Jakarta (ANTARA Sumsel) - Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti meminta polisi menerapkan pasal berlapis untuk menjerat sembilan tersangka kasus peredaran obat PCC (paracetamol, caffeine dan carisoprodol).
"Para pelaku harus dikenakan pasal berlapis! Karena korbannya ini anak-anak" kata Retno di Jakarta, Sabtu.
Hal itu, menurut dia, karena banyak anak-anak yang menjadi korban atas kasus tersebut.
Kepolisian Daerah Sultra telah menangkap sembilan tersangka penjual dan pengedar obat PCC (paracetamol, caffeine dan carisoprodol) di wilayah setempat.
"Polda Sultra dan jajaran telah menindak pelaku penjual dan pengedar. Saat ini ada sembilan orang ditetapkan sebagai tersangka," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Martinus Sitompul.
Martinus menuturkan dari kesembilan tersangka tersebut, dua tersangka ditahan di Polda Sultra, empat tersangka ditahan di Polresta Kendari, dua tersangka ditahan di Polres Kolaka dan satu tersangka ditahan di Polres Konawe.
Dalam kasus ini, sejumlah barang bukti yang disita di antaranya sebanyak 5.227 butir pil/obat Daftar G, uang tunai Rp400.000 dan satu sachet bubuk PPC.
Akibat kasus penyalahgunaan pil PCC di Sultra, tercatat ada 66 orang menjadi korban, di mana satu di antaranya tewas. "Saat ini tinggal 15 orang yang masih dirawat di rumah sakit. Dua belas orang dirawat di RS Jiwa, dua orang dirawat di RS Bhayangkara dan satu orang dirawat di RS Bahteramas," katanya.
Para korban mengkonsumsi obat itu dengan cara menenggak hingga lima butir sekaligus, dan ada yang ditumbuk halus kemudian dicampurkan ke dalam minuman.
Atas perbuatannya, kesembilan tersangka dijerat dengan Pasal 197 junto Pasal 106 Ayat (1) UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan atau Pasal 204 Ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.
PCC merupakan sejenis obat penenang yang digunakan pada pasien pascaoperasi untuk mengurangi rasa nyeri akibat operasi.
Pengkonsumsian PCC harus dengan resep dokter.
Martinus menuturkan dampak yang ditimbulkan pada penyalah guna PCC di antaranya berhalusinasi hingga gangguan syaraf otak sehingga berperilaku aneh ataupun menyakiti diri sendiri.
"Para pelaku harus dikenakan pasal berlapis! Karena korbannya ini anak-anak" kata Retno di Jakarta, Sabtu.
Hal itu, menurut dia, karena banyak anak-anak yang menjadi korban atas kasus tersebut.
Kepolisian Daerah Sultra telah menangkap sembilan tersangka penjual dan pengedar obat PCC (paracetamol, caffeine dan carisoprodol) di wilayah setempat.
"Polda Sultra dan jajaran telah menindak pelaku penjual dan pengedar. Saat ini ada sembilan orang ditetapkan sebagai tersangka," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Martinus Sitompul.
Martinus menuturkan dari kesembilan tersangka tersebut, dua tersangka ditahan di Polda Sultra, empat tersangka ditahan di Polresta Kendari, dua tersangka ditahan di Polres Kolaka dan satu tersangka ditahan di Polres Konawe.
Dalam kasus ini, sejumlah barang bukti yang disita di antaranya sebanyak 5.227 butir pil/obat Daftar G, uang tunai Rp400.000 dan satu sachet bubuk PPC.
Akibat kasus penyalahgunaan pil PCC di Sultra, tercatat ada 66 orang menjadi korban, di mana satu di antaranya tewas. "Saat ini tinggal 15 orang yang masih dirawat di rumah sakit. Dua belas orang dirawat di RS Jiwa, dua orang dirawat di RS Bhayangkara dan satu orang dirawat di RS Bahteramas," katanya.
Para korban mengkonsumsi obat itu dengan cara menenggak hingga lima butir sekaligus, dan ada yang ditumbuk halus kemudian dicampurkan ke dalam minuman.
Atas perbuatannya, kesembilan tersangka dijerat dengan Pasal 197 junto Pasal 106 Ayat (1) UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan atau Pasal 204 Ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.
PCC merupakan sejenis obat penenang yang digunakan pada pasien pascaoperasi untuk mengurangi rasa nyeri akibat operasi.
Pengkonsumsian PCC harus dengan resep dokter.
Martinus menuturkan dampak yang ditimbulkan pada penyalah guna PCC di antaranya berhalusinasi hingga gangguan syaraf otak sehingga berperilaku aneh ataupun menyakiti diri sendiri.