Pekanbaru (Antarasumsel.com) - Tepat saat matahari terbenam, helikopter Bell 412 milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mendarat mulus di Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau.
Helikopter yang mengangkut rombongan Polda Riau dan Dirjen Penegakan Hukum KLHK sejak Senin (27/2) pagi itu baru saja melakukan penerbangan jauh, Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Bengkalis.
Sesuai jadwal, rombongan seharusnya kembali ke Lanud Roesmin Nurjadin, pada Senin siang untuk konferensi pers. Tentu saja konferensi pers tersebut terkait hasil pemeriksaan langsung "penyakit akut" yang saat ini menggeregoti Cagar Biosfer, pembalakan liar.
Namun, cuaca buruk hujan deras disertai angin membuyarkan rencana itu. Rombongan terjebak di lokasi pembalakan liar dan tidak bisa kembali ke helipad. Sementara jarak antara helipad yang berada di Desa Bukit Kerikil, Kecamatan Bukit Batu, Bengkalis dengan lokasi pembalakan liar sekitar 3 jam perjalanan.
Satu-satunya akses masuk dan keluar yang bisa dilintasi adalah kanal. Kanal buatan yang hanya muat satu kapal itu membentang di Cagar Biosfer tersebut. Kanal itulah yang digunakan para pembalak liar untuk mengangkut kayu hutan yang bernilai tinggi.
"Kasarnya, kalau boleh saya tembak, saya tembak mereka itu (pelaku pembalakan liar)".
Demikian hal pertama yang disampaikan Kapolda Riau, Inspektur Jenderal Zulkarnain kepada Antara sesaat setelah mendarat.
Ekspresi pria berusia 55 tahun itu cukup jelas menggambarkan bagaimana perjalanan berat dan kenyataan pahit temuan aktivitas pembalakan liar di Cagar Biosfer di wilayah hukumnya.
Dengan mengenakan pakaian dinas yang tampak basah, dia kembali meluapkan kekesalannya. "Kami melihat langsung ke TKP (tempat kejadian perkara). Memang saya geregetan, gemes," ujarnya.
Mantan Kapolda Maluku Utara yang akrab dengan kalimat "sikat habis" itu menjabarkan sedikitnya lima titik pembalakan liar yang ia temukan di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu (GSK-BB).
Antara satu titik dengan titik lainnya saling terkait dengan rel kayu. Rel itulah yang digunakan untuk mengangkut hasil pembabatan hutan secara membabi buta tersebut ke kanal. Dari kanal, kayu dibawa keluar melalui Desa Bukit Kerikil, Kecamatan Bukit Batu, Bengkalis.
Ke mana dan siapa dibalik pemain kayu itulah yang hingga kini masih menjadi misteri dan pekerjaan rumah berat bagi Zulkarnain.
Ultimatum Kapolda Riau
Cagar Biosfer GSK-BB merupakan hutan rawa gambut dengan area inti cagar seluas 178.722 hektare. Lahan Cagar Biosfer GSK-BB membentang di dua Kabupaten yakni Bengkalis dan Siak. Beberapa kali lokasi itu terbakar akibat dampak dari pembalakan liar pada 2015 dan 2016 silam.
Temuan pembalakan liar di Cagar Biosfer GSK-BB sebenarnya bukan yang pertama kali. Berulang kali petugas menemukan, meninjau dan beraksi di hutan rawa gambut yang ditetapkan sebagai Cagar Biosfer oleh Unesco pada 2009.
Namun aksi hanyalah aksi. Tidak ada penangkapan, tidak ada efek jera, tidak ada cukong yang diciduk. Dari catatan Antara, terakhir kali aksi yang dilakukan oleh aparat gabungan pada Oktober 2016 silam.
Saat itu TNI, Polri dan Balai Gakkum Wilayah II KLHK Sumatera memusnahkan gubuk dan kayu hasil pembalakan liar. Mereka juga menutup kanal dan merusak rel-rel. Aksi itu juga dilakukan di tempat yang sama, persis masuknya melalui Desa Bukit Kerikil.
Bukit Kerikil sendiri merupakan sebuah desa yang berjarak sekitar 350 Kilometer dari Kota Pekanbaru ke arah pesisir Riau. Daerah itu diketahui berbatasan langsung dengan area cagar Biosfer GSK-BB yang terkenal akan kekayaan flora dan fauna serta keindahan panorama.
Bukit Kerikil juga disebut sebagai tempat melansir kayu-kayu hasil pembalakan liar. Sejumlah masyarakat setempat sering kali menyaksikan itu. Bahkan tidak jarang mereka mengaku diintimidasi oleh angkuhnya pembalak dan cukong.
Pasca aksi terakhir Oktober 2016 silam, Cagar Biosfer sempat bersih dari pembalakan liar. Setidaknya untuk beberapa saat meski akhirnya kembali ditemukan beberapa bulan kemudian dan menghiasi halaman depan sebuah media cetak nasional baru-baru ini.
"Saya beri waktu 2 minggu kepada Polres dan Dirkrimsus (Direktur Kriminal Khusus Polda Riau) untuk menangkap cukongnya. Atau (jika gagal) saya copot," tegasnya.
Dalam peninjauan tersebut, Kapolda mengatakan jajarannya berhasil menangkap satu pelaku berinisial M. Polisi hingga kini masih terus menggali keterangan M. Hasil sementara, didapat sejumlah nama yang disebut M sebagai cukong atau pemodal pembalakan liar itu.
Direktur Jenderal Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani yang ikut serta rombongan mengatakan bahwa aksi pembalakan liar merupakan kejahatan luar biasa.
Dari setiap titik lokasi pembalakan liar, setidaknya ditemukan 100 kubik kayu. "Semuanya kita hancurkan, kayu dan gubuk semua sudah kami musnahkan," kata Rasio.
Sementara itu, dari tersangka M yang ditangkap Polda Riau, diperoleh keterangan adanya keterlibatan banyak pihak dalam aktivitas pembalakan liar tersebut. Meski dia tidak menjelaskan secara rinci pihak mana saja yang terlibat namun, ada pernyataan Rasio yang patut dicermati. Yakni keberadaan kanal yang melintasi kawasan konsesi di luar zona inti Cagar Biosfer. Para pelaku pembalakan liar, katanya, untuk keluar bawa kayu juga memasuki kawasan konsesi.
"Kita harap pihak konsesi bekerja sama mengawasi pembalakan liar. Diharapkan agar bisa menutup akses bagi para pelaku. Karena aksesnya tidak banyak untuk membawa keluar kayu itu memasuki kawasan konsesi," kata Rasio.
Ia juga meminta agar penindakan ini dilakukan terus dengan melibatkan seluruh pihak, baik Kepolisian dan TNI bahkan perusahaan yang berada di sekitar Cagar Biosfer GSK-BB.
"Perlu melibatkan aparat lainnya. Juga perusahaan pemegang konsesi di sekitar cagar. Di sana banyak flora dan fauna yang harus dilindungi," ujarnya.
Pengamat hukum dan politik dari Universitas Riau Mexasai Indra berpendapat kasus pembalakan liar masih merupakan pekerjaan rumah besar bagi Kapolda Riau.
Dia mengatakan dari sejumlah kasus pembalakan liar, selama ini Polda Riau hanya menangkap pelaksana perintah.
"Dari beberapa kasus yang diungkap, polisi hanya menangkap pelaksana perintah. Pasti ada yang memberi perintah. Juga ada penadah," kata Indra.
Untuk itu, ia mengatakan harus ada penyidikan secara menyeluruh dari penegak hukum. Indra mengatakan, sederhananya aktivitas pembalakan liar membutuhkan biaya yang cukup besar. "Pasti ada aktor besar, aktor intelektual di sana yang berperan sebagai pemodal," ujarnya.
Ia juga mengatakan pengawasan internal penegak hukum harus berjalan agar penyidikan dapat terus dipantau hingga berjalan dengan baik.
Helikopter yang mengangkut rombongan Polda Riau dan Dirjen Penegakan Hukum KLHK sejak Senin (27/2) pagi itu baru saja melakukan penerbangan jauh, Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Bengkalis.
Sesuai jadwal, rombongan seharusnya kembali ke Lanud Roesmin Nurjadin, pada Senin siang untuk konferensi pers. Tentu saja konferensi pers tersebut terkait hasil pemeriksaan langsung "penyakit akut" yang saat ini menggeregoti Cagar Biosfer, pembalakan liar.
Namun, cuaca buruk hujan deras disertai angin membuyarkan rencana itu. Rombongan terjebak di lokasi pembalakan liar dan tidak bisa kembali ke helipad. Sementara jarak antara helipad yang berada di Desa Bukit Kerikil, Kecamatan Bukit Batu, Bengkalis dengan lokasi pembalakan liar sekitar 3 jam perjalanan.
Satu-satunya akses masuk dan keluar yang bisa dilintasi adalah kanal. Kanal buatan yang hanya muat satu kapal itu membentang di Cagar Biosfer tersebut. Kanal itulah yang digunakan para pembalak liar untuk mengangkut kayu hutan yang bernilai tinggi.
"Kasarnya, kalau boleh saya tembak, saya tembak mereka itu (pelaku pembalakan liar)".
Demikian hal pertama yang disampaikan Kapolda Riau, Inspektur Jenderal Zulkarnain kepada Antara sesaat setelah mendarat.
Ekspresi pria berusia 55 tahun itu cukup jelas menggambarkan bagaimana perjalanan berat dan kenyataan pahit temuan aktivitas pembalakan liar di Cagar Biosfer di wilayah hukumnya.
Dengan mengenakan pakaian dinas yang tampak basah, dia kembali meluapkan kekesalannya. "Kami melihat langsung ke TKP (tempat kejadian perkara). Memang saya geregetan, gemes," ujarnya.
Mantan Kapolda Maluku Utara yang akrab dengan kalimat "sikat habis" itu menjabarkan sedikitnya lima titik pembalakan liar yang ia temukan di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu (GSK-BB).
Antara satu titik dengan titik lainnya saling terkait dengan rel kayu. Rel itulah yang digunakan untuk mengangkut hasil pembabatan hutan secara membabi buta tersebut ke kanal. Dari kanal, kayu dibawa keluar melalui Desa Bukit Kerikil, Kecamatan Bukit Batu, Bengkalis.
Ke mana dan siapa dibalik pemain kayu itulah yang hingga kini masih menjadi misteri dan pekerjaan rumah berat bagi Zulkarnain.
Ultimatum Kapolda Riau
Cagar Biosfer GSK-BB merupakan hutan rawa gambut dengan area inti cagar seluas 178.722 hektare. Lahan Cagar Biosfer GSK-BB membentang di dua Kabupaten yakni Bengkalis dan Siak. Beberapa kali lokasi itu terbakar akibat dampak dari pembalakan liar pada 2015 dan 2016 silam.
Temuan pembalakan liar di Cagar Biosfer GSK-BB sebenarnya bukan yang pertama kali. Berulang kali petugas menemukan, meninjau dan beraksi di hutan rawa gambut yang ditetapkan sebagai Cagar Biosfer oleh Unesco pada 2009.
Namun aksi hanyalah aksi. Tidak ada penangkapan, tidak ada efek jera, tidak ada cukong yang diciduk. Dari catatan Antara, terakhir kali aksi yang dilakukan oleh aparat gabungan pada Oktober 2016 silam.
Saat itu TNI, Polri dan Balai Gakkum Wilayah II KLHK Sumatera memusnahkan gubuk dan kayu hasil pembalakan liar. Mereka juga menutup kanal dan merusak rel-rel. Aksi itu juga dilakukan di tempat yang sama, persis masuknya melalui Desa Bukit Kerikil.
Bukit Kerikil sendiri merupakan sebuah desa yang berjarak sekitar 350 Kilometer dari Kota Pekanbaru ke arah pesisir Riau. Daerah itu diketahui berbatasan langsung dengan area cagar Biosfer GSK-BB yang terkenal akan kekayaan flora dan fauna serta keindahan panorama.
Bukit Kerikil juga disebut sebagai tempat melansir kayu-kayu hasil pembalakan liar. Sejumlah masyarakat setempat sering kali menyaksikan itu. Bahkan tidak jarang mereka mengaku diintimidasi oleh angkuhnya pembalak dan cukong.
Pasca aksi terakhir Oktober 2016 silam, Cagar Biosfer sempat bersih dari pembalakan liar. Setidaknya untuk beberapa saat meski akhirnya kembali ditemukan beberapa bulan kemudian dan menghiasi halaman depan sebuah media cetak nasional baru-baru ini.
"Saya beri waktu 2 minggu kepada Polres dan Dirkrimsus (Direktur Kriminal Khusus Polda Riau) untuk menangkap cukongnya. Atau (jika gagal) saya copot," tegasnya.
Dalam peninjauan tersebut, Kapolda mengatakan jajarannya berhasil menangkap satu pelaku berinisial M. Polisi hingga kini masih terus menggali keterangan M. Hasil sementara, didapat sejumlah nama yang disebut M sebagai cukong atau pemodal pembalakan liar itu.
Direktur Jenderal Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani yang ikut serta rombongan mengatakan bahwa aksi pembalakan liar merupakan kejahatan luar biasa.
Dari setiap titik lokasi pembalakan liar, setidaknya ditemukan 100 kubik kayu. "Semuanya kita hancurkan, kayu dan gubuk semua sudah kami musnahkan," kata Rasio.
Sementara itu, dari tersangka M yang ditangkap Polda Riau, diperoleh keterangan adanya keterlibatan banyak pihak dalam aktivitas pembalakan liar tersebut. Meski dia tidak menjelaskan secara rinci pihak mana saja yang terlibat namun, ada pernyataan Rasio yang patut dicermati. Yakni keberadaan kanal yang melintasi kawasan konsesi di luar zona inti Cagar Biosfer. Para pelaku pembalakan liar, katanya, untuk keluar bawa kayu juga memasuki kawasan konsesi.
"Kita harap pihak konsesi bekerja sama mengawasi pembalakan liar. Diharapkan agar bisa menutup akses bagi para pelaku. Karena aksesnya tidak banyak untuk membawa keluar kayu itu memasuki kawasan konsesi," kata Rasio.
Ia juga meminta agar penindakan ini dilakukan terus dengan melibatkan seluruh pihak, baik Kepolisian dan TNI bahkan perusahaan yang berada di sekitar Cagar Biosfer GSK-BB.
"Perlu melibatkan aparat lainnya. Juga perusahaan pemegang konsesi di sekitar cagar. Di sana banyak flora dan fauna yang harus dilindungi," ujarnya.
Pengamat hukum dan politik dari Universitas Riau Mexasai Indra berpendapat kasus pembalakan liar masih merupakan pekerjaan rumah besar bagi Kapolda Riau.
Dia mengatakan dari sejumlah kasus pembalakan liar, selama ini Polda Riau hanya menangkap pelaksana perintah.
"Dari beberapa kasus yang diungkap, polisi hanya menangkap pelaksana perintah. Pasti ada yang memberi perintah. Juga ada penadah," kata Indra.
Untuk itu, ia mengatakan harus ada penyidikan secara menyeluruh dari penegak hukum. Indra mengatakan, sederhananya aktivitas pembalakan liar membutuhkan biaya yang cukup besar. "Pasti ada aktor besar, aktor intelektual di sana yang berperan sebagai pemodal," ujarnya.
Ia juga mengatakan pengawasan internal penegak hukum harus berjalan agar penyidikan dapat terus dipantau hingga berjalan dengan baik.