Jakarta (Antarasumsel.com) - Melihat gambar-gambar laporan di akun instagram @korbantukanggigi ternyata perkara gigi tidak bisa dipandang sepele dan diselesaikan sembarang orang.
Jangankan memasang kawat gigi yang rumit dan perawatannya jangka panjang, mencabut gigi pun tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak kompeten.
Lalu apa akibatnya jika pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan tenaga yang ilegal?
Pelayanan gigi tidak sesuai dengan aturan, termasuk pemberian pelayanan oleh tenaga tidak kompeten dan berkualifikasi, penggunaan bahan tidak memenuhi standar dan pemanfaatan fasilitas tidak sesuai persyaratan dapat memperparah penyakit, menimbulkan infeksi, bahkan hingga kematian.
"Bisa menyebabkan kematian, penyakit komplikasi kalau tidak tahu ilmunya. Mereka tidak tahu masalah yang ada masa kita mau, padahal tindakan gigi tindakan yang tidak jauh dengan darah dan alat-alat tajam," ujar Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) drg Farichah Hanum saat perayaan ulang tahun PDGI ke 67, pekan lalu.
Farichah Hanum menuturkan gigi merupakan bagian sistem syaraf tubuh serta tersambung dengan peredaran darah dan berhubungan dengan jantung serta otak sehingga adanya hal yang salah dapat ikut aliran darah ke organ tersebut.
Salon kecantikan gigi, ahli gigi, tukang gigi tidak berizin, tenaga kesehatan non gigi atau orang yang sama sekali tidak memiliki latar belakang kesehatan yang memberikan pelayanan gigi merupakan tenaga praktik kesehatan gigi ilegal.
Bahkan tukan gigi yang berizin hanya dapat melayani cetak gigi palsu lepasan saja dan tidak boleh menawarkan layanan selain itu.
Korban tenaga tidak kompeten mungkin tidak mengetahui masalah yang sedang dihadapinya setelah memanfaatkan jasa layanan tidak kompeten, tetapi saat menghadapi masalah seperti radang gusi baru ke dokter gigi.
Saat diperiksa baru diketahui terdapat masalah serius lain, seperti karsinoma atau kanker ganas yang bisa menyebar ke seluruh tubuh dan menyebar menjadi kanker pada organ yang lain.
Dokter gigi, kata dia, mengetahui ilmu secara lengkap, antara lain tentang anatomi, pengelolaan alat serta sterilisasinya, sedangkan tenaga tidak kompeten hanya belajar secara turun temurun atau mengetahui di permukaan saja.
Dilihat dari aturan, tampaknya sudah lengkap, tetapi plang-plang ahli gigi yang menawarkan kawat gigi masih tampak di sejumlah jalan-jalan besar.
Lalu bagaimana pengawasannya? DKI Jakarta sebagai contoh, ternyata selama ini tidak ada pengawasan oleh Dinas Kesehatan karena dalih ketidakjelasan pihak yang bertanggung jawab setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan profesi itu diperbolehkan dan tidak bertentangan dengan UUD 1945 pada 2013.
Sebelumnya, dinas kesehatan mengawasi pembuatan dan tempat praktik tukang gigi yang memiliki izin dan hanya membuat gigi palsu untuk dokter gigi.
Ada pun untuk pembinaan dan pengawasan, Kemenkes menyatakan berpegang pada undang-undang dengan bekerja sama dengan pemerintah daerah dan melibatkan konsil masing-masing tenaga kesehatan dari organisasi profesi sesuai kewenangannya.
Kabag Peraturan Perundang Undangan II Kemenkes Yayat Rohayati mengatakan kini pihaknya sedang menyusun peraturan menteri tetang pengawas kesehatan serta menata dan menertibkan salon kecantikan yang tidak higienis.
"Menteri akan melaksanakan membuat peraturan berkaitan di bidangnya pembinaan dan pengawasan," kata dia.
Ia mengatakan selama ini sudah melakukan pelatihan, tetapi regulasi untuk pelaksanaan belum ada. Regulasi dinilai dibutuhkan segera melihat banyaknya kasus pelanggaran pelaksanaan dari UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Peraturan menteri kesehatan mengenai pengawasan kesehatan itu ditargetkan selesai tahun ini. Sanksi untuk pihak yang melanggar aturan adalah teguran hingga pencabutan surat izin praktik.
Selain di Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan nantinya juga dapat mengangkat penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dengan pengangkatan dari badan kepegawaian.
"Pembinaan dan pengawasan sudah diatur di undang-undang, tetapi pelaksanaan perlu peraturan menteri," tutur Yayat.
Selain dari Kementerian Kesehatan, pihaknya juga mengharapkan mitra Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) serta organisasi profesi seperti PDGI untuk menjalankan fungsi pengawasan.
Sementara itu, Bareskrim Polri menyatakan menangani kasus kesehatan harus cermat dan jeli. Setiap kasus yang berkaitan dengan kesehatan yang tercantum UU Kesehatan dilihat dulu unsur-unsur pasal.
Untuk menangani praktik kesehatan gigi ilegal, Penyidik Madya Subdit I Dit Tipiter Bareskrim Polri AKBP Heru Yulianto mengatakan pihaknya melihat tempat praktik dan izin sesuai undang-undang.
"Kami lihat setiap tempat praktek yang ada tempat. Tempat dilihat ada izinnya sesuai UU. Untuk yang keliling kami lihat tenaga medis itu punya izin atau tidak," kata dia.
Apabila ahli gigi atau tukang gigi tidak memiliki izin, pasien yang telah ditangani bisa mengadu dengan membawa bukti.
Ada pun peran Polri dalam perlindungan masyarakat dari praktik kesehatan ilegal, antara lain pengawasan di tempat pemasukan dan pengeluaran sesuai ketentuan, penyidikan atau memberikan bantuan penyidikan serta bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait.
Untuk itu, ujar dia, penegak hukum melakukan sosialiasi bekerja sama dengan poliklinik dan puskesmas.
"Penegakan hukum terjadi tindak pidana, kami juga sosialisasi dengan instansi terkait mencegah maraknya dan beredarnya tukang gigi ilegal," tutur Heru.
Peran Aktif masyarakat
Menanggapi Kemenkes, PB PDGI menilai regulasi untuk pengawasan sudah lengkap dan tidak perlu peraturan daerah untuk melengkapi. Sedangkan permenkes mengenai tenaga pengawas PPNS hanya untuk tenaga kesehatan yang PNS.
"UU dan peraturan seharusnya cukup, tidak ada alasan. Yang melakukan pelanggaran bukan PNS. Kerisauan kami, semua unsur kena, bahan obat, fasilitas, tenaga," ujar Ketum PB PDGI drg Hanum.
Ada pun untuk penindakan, pihaknya mengharapkan Polri menindak tegas tenaga layanan gigi ilegal karena praktik kesehatan gigi ilegal merupakan kasus sistemik yang tidak hanya terjadi di satu daerah, melainkan hampir di semua daerah dengan pola sama.
Menurut dia, harus ada perlakuan khusus, sementara polisi terkadang masih enggan untuk bergerak saat mendapat laporan karena tenaga ilegal tersebut dilihat secara ekonomi tidak berkecukupan.
Untuk mengurai ruwetnya pelayanan kesehatan gigi, ia menuturkan akan membentuk forum dengan pemangku kepentingan terkait untuk membahas permasalahan tersebut lebih intens serta menyusun langkah konkret untuk dilakukan.
"Sekarang semua masih normatif, masih general, kami akan mengadakan pertemuan intensif dengan Bareskrim, YLKI dan Kemenkes," ujar dia.
Masyarakat juga dinilai perlu mencari tahu tentang layanan gigi, salah satunya dapat melalui media sosial, sebelum mengatasi masalah gigi dan mulut agar tidak menyesal di kemudian hari.
Jangan hanya mementingkan harga dan keterjangkauan layanan gigi tanpa menyadari dampak jangka panjang memanfaatkan tenaga layanan gigi tidak kompeten.
Mengenai alasan biaya yang sering menjadi alasan masyarakat menggunakan jasa tenaga tidak kompeten, hal itu seharusnya bukan lagi menjadi alasan karena masyarakat dapat memanfaatkan BPJS Kesehatan untuk ke dokter gigi.
"Tidak ada alasan biaya gigi mahal, difasilitasi oleh pemerintah, bisa ke Puskesmas atau pakai BPJS," kata dia.
Jangankan memasang kawat gigi yang rumit dan perawatannya jangka panjang, mencabut gigi pun tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak kompeten.
Lalu apa akibatnya jika pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan tenaga yang ilegal?
Pelayanan gigi tidak sesuai dengan aturan, termasuk pemberian pelayanan oleh tenaga tidak kompeten dan berkualifikasi, penggunaan bahan tidak memenuhi standar dan pemanfaatan fasilitas tidak sesuai persyaratan dapat memperparah penyakit, menimbulkan infeksi, bahkan hingga kematian.
"Bisa menyebabkan kematian, penyakit komplikasi kalau tidak tahu ilmunya. Mereka tidak tahu masalah yang ada masa kita mau, padahal tindakan gigi tindakan yang tidak jauh dengan darah dan alat-alat tajam," ujar Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) drg Farichah Hanum saat perayaan ulang tahun PDGI ke 67, pekan lalu.
Farichah Hanum menuturkan gigi merupakan bagian sistem syaraf tubuh serta tersambung dengan peredaran darah dan berhubungan dengan jantung serta otak sehingga adanya hal yang salah dapat ikut aliran darah ke organ tersebut.
Salon kecantikan gigi, ahli gigi, tukang gigi tidak berizin, tenaga kesehatan non gigi atau orang yang sama sekali tidak memiliki latar belakang kesehatan yang memberikan pelayanan gigi merupakan tenaga praktik kesehatan gigi ilegal.
Bahkan tukan gigi yang berizin hanya dapat melayani cetak gigi palsu lepasan saja dan tidak boleh menawarkan layanan selain itu.
Korban tenaga tidak kompeten mungkin tidak mengetahui masalah yang sedang dihadapinya setelah memanfaatkan jasa layanan tidak kompeten, tetapi saat menghadapi masalah seperti radang gusi baru ke dokter gigi.
Saat diperiksa baru diketahui terdapat masalah serius lain, seperti karsinoma atau kanker ganas yang bisa menyebar ke seluruh tubuh dan menyebar menjadi kanker pada organ yang lain.
Dokter gigi, kata dia, mengetahui ilmu secara lengkap, antara lain tentang anatomi, pengelolaan alat serta sterilisasinya, sedangkan tenaga tidak kompeten hanya belajar secara turun temurun atau mengetahui di permukaan saja.
Pengawasan Kemenkes dan Penindakan Polri
Secara garis besar, ketentuan tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan gigi di Indonesia diatur dalam UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, PMK 89 tahun 2015 tentang Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut serta PMK 39 tahun 2014 tentang Pembinaan, Pengawasan dan Perizinan Pekerjaan Tukang Gigi serta PMK 20 Tahun 2016 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Terapis Gigi dan Mulut.Dilihat dari aturan, tampaknya sudah lengkap, tetapi plang-plang ahli gigi yang menawarkan kawat gigi masih tampak di sejumlah jalan-jalan besar.
Lalu bagaimana pengawasannya? DKI Jakarta sebagai contoh, ternyata selama ini tidak ada pengawasan oleh Dinas Kesehatan karena dalih ketidakjelasan pihak yang bertanggung jawab setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan profesi itu diperbolehkan dan tidak bertentangan dengan UUD 1945 pada 2013.
Sebelumnya, dinas kesehatan mengawasi pembuatan dan tempat praktik tukang gigi yang memiliki izin dan hanya membuat gigi palsu untuk dokter gigi.
Ada pun untuk pembinaan dan pengawasan, Kemenkes menyatakan berpegang pada undang-undang dengan bekerja sama dengan pemerintah daerah dan melibatkan konsil masing-masing tenaga kesehatan dari organisasi profesi sesuai kewenangannya.
Kabag Peraturan Perundang Undangan II Kemenkes Yayat Rohayati mengatakan kini pihaknya sedang menyusun peraturan menteri tetang pengawas kesehatan serta menata dan menertibkan salon kecantikan yang tidak higienis.
"Menteri akan melaksanakan membuat peraturan berkaitan di bidangnya pembinaan dan pengawasan," kata dia.
Ia mengatakan selama ini sudah melakukan pelatihan, tetapi regulasi untuk pelaksanaan belum ada. Regulasi dinilai dibutuhkan segera melihat banyaknya kasus pelanggaran pelaksanaan dari UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Peraturan menteri kesehatan mengenai pengawasan kesehatan itu ditargetkan selesai tahun ini. Sanksi untuk pihak yang melanggar aturan adalah teguran hingga pencabutan surat izin praktik.
Selain di Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan nantinya juga dapat mengangkat penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dengan pengangkatan dari badan kepegawaian.
"Pembinaan dan pengawasan sudah diatur di undang-undang, tetapi pelaksanaan perlu peraturan menteri," tutur Yayat.
Selain dari Kementerian Kesehatan, pihaknya juga mengharapkan mitra Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) serta organisasi profesi seperti PDGI untuk menjalankan fungsi pengawasan.
Sementara itu, Bareskrim Polri menyatakan menangani kasus kesehatan harus cermat dan jeli. Setiap kasus yang berkaitan dengan kesehatan yang tercantum UU Kesehatan dilihat dulu unsur-unsur pasal.
Untuk menangani praktik kesehatan gigi ilegal, Penyidik Madya Subdit I Dit Tipiter Bareskrim Polri AKBP Heru Yulianto mengatakan pihaknya melihat tempat praktik dan izin sesuai undang-undang.
"Kami lihat setiap tempat praktek yang ada tempat. Tempat dilihat ada izinnya sesuai UU. Untuk yang keliling kami lihat tenaga medis itu punya izin atau tidak," kata dia.
Apabila ahli gigi atau tukang gigi tidak memiliki izin, pasien yang telah ditangani bisa mengadu dengan membawa bukti.
Ada pun peran Polri dalam perlindungan masyarakat dari praktik kesehatan ilegal, antara lain pengawasan di tempat pemasukan dan pengeluaran sesuai ketentuan, penyidikan atau memberikan bantuan penyidikan serta bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait.
Untuk itu, ujar dia, penegak hukum melakukan sosialiasi bekerja sama dengan poliklinik dan puskesmas.
"Penegakan hukum terjadi tindak pidana, kami juga sosialisasi dengan instansi terkait mencegah maraknya dan beredarnya tukang gigi ilegal," tutur Heru.
Peran Aktif masyarakat
"UU dan peraturan seharusnya cukup, tidak ada alasan. Yang melakukan pelanggaran bukan PNS. Kerisauan kami, semua unsur kena, bahan obat, fasilitas, tenaga," ujar Ketum PB PDGI drg Hanum.
Ada pun untuk penindakan, pihaknya mengharapkan Polri menindak tegas tenaga layanan gigi ilegal karena praktik kesehatan gigi ilegal merupakan kasus sistemik yang tidak hanya terjadi di satu daerah, melainkan hampir di semua daerah dengan pola sama.
Menurut dia, harus ada perlakuan khusus, sementara polisi terkadang masih enggan untuk bergerak saat mendapat laporan karena tenaga ilegal tersebut dilihat secara ekonomi tidak berkecukupan.
Untuk mengurai ruwetnya pelayanan kesehatan gigi, ia menuturkan akan membentuk forum dengan pemangku kepentingan terkait untuk membahas permasalahan tersebut lebih intens serta menyusun langkah konkret untuk dilakukan.
"Sekarang semua masih normatif, masih general, kami akan mengadakan pertemuan intensif dengan Bareskrim, YLKI dan Kemenkes," ujar dia.
Masyarakat juga dinilai perlu mencari tahu tentang layanan gigi, salah satunya dapat melalui media sosial, sebelum mengatasi masalah gigi dan mulut agar tidak menyesal di kemudian hari.
Jangan hanya mementingkan harga dan keterjangkauan layanan gigi tanpa menyadari dampak jangka panjang memanfaatkan tenaga layanan gigi tidak kompeten.
Mengenai alasan biaya yang sering menjadi alasan masyarakat menggunakan jasa tenaga tidak kompeten, hal itu seharusnya bukan lagi menjadi alasan karena masyarakat dapat memanfaatkan BPJS Kesehatan untuk ke dokter gigi.
"Tidak ada alasan biaya gigi mahal, difasilitasi oleh pemerintah, bisa ke Puskesmas atau pakai BPJS," kata dia.