Jakarta (Antara Sumsel) - Bahasa Oirata di Pulau Kisar, Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku tergolong bahasa yang terancam punah di Indonesia, kata seorang peneliti dari Lembaga Pengetahuan Indonesia (LIPI) Soewarsono, Kamis.
"Transmisi Bahasa Oirata antargenerasi sudah hampir hilang, dan penutur aktif bahasa ini telah semakin berkurang," kata Soewarsono dalam seminar tentang "Pemertahanan Bahasa/Budaya Oirata Dalam Upaya Membuat Bahasa Oirata Menjadi Bahasa Tulis" di gedung LIPI, Jakarta .
Seminar itu dihadiri sekitar 40 peneliti muda dan senior lainnya dari LIPI.
Terdorong untuk menyelamatkan Bahasa Oirata dari kepunahan, maka Soewarsono bersama dua rekan lainnya dari LIPI, masing-masing Nazarudin dan Leolita Masnum, meneliti bahasa tersebut tahun 2011 dan 2012.
Dikatakan Soewarsono bahwa dalam penelitian tersebut mereka menemukan penutur jati Bahasa Oirata semakin berkurang seiring berlalunya waktu.
"Penutur jati berusia di atas 50 tahun sering melakukan alih kode (switch code) ke dalam bahasa Melayu Amobon jika sedang berbicara dengan anak-anak dan cucu mereka," kata Soewarsono.
"Tentu hal ini akan membuat penggunaan sehari-hari bahasa Oirata dalam rumah semakin berkurang," lanjutnya.
Sementara itu, peneliti lainnya, Nazarudin mengatakan penutur jati Bahasa Oirata yang dipercaya untuk melakukan tuturan adat dalam pernikahan pun semakin sedikit.
Karena itu, Nazarudin mengatakan timnya pada tahun ini akan memfokuskan penelitian pada aksara Bahasa Oirata guna mendapatkan seberapa perlu bahasa ini memiliki "ortografi."
"Pada penelitian ke tiga tahun ini akan diarahkan untuk mencari solusi terhadap masalah kebahasaan dalam rangka menyusun pengembangan dan perlindungan bahasa Oirata dan kebudayaan Oirata," lanjut Nazarudin.
1500 orang
Bahasa Oirata digunakan oleh masyarakat Oirata di dua desa yaitu Desa Oirta Barat dan Desa Oirata Timur di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku.
Penduduk kedua desa itu berjumlah sekitar 1.500 orang, tetapi sebagian besar menggunakan Bahasa Melayu Ambon dan sangat sedikit dari mereka yang mampu berkomunikasi dalam Bahasa Oirata.
Karena itu Nazarudin menjelaskan bahwa pengembangan ortografi bahasa ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam upaya pemertahanan bahasa yang terancam punah itu.
Dia menambahkan bahwa dokumentasi Bahasa Oirata yang telah dibuat pada penelitian tahun-tahun sebelumnya baru terbatas pada percakapan dasar dan tuturan dalam pernikahan adat.
"Sebab itu pada tahun ini kami akan memperluas dokumentasi Bahasa Oirata ke ranah pendidikan dan ranah jual beli," lanjut dosen linguistics di Universitas Indonesia itu.
Menurut Nazarudin, perluasan dokumentasi bahasa Oirata ke dalam dua ranah tersebut dianggap sangat penting untuk melihat masyarakat di dua desa itu dapat berinteraksi dalam bahasa mereka sendiri secara langsung. (T.O001)
"Transmisi Bahasa Oirata antargenerasi sudah hampir hilang, dan penutur aktif bahasa ini telah semakin berkurang," kata Soewarsono dalam seminar tentang "Pemertahanan Bahasa/Budaya Oirata Dalam Upaya Membuat Bahasa Oirata Menjadi Bahasa Tulis" di gedung LIPI, Jakarta .
Seminar itu dihadiri sekitar 40 peneliti muda dan senior lainnya dari LIPI.
Terdorong untuk menyelamatkan Bahasa Oirata dari kepunahan, maka Soewarsono bersama dua rekan lainnya dari LIPI, masing-masing Nazarudin dan Leolita Masnum, meneliti bahasa tersebut tahun 2011 dan 2012.
Dikatakan Soewarsono bahwa dalam penelitian tersebut mereka menemukan penutur jati Bahasa Oirata semakin berkurang seiring berlalunya waktu.
"Penutur jati berusia di atas 50 tahun sering melakukan alih kode (switch code) ke dalam bahasa Melayu Amobon jika sedang berbicara dengan anak-anak dan cucu mereka," kata Soewarsono.
"Tentu hal ini akan membuat penggunaan sehari-hari bahasa Oirata dalam rumah semakin berkurang," lanjutnya.
Sementara itu, peneliti lainnya, Nazarudin mengatakan penutur jati Bahasa Oirata yang dipercaya untuk melakukan tuturan adat dalam pernikahan pun semakin sedikit.
Karena itu, Nazarudin mengatakan timnya pada tahun ini akan memfokuskan penelitian pada aksara Bahasa Oirata guna mendapatkan seberapa perlu bahasa ini memiliki "ortografi."
"Pada penelitian ke tiga tahun ini akan diarahkan untuk mencari solusi terhadap masalah kebahasaan dalam rangka menyusun pengembangan dan perlindungan bahasa Oirata dan kebudayaan Oirata," lanjut Nazarudin.
1500 orang
Bahasa Oirata digunakan oleh masyarakat Oirata di dua desa yaitu Desa Oirta Barat dan Desa Oirata Timur di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku.
Penduduk kedua desa itu berjumlah sekitar 1.500 orang, tetapi sebagian besar menggunakan Bahasa Melayu Ambon dan sangat sedikit dari mereka yang mampu berkomunikasi dalam Bahasa Oirata.
Karena itu Nazarudin menjelaskan bahwa pengembangan ortografi bahasa ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam upaya pemertahanan bahasa yang terancam punah itu.
Dia menambahkan bahwa dokumentasi Bahasa Oirata yang telah dibuat pada penelitian tahun-tahun sebelumnya baru terbatas pada percakapan dasar dan tuturan dalam pernikahan adat.
"Sebab itu pada tahun ini kami akan memperluas dokumentasi Bahasa Oirata ke ranah pendidikan dan ranah jual beli," lanjut dosen linguistics di Universitas Indonesia itu.
Menurut Nazarudin, perluasan dokumentasi bahasa Oirata ke dalam dua ranah tersebut dianggap sangat penting untuk melihat masyarakat di dua desa itu dapat berinteraksi dalam bahasa mereka sendiri secara langsung. (T.O001)