny asal Bukit Sangkal, Kalidoni, Palembang.

 

Pewarta : Aan Sartana
Editor : Erwin Matondang
Copyright © ANTARA 2024