Palembang (ANTARA Sumsel) - Sumatera Selatan harus berjuang keras untuk mendatangkan investor jika ingin mewujudkan keinginan menjadi tuan rumah ajang otomotif kelas dunia Grand Prix Sepeda Motor "MotoGP" Tahun 2018.

Apalagi hingga kini, otoritas penyelenggara MotoGP, Dorna Sports belum memberikan rilis resmi perihal tempat pelaksanaan ajang tersebut di tahun mendatang.

Meski sudah ada petunjuk melalui Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi bahwa MotoGP akan digelar di Indonesia, namun ada tiga tempat yang terus menjadi kajian Dorna Sport, yakni kawasan wisata Mandalika, Palembang, dan Sentul.

Belakangan lebih mengejutkan lagi, Komite Olahraga Nasional Thailand (SAT) mengklaim telah mencapai kesepakatan dengan MotoGP, Dorna Sports, untuk menjadi tuan rumah tahun depan.

Seperti dilansir Bangkok Post, MotoGP Thailand rencananya digelar pada 5-7 Oktober 2018, yakni sebelum gelaran GP Jepang, Australia, dan Malaysia yang lebih dikenal dengan triple header.

Terkait ini Gubernur Sumatera Alex Noerdin tidak terpengaruh, bahkan dalam suatu kesempatan kembali menegaskan bahwa daerahnya tidak main-main dalam mewujudkan keinginan menjadi tuan rumah MotoGP, meski dana investasi yang harus disiapkan mencapai Rp500-600 miliar.

"Lihat sendiri siapa yang lebih siap. Siapa yang sudah start lebih dahulu?" kata Alex.

Meski sirkuit yang diproyeksikan menjadi arena Moto GP di kawasan Jakabaring Sport City masih dalam tahap penyiapan lahan, menurut Alex, Palembang jauh lebih siap.

Adanya Asian Games pada Agustus 2018 membuat Palembang telah berbenah sejak 2015 dengan membangun sejumlah proyek infrastruktur, seperti jalan tol, Light Rail Transit (kereta api dalam kota), Jembatan Musi IV dan Jembatan Musi VI, flay over (jalan layang), rumah sakit, perluasan bandara dan lainnya.

Selain itu, kawasan Jakabaring ini merupakan kawasan terintegrasi belasan arena olahraga bertaraf internasional yang belum ada satu pun provinsi di Indonesia yang memilikinya.

"Nanti, dari bandara bisa langsung ke Jakabaring naik LRT, tidak perlu terjebak kemacetan. Lantas, bandingkan jika penyelenggaran dipaksakan di Sentul. Tentunya harus membangun sirkuit baru dan belum lagi bagaimana menyiapkan akses ke sana," ujar Alex.

Untuk itu, Alex sangat percaya diri bahwa nantinya pilihan Dorna Sport pada Kota Palembang, Sumatera Selatan. Apalagi, dalam beberapa kali lobi-lobi, Dorna sudah menerima masterplan yang ditawarkan Sumatera Selatan, termasuk menunjuk Herman Tilke, perancang 18 dari 21 sirkuit MotoGP, serta 16 dari 19 sirkuit Formula 1 yang ada di seluruh dunia.

"Jika di Mandalika karena alasan merupakan kawasan yang luas, bisa membangun sekaligus hotel, lapangan golf dan lainnya. Apakah di Jakabaring tidak bisa? Saat ini masih ada tersisa 130 hektare, dan ini sangat memadai," kata dia.

Untuk itu, tak heran sejumlah investor sudah menyatakan ketertarikan untuk menanamkan modal pada bisnis ajang olahraga tersebut, namun ada juga beberapa yang menarik diri.

Sumsel sedang `fight` supaya MotoGP ini tidak lepas. Ini luar biasa berat, apalagi Sumsel sudah dikejar tengat waktu. Tapi tidak masalah, kami biasa kerja yang mepet-mepet begini, kata Alex.

Sejumlah strategi sedang dijalankan untuk menarik investor ini, salah satunya mendirikan Badan Usaha Milik Daerah PT Jakabaring Sport City.

Melalui perusahaan daerah ini diharapkan pengelolaan Kawasan Jakabaring Sport City menjadi lebih profesional karena telah berorientasi bisnis.

Teranyar, Alex menegaskan bahwa menjadi tidak masalah jika ada investor menginginkan satu kawasan di Jakabaring untuk sekaligus membangun hotel, lapangan golf, wahana hiburan dan lainnya.

Menurut dia, hal itu tidak ada masalah asalkan hitung-hitungannya jelas.

                    Keuntungan Tuan Rumah

MotoGP dikelola oleh Dorna Sports sejak 1992, sebagai pemilik penuh semua hak komersial dan penyiaran ajang tersebut. Dalam setiap penyelenggaraan, Dorna rata-rata menerima 6-10 juta dolar AS dan umumnya setiap sirkuit menjalin kontrak dua hingga 15 tahun. Mereka juga mendapatkan pemasukan dari sponsor, merchandising, dan lain-lain.

Pihak penyelenggara (tuan rumah) harus membayar "event fee" tersebut dan sekaligus menyediakan sejumlah fasilitas kepada tim-tim maupun untuk kepentingan balapan itu sendiri, seperti aspek keamanan, safety car, medis, truk kontainer pengangkut logistik tim, dan sebagainya.

Oleh karena itu, setiap tuan rumah memiliki kalkulasi masing-masing, maka ongkos penyelenggaraan satu GP dengan GP yang lain pun tidak sama.

Ketua Ikatan Motor Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Augie Bunyamin mengatakan benefit yang bisa diambil dari hajatan MotoGP sangat besar dan memiliki dampak jangka menengah dan panjang.

Ini menjadi kesempatan promosi dan branding pariwisata, mendatangkan calon investor, dan lain-lain yang sangat luar biasa, kata dia.

Ia menjelaskan mengapa hal ini bisa terjadi karena negara penyelenggara akan mendapat ruang promosi internasional yang sangat besar. Walaupun penyelenggaraan balapan di sebuah negara hanya satu kali dalam satu tahun, tapi MotoGP itu sendiri berlangsung selama sembilan bulan.

Tentunya, kata pegiat olahraga otomotif ini, tuan rumah akan kontinyu mempromosikan sepanjang musim.

Ia tidak menyangkal bahwa biaya untuk penyelenggaraannya tidak kecil tapi jika dilihat dampak jangka panjangnya maka dipastikan akan "balik modal". Tentunya, untuk posisi balik modal itu membutuhkan waktu, biasanya penyelenggara menargetkan dua hingga tiga tahun.

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan menjadi tuan rumah ajang skala internasional maka sejatinya promosi yang dilakukan setara dengan biaya pelaksanaan kegiatan tersebut.

Ketika Palembang dipercaya sebagai penyelenggara MotoGP maka sama halnya melakukan promosi dengan biaya Rp1 triliun. Hampir pasti, Palembang akan dikenal secara luas, kata Arif Yahya seusai meresmikan Poltek Pariwisata di Palembang.

Hanya saja, manfaat itu tidak diperoleh secara langsung saat ajang MotoGP itu dilaksanakan. Manfaat baru dirasakan setelah ajang itu karena diperkirakan hampir 60 persen dari tamu negara akan kembali lagi ke Palembang sebagai wisatawan dengan membawa para kerabatnya.

Oleh karena itu, kata Menpar, penting kiranya pemerintah provinsi memanfaatkan momen MotoGP itu untuk mempromosikan hal lain, seperti wisata sejarah, fashion, kuliner dan alam.

Apa yang dikatakan Menpar tentunya bukan isapan jempol karena Motp GP hingga kini dipercaya merupakan sebuah ajangt untuk mencapai pasar global internasional, karena digelar oleh belasan negara dari empat benua, sebanyak 18 kali (seri), berlangsung selama sembilan bulan.

MotoGP adalah brand tertinggi untuk sebuah motor sport, sebuah kunci global, gaya hidup (life style), serta sport dan entertainment, serta merupakan tontonan olahraga yang "menggetarkan", penuh aksi, dan seru.

Sebagai sebuah tontotan yang akan menjadi "mata dan telinga" ke dunia internasional, setiap seri MotoGP menggunakan lebih dari 100 kamera, dengan jumlah kru 150 orang, mulai dari badan sepeda motor, paddock, sampai yang dibawa dengan helikopter, untuk memastikan peliputan (coverage) yang paling komprehensif dan konsisten.

Program internasional MotoGP didistribusikan ke 65 stasiun televisi di seluruh dunia dengan berdurasi total 17.123 jam, dan 59 persen di antaranya bersifat siaran langsung (live).

Terkait penyiaran, Dorna mencatat, siaran MotoGP diterima di 207 negara, dengan jumlah audiens mencapai 291 juta (hanya yang menonton di rumah), dan profil audiens siaran MotoGP adalah 70 persen berusia di bawah 35 tahun, dan rata-rata mereka sudah mengikuti MotoGP selama 11 tahun.

Dorna mencatat, gelaran MotoGP 2016 total penonton MotoGP terbanyak gelaran MotoGP Austria dengan total sekitar 215.850 penonton menyerbu Sirkuit Red Bull Ring pada musim liburan tersebut.

Benefit lain ditawarkan sebuah MotoGP kepada tuan rumah adalah kekuatan kampanye mereka lewat saluran-saluran media lain, seperti website, twitter, Facebook, Instagram, dan channel Youtube. Akankah Palembang menjadi kota berikutnya?

Pewarta : Dolly Rosana
Editor : Ujang
Copyright © ANTARA 2024