Suasana duka masih menyelimuti keluarga Doni (23) dan Bayu (14), kakak beradik yang menjadi korban tanah longsor di Desa Kepel, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
Hartini (45) terus menangis di atas tempat tidurnya. Ibunda dari Doni dan Bayu ini tak bisa menyembunyikan kesedihannya, setelah mengetahui dua anaknya ikut menjadi korban tertimbun.
"Mereka itu anak baik, dan anaknya pendiam," ucap Hartini, lirih.
Hartini tak menyangka, dua anaknya pergi selamanya dalam musibah yang terjadi Minggu (9/4) siang tersebut. Kaget pastinya, sebab mereka sebelumnya tidak pamitan pada keluarga jika hendak pergi ke bukit sebelah rumah.
Aksan (50), ayahanda dari kakak beradik itu mengaku mendengar ada tanah longsor dari para tetangga. Ia kaget ketika mendengar sepeda motor anaknya juga di lokasi sekitar bukit.
"Saya mendengar ada tanah longsor dan ke lokasi. Saya sempat memanggil anak-anak tapi tidak ada jawaban," ungkapnya.
Cemas. Itu yang dirasakan Aksan, sebab hingga Minggu dini hari, dua anaknya juga belum pulang ke rumah. Ia pun berupaya mencari, hingga ada kabar jika anaknya ikut tertimbuh tanah longsor.
"Yang saya tidak habis pikir, adiknya kok juga ikut," ujar Aksan. Kendati merasa berat, ia mengaku berusaha sekuatnya menerima kabar ini. Ia berharap, kedua anaknya secepatnya ditemukan.
Doni adalah anak tertua pasangan Aksan dan Hartini. Ia mempunyai saudara kembar bernama Dani. Usia mereka sama, 23 tahun. Namun, Doni adalah sulung. Sementara itu, si bungsu, Bayu saat ini masih di SMP Kecamatan Ngetos.
Doni juga baru lulus dari tempat ia menempuh pendidikan. Ia kuliah di sebuah universitas swasta di Kota Kediri dan baru saja wisuda. Sementara, saudara kembarnya, Dani kuliah di Gresik, dan saat ini masih baru mengerjakan skripsi.
Dani mengaku tidak ada sikap aneh yang ditunjukkan saudara kembarnya tersebut. Bahkan, saat ada musibah itu, tidak ada pesan khusus yang disampaikan padanya.
"Tidak ada pesan ataupun sikap aneh dari saudara saya," cerita Dani.
Di mata kerabat, dua anak tersebut sangat baik. Kendati pendiam, mereka selalu membuat ceria orang-orang di sekitarnya. Mereka tidak usil dan suka membantu orang lain.
"Adiknya itu (Bayu) anaknya agak pendiam. Tapi, baik sekali anaknya," kata Paijah, salah seorang kerabat.
Duka akibat keluarganya tertimbun tanah longsor tersebut bukan hanya dirasakan Aksan dan Hartini. Total ada lima korban yang tertimbun, tanah longsor di Dusun Dlopo, Desa Kepel, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk tersebut.
Mereka antara lain Paidi (55), warga Dusun Njati, Desa Blongko, Kecamatan Ngetos. Sementara, empat warga lainnya yang ikut tertimbun yaitu Kodri (15), Dwi (17), dan kakak beradik Doni-Bayu, yang semuanya warga Dusun Sumber Bendo, desa setempat.
Paidi saat kejadian sedang bekerja di sawah. Sementara, keterangan dari Kabag Humas Pemkab Nganjuk Agus Irianto anak-anak itu mengambil video di areal bukit.
Keluarga juga menggelar tahlil mengirim doa untuk para korban yang tertimbun. Mereka berharap, semua korban bisa ditemukan, sehingga bisa dimakamkan di tempat pemakaman umum di desanya.
Terkendala medan sulit
Tim SAR, TNI serta relawan, terus berupaya melakukan pencarian korban tertimbun tanah longsor di Dusun Dlopo, Desa Kepel, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk. Musibah itu terjadi pada Minggu (9/4) siang.
Jalur sempit dan perbukitan membuat alat berat sulit masuk. Hal itu diungkapkan Deputi Bidang Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Tri Budiarto. Padahal, dengan alat berat bisa semakin memudahkan evakuasi para korban.
Selain itu, dari evaluasi yang dilakukan ditemukan indikasi terjadinya rekahan baru, sehingga memaksa tim juga harus berpikir tentang keselamatan tim pencari.
"Ada indikasi jalur rekahan baru juga memaksa kami berpikir keselamatan lebih penting daripada upaya pemaksaan untuk mencari (korban)," ujarnya.
Lokasi longsor tersebut di perbukitan Gunung Wilis yang mayoritas ditanami pohon cengkih serta mangga. Kondisi geografisnya cukup curam.
Longsor itu juga sempat membendung sungai di sekitar gunung, menyebabkan terjadinya bendungan alami. Saat ini, timbunan tanah longsor sudah sekitar 40 meter. Petugas pun berupa keras mencari celah mengevakuasi korban.
Namun, tim juga tidak patah arang. Evaluasi terus dilakukan, guna mencari jalan keluar terbaik, salah satunya mencari jalur agar alat berat bisa masuk.
Koordinasi dengan BMKG pun juga intensif dilakukan. Pencarian akan ditunda jika terjadi cuaca mendung gelap maupun hujan. Pencarian baru bisa dilakukan jika cuaca kering atau panas.
Komandan Kodim 0810 Nganjuk Letkol Arhanud (Arh) Sri Rusyono mengatakan personelnya selalu siap melakukan pencarian korban. Namun, personel yang diturunkan di lokasi bencana dibatasi, mengantisipasi hal yang tidak diinginkan.
"Personel sangat dibatasi. Ada tiga tim, hanya sekitar empat yang turun secara bergantian. Namun, 30 personel yang diturunkan itu belum termasuk personel yang mengawasi," tuturnya.
Pencarian korban pasca kejadian, Senin (10/4) sempat hanya secara manual. Cangkul serta sekop jadi andalan. Sedangkan, alat berat masih belum diturunkan.
Namun, pencarian pada Selasa (11/4), tim sudah berupaya menurunkan alat berat. Ada empat eskavator yang sudah diturunkan untuk evakuasi. Sayanya, perjalanan hingga ke lokasi membutuhkan waktu lebih dari dua hari, sebab harus menembus medan berat.
"Saat ini mobilisasi alat berat eskavator ke titik lokasi longsor dan direncanakan 5-6 eskavator. Yang sudah siap ada empat," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemkab Nganjuk Agus Irianto.
Ia mengakui, jalur yang sempit tetap menjadi kendala, namun akan diupayakan agar seluruh eskavator bisa masuk ke lokasi tanah longsor, dengan harapan para korban bisa secepatnya ditemukan.
Berikan santunan
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa pun juga sudah mengunjungi lokasi bencana tanah longsor di Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk. Mensos juga memberikan santunan pada lima ahli waris yang menjadi korban masing-masing sebesar Rp15 juta.
Mensos juga menyampaikan ikut berduka cita dalam musibah itu. Ia meminta keluarga untuk sabar dan ikhlas dengan kejadian itu.
"Bapak, kami turut berduka cita atas meninggalnya anak Bapak. Ikhlas ya Pak, Insya Allah mereka mendapat tempat terbaik di sisi Allah. Insya Allah husnul khotimah," kata Mensos kepada Aksan, orang tua Doni dan Bayu.
Khofifah menyebut, di sekitar lereng Gunung Wilis sebenarnya masuk zona merah yang sudah teridentifikasi sebelumnya. Namun, daerah ini memiliki tingkat kesuburan tinggi, sehingga masyarakat banyak yang bercocok tanam di tempat itu.
Ia sudah meminta instansi terkait untuk melakukan pemetaan lebih detail lagi serta memberikan edukasi secara komprehensif, terutama pada warga yang tinggal terkait risiko yang bisa terjadi.
"Harus disampaikan risikonya, jika intensitas hujan tinggi serta pergerakan tanah harus dilakukan evakuasi," imbuhnya.
Mensos juga menyebut, pemda bisa mengajukan beras cadangan pemerintah untuk penanganan bencana. Sesuai kuota, setiap daerah mendapatkan alokasi hingga 100 ton.
Sementara itu, hingga saat ini, korban masih belum ditemukan.
Hartini (45) terus menangis di atas tempat tidurnya. Ibunda dari Doni dan Bayu ini tak bisa menyembunyikan kesedihannya, setelah mengetahui dua anaknya ikut menjadi korban tertimbun.
"Mereka itu anak baik, dan anaknya pendiam," ucap Hartini, lirih.
Hartini tak menyangka, dua anaknya pergi selamanya dalam musibah yang terjadi Minggu (9/4) siang tersebut. Kaget pastinya, sebab mereka sebelumnya tidak pamitan pada keluarga jika hendak pergi ke bukit sebelah rumah.
Aksan (50), ayahanda dari kakak beradik itu mengaku mendengar ada tanah longsor dari para tetangga. Ia kaget ketika mendengar sepeda motor anaknya juga di lokasi sekitar bukit.
"Saya mendengar ada tanah longsor dan ke lokasi. Saya sempat memanggil anak-anak tapi tidak ada jawaban," ungkapnya.
Cemas. Itu yang dirasakan Aksan, sebab hingga Minggu dini hari, dua anaknya juga belum pulang ke rumah. Ia pun berupaya mencari, hingga ada kabar jika anaknya ikut tertimbuh tanah longsor.
"Yang saya tidak habis pikir, adiknya kok juga ikut," ujar Aksan. Kendati merasa berat, ia mengaku berusaha sekuatnya menerima kabar ini. Ia berharap, kedua anaknya secepatnya ditemukan.
Doni adalah anak tertua pasangan Aksan dan Hartini. Ia mempunyai saudara kembar bernama Dani. Usia mereka sama, 23 tahun. Namun, Doni adalah sulung. Sementara itu, si bungsu, Bayu saat ini masih di SMP Kecamatan Ngetos.
Doni juga baru lulus dari tempat ia menempuh pendidikan. Ia kuliah di sebuah universitas swasta di Kota Kediri dan baru saja wisuda. Sementara, saudara kembarnya, Dani kuliah di Gresik, dan saat ini masih baru mengerjakan skripsi.
Dani mengaku tidak ada sikap aneh yang ditunjukkan saudara kembarnya tersebut. Bahkan, saat ada musibah itu, tidak ada pesan khusus yang disampaikan padanya.
"Tidak ada pesan ataupun sikap aneh dari saudara saya," cerita Dani.
Di mata kerabat, dua anak tersebut sangat baik. Kendati pendiam, mereka selalu membuat ceria orang-orang di sekitarnya. Mereka tidak usil dan suka membantu orang lain.
"Adiknya itu (Bayu) anaknya agak pendiam. Tapi, baik sekali anaknya," kata Paijah, salah seorang kerabat.
Duka akibat keluarganya tertimbun tanah longsor tersebut bukan hanya dirasakan Aksan dan Hartini. Total ada lima korban yang tertimbun, tanah longsor di Dusun Dlopo, Desa Kepel, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk tersebut.
Mereka antara lain Paidi (55), warga Dusun Njati, Desa Blongko, Kecamatan Ngetos. Sementara, empat warga lainnya yang ikut tertimbun yaitu Kodri (15), Dwi (17), dan kakak beradik Doni-Bayu, yang semuanya warga Dusun Sumber Bendo, desa setempat.
Paidi saat kejadian sedang bekerja di sawah. Sementara, keterangan dari Kabag Humas Pemkab Nganjuk Agus Irianto anak-anak itu mengambil video di areal bukit.
Keluarga juga menggelar tahlil mengirim doa untuk para korban yang tertimbun. Mereka berharap, semua korban bisa ditemukan, sehingga bisa dimakamkan di tempat pemakaman umum di desanya.
Terkendala medan sulit
Tim SAR, TNI serta relawan, terus berupaya melakukan pencarian korban tertimbun tanah longsor di Dusun Dlopo, Desa Kepel, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk. Musibah itu terjadi pada Minggu (9/4) siang.
Jalur sempit dan perbukitan membuat alat berat sulit masuk. Hal itu diungkapkan Deputi Bidang Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Tri Budiarto. Padahal, dengan alat berat bisa semakin memudahkan evakuasi para korban.
Selain itu, dari evaluasi yang dilakukan ditemukan indikasi terjadinya rekahan baru, sehingga memaksa tim juga harus berpikir tentang keselamatan tim pencari.
"Ada indikasi jalur rekahan baru juga memaksa kami berpikir keselamatan lebih penting daripada upaya pemaksaan untuk mencari (korban)," ujarnya.
Lokasi longsor tersebut di perbukitan Gunung Wilis yang mayoritas ditanami pohon cengkih serta mangga. Kondisi geografisnya cukup curam.
Longsor itu juga sempat membendung sungai di sekitar gunung, menyebabkan terjadinya bendungan alami. Saat ini, timbunan tanah longsor sudah sekitar 40 meter. Petugas pun berupa keras mencari celah mengevakuasi korban.
Namun, tim juga tidak patah arang. Evaluasi terus dilakukan, guna mencari jalan keluar terbaik, salah satunya mencari jalur agar alat berat bisa masuk.
Koordinasi dengan BMKG pun juga intensif dilakukan. Pencarian akan ditunda jika terjadi cuaca mendung gelap maupun hujan. Pencarian baru bisa dilakukan jika cuaca kering atau panas.
Komandan Kodim 0810 Nganjuk Letkol Arhanud (Arh) Sri Rusyono mengatakan personelnya selalu siap melakukan pencarian korban. Namun, personel yang diturunkan di lokasi bencana dibatasi, mengantisipasi hal yang tidak diinginkan.
"Personel sangat dibatasi. Ada tiga tim, hanya sekitar empat yang turun secara bergantian. Namun, 30 personel yang diturunkan itu belum termasuk personel yang mengawasi," tuturnya.
Pencarian korban pasca kejadian, Senin (10/4) sempat hanya secara manual. Cangkul serta sekop jadi andalan. Sedangkan, alat berat masih belum diturunkan.
Namun, pencarian pada Selasa (11/4), tim sudah berupaya menurunkan alat berat. Ada empat eskavator yang sudah diturunkan untuk evakuasi. Sayanya, perjalanan hingga ke lokasi membutuhkan waktu lebih dari dua hari, sebab harus menembus medan berat.
"Saat ini mobilisasi alat berat eskavator ke titik lokasi longsor dan direncanakan 5-6 eskavator. Yang sudah siap ada empat," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemkab Nganjuk Agus Irianto.
Ia mengakui, jalur yang sempit tetap menjadi kendala, namun akan diupayakan agar seluruh eskavator bisa masuk ke lokasi tanah longsor, dengan harapan para korban bisa secepatnya ditemukan.
Berikan santunan
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa pun juga sudah mengunjungi lokasi bencana tanah longsor di Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk. Mensos juga memberikan santunan pada lima ahli waris yang menjadi korban masing-masing sebesar Rp15 juta.
Mensos juga menyampaikan ikut berduka cita dalam musibah itu. Ia meminta keluarga untuk sabar dan ikhlas dengan kejadian itu.
"Bapak, kami turut berduka cita atas meninggalnya anak Bapak. Ikhlas ya Pak, Insya Allah mereka mendapat tempat terbaik di sisi Allah. Insya Allah husnul khotimah," kata Mensos kepada Aksan, orang tua Doni dan Bayu.
Khofifah menyebut, di sekitar lereng Gunung Wilis sebenarnya masuk zona merah yang sudah teridentifikasi sebelumnya. Namun, daerah ini memiliki tingkat kesuburan tinggi, sehingga masyarakat banyak yang bercocok tanam di tempat itu.
Ia sudah meminta instansi terkait untuk melakukan pemetaan lebih detail lagi serta memberikan edukasi secara komprehensif, terutama pada warga yang tinggal terkait risiko yang bisa terjadi.
"Harus disampaikan risikonya, jika intensitas hujan tinggi serta pergerakan tanah harus dilakukan evakuasi," imbuhnya.
Mensos juga menyebut, pemda bisa mengajukan beras cadangan pemerintah untuk penanganan bencana. Sesuai kuota, setiap daerah mendapatkan alokasi hingga 100 ton.
Sementara itu, hingga saat ini, korban masih belum ditemukan.