Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menilai menutup akses Facebook di Indonesia akibat penyalahgunaan data pengguna oleh pihak ketiga bukan solusi mengatasi masalah tersebut.
Deputi Direktur Riset Elsam Wahyudi Djafar di Jakarta, Rabu (10-4-2018) mendorong pelaksanaan audit bersama pemerintah dan Facebook untuk mengetahui letak pelanggaran, data apa yang dibocorkan, serta data apa yang dipindahtangankan.
"Saya tidak sepakat ketika harus diblokir atau penutupan, itu lebih banyak mudaratnya. Menurut saya lebih baik investigasi lalu menentukan bentuk pemulihannya apa? Sanksi seperti apa? Ke depan harus melakukan apa mereka," tutur Wahyudi.
Isu tentang pemblokiran atau penutupan, ucap dia, biasanya berangkat dari isu konten, tetapi untuk Facebook berawal dari isu data pribadi pengguna layanan.
Seperti Telegram dan Tmblr yang aksesnya ditutup oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, disebabkan adanya konten yang dianggap ilegal, seperti konten pornografi.
"Itu isunya 'kan ada konten dianggap ilegal, kemudian ditutup, Facebook selama ini tidak ada laporan mereka menyebarkan konten ilegal, jadi alasannya apa kalau dilakukan penutupan?" kata Wahyudi.
Apabila Facebook ditutup, dia khawatir justru akan membatasi hak informasi publik yang selama ini dapat berkomunikasi melalui Facebook serta mengambil informasi dari media sosial tersebut.
Selain audit bersama, pihaknya juga mengusulkan adanya mekanisme pemulihan terhadap pengguna Facebook yang dilanggar privasinya, kemudian kewajiban yang harus dibebankan kepada Facebook, misalnya memperbarui term of service atau privacy policy agar sesuai dengan ketentuan privasi.
Hal tersebut agar praktik-praktik pemindahtanganan atau penyalahgunaan data tidak terjadi lagi. Selain itu, ke depan Facebook perlu didorong mendidik pengguna layanannya, tidak hanya melakukan perekaman terhadap data-data atau konten yang diunggah di Facebook untuk keperluan pengumpulan data skala besar.
(T.D020/D. Kliwantoro)
Deputi Direktur Riset Elsam Wahyudi Djafar di Jakarta, Rabu (10-4-2018) mendorong pelaksanaan audit bersama pemerintah dan Facebook untuk mengetahui letak pelanggaran, data apa yang dibocorkan, serta data apa yang dipindahtangankan.
"Saya tidak sepakat ketika harus diblokir atau penutupan, itu lebih banyak mudaratnya. Menurut saya lebih baik investigasi lalu menentukan bentuk pemulihannya apa? Sanksi seperti apa? Ke depan harus melakukan apa mereka," tutur Wahyudi.
Isu tentang pemblokiran atau penutupan, ucap dia, biasanya berangkat dari isu konten, tetapi untuk Facebook berawal dari isu data pribadi pengguna layanan.
Seperti Telegram dan Tmblr yang aksesnya ditutup oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, disebabkan adanya konten yang dianggap ilegal, seperti konten pornografi.
"Itu isunya 'kan ada konten dianggap ilegal, kemudian ditutup, Facebook selama ini tidak ada laporan mereka menyebarkan konten ilegal, jadi alasannya apa kalau dilakukan penutupan?" kata Wahyudi.
Apabila Facebook ditutup, dia khawatir justru akan membatasi hak informasi publik yang selama ini dapat berkomunikasi melalui Facebook serta mengambil informasi dari media sosial tersebut.
Selain audit bersama, pihaknya juga mengusulkan adanya mekanisme pemulihan terhadap pengguna Facebook yang dilanggar privasinya, kemudian kewajiban yang harus dibebankan kepada Facebook, misalnya memperbarui term of service atau privacy policy agar sesuai dengan ketentuan privasi.
Hal tersebut agar praktik-praktik pemindahtanganan atau penyalahgunaan data tidak terjadi lagi. Selain itu, ke depan Facebook perlu didorong mendidik pengguna layanannya, tidak hanya melakukan perekaman terhadap data-data atau konten yang diunggah di Facebook untuk keperluan pengumpulan data skala besar.
(T.D020/D. Kliwantoro)