Palembang (ANTARA Sumsel) - Jumlah SPBG harus ditambah untuk menarik minat masyarakat meninggalkan penggunaan Bahan Bakar Minyak bagi kendaraan bermotor, kata Taryono dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di Palembang, Senin.

"Kuncinya satu, asal mudah mendapatkan bahan bakar gas (BBG) maka masyarakat akan beralih," kata Ketua Kelompok Teknologi Pemanfaatan Gas, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (Lemigas), Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Taryono.

Selama ini ketersediaan di stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) di kota-kota besar sangat sedikit, sehingga masyarakat berpikir sulit untuk melakukan pengisian jika nantinya memakai gas, katanya pada acara Kementerian ESDM bertajuk "Bimbingan Teknis Perawatan dan Pengujian Instalasi BBG" itu.

Ia menerangkan, jumlah SPBG yang terbatas itu membuat motivasi masyarakat untuk memanfaatkan BBG terbilang rendah sejak didengungkan dalam satu tahun terakhir. Padahal secara ekonomi, harga BBG jauh lebih murah yakni Rp3.100 dibandingkan BBM (harga perliter Rp4.500 karena disubsidi pemerintah).

Ia mencontohkan, di Palembang hanya memiliki satu unit SPBG, sementara empat unit lainnya belum beroperasi karena masih menyelesaikan pembangunan infrastruktur.

"Masyarakat pasti tertarik untuk beralih karena gas lebih murah dengan catatan mudah mendapatkannya," katanya.

Upaya pengurangan pemakaian BBM harus dilakukan lebih gencar pada masa mendatang, mengingat sumber energi tidak bisa diperbaharui itu semakin berkurang kandungannya di alam. Selain itu, Pemerintah RI tidak mungkin menggelontorkan uang ratusan triliun rupiah hanya untuk subsidi BBM.

Menurutnya, masyarakat harus diinformasikan mengenai keuntungan menggunakan BBG yakni hemat, ramah lingkungan, dan aman. Peneliti ini menggarisbawahi kata aman, karena sebagian besar masyarakat menilai pemakaian gas itu lebih berbahaya dibandingkan bensin (premium).

"Justru sebaliknya, memakai gas itu lebih aman dibandingkan premium karena tahapan produksinya melewati beberapa jenjang. Tapi, secara psikologis masyarakat sudah takut terlebih dahulu dengan gas karena yang ada dibenak bakal meledak," ujarnya.

Ia menambahkan, masyarakat harus memahami terdapat teknologi dalam konversi, artinya tidak serta merta mengharuskan kendaraan memanfaatkan BBG semata. Sebuah kendaraan dapat menggunakan dua bahan bakar sekaligus yakni premium dan gas secara bergantian.

"Biasanya, saat tanjakan membutuhkan tenaga lebih, jika memakai gas relatif tidak kuat daya dorongnya, sehingga pengemudi bisa mengalihkan ke premium. Ini semua ada teknologinya yang terimplementasi di "conventer kit"," katanya.

Mengenai harga alat pengubah bahan bakar (conventer kit) yang relatif mahal berkisar Rp11 juta hingga Rp14 juta per unit, menurutnya pemerintah siap memberikan cuma-cuma untuk tahap awal.

"Sebenarnya tidak ada kendala lagi asalkan para sopir angkutan umum dan masyarakat mau. Rencananya pemerintah akan menambah SPBG dan memberikan 14.000 conventer kit berserta biaya pemasangannya secara cuma-cuma," ujarnya.

Kuota atau jatah BBM subsidi tahun ini sebesar 44,04 juta kiloliter (KL) atau sekitar Rp219 triliun kembali jebol untuk kedua kalinya. Saat ini pemerintah mengajukan tambahan kuota BBM subsidi sebesar 1,2 juta KL pada akhir November 2012, karena upaya-upaya penghematan konsumsi tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Sementara ini, tiga kota telah melakukan sosialisasi "Bimbingan Teknis Perawatan dan Pengujian Instalasi BBG" yakni Jakarta, Surabaya, dan Palembang (3-6 November 2012), dengan memberikan informasi ke para pemangku kepentingan hingga para sopir angkutan umum.(Dolly)


Pewarta :
Editor : Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2025