Palembang (ANTARA Sumsel) - Pertandingan dansa Pekan Olahraga Nasional XIX di Bandung mengunakan teknologi informatika dalam penjurian sehingga meminimalkan kemungkinan terjadinya kecurangan.

Ketua Ikatan Olahraga Dansa Indonesia Herru Sutanto di Bandung, Selasa, mengatakan sistem ini untuk kali pertama diterapkan dalam pertandingan dancesport di Indonesia mengingat sebelumnya lembar penilaian yang diberikan juri dikumpulkan secara manual.

"Saat ini data sangat `realtime` hanya berselang satu hingga dua detik saja, poin yang diberikan 13 juri akan langsung terakumulasi dan terpajang di layar raksasa. Dengan begini, maka pertandingan dansa akan berlangsung dengan sportif," kata Herru.

Untuk menggunakan teknologi informatika ini, IODI membayar mahal ahli asal Brisbane, Australia yang telah berpengalaman dalam menanggani kompetisi dansa internasional.

"Pertandingan dansa di PON ini diselenggarakan sebaik-baiknya dengan harapan pada masa datang semakin banyak yang berminat untuk mengeluti olahraga ini," kata dia.

Ia mengatakan mempopulerkan olahraga ini sangat penting mengingat perkembangnya terbilang lambat.

Cabang olahraga ini kerap dipermasalahkan karena dianggap bertentangan dengan budaya ketimuran.

"Coba lihat sendiri bagaimana atlet bertanding, tidak ada buka-bukaan baju atau gerakan yang vulgar. Semua tampil dengan sangat elegan, dan mendapat sambutan meriah penonton," kata dia.

Cabang olahraga dansa untuk kali pertama dipertandingkan pada PON ke-17 di Kalimantan Timur sebagai pertandingan ekshibisi, kemudian tidak dipertandingkan pada PON ke-18 di Riau dan untuk kali pertama dipertandingkan secara resmi pada PON Jawa Barat.

Pada perhelatan di Bandung, Jawa Barat ini, sejumlah provinsi ambil bagian, termasuk dua provinsi yang terbilang kurang begitu berkembang olahraga dansanya yakni Bali dan NTB.

Pewarta : Dolly Rosana
Editor : Ujang
Copyright © ANTARA 2024