Mataram (ANTARA Sumsel) - Wakil Bupati Lombok Utara Najmul Akyar mengatakan tidak sepenuhnya benar tudingan bahwa kuda penarik cidomo atau sejenis kereta kuda di Gili Trawangan disiksa.

"Kebiasaan kusir (sais) cidomo di Pulau Lombok selalu memecut kudanya agar mau berlari. Ini kemungkinan yang dilihat para wisatawan, sehingga muncul tudingan bahwa kuda penarik cidomo disiksa," katanya di Tanjung, Sabtu.

Ia mengatakan sebenarnya kuda panarik cidomo dipelihara dengan baik oleh pemiliknya dan diobati serta dimandikan. Para pemilik kuda atau kusir cidomo di Gili Trawangan selalu memberikan pakan berupa rumput pilihan.

Najmul juga membantah bahwa kuda bekerja seharian menarik cidomo, karena kusir cidomo umumnya minimal memiliki dua ekor kuda dan digunakan secara bergantian untuk menarik cidomo.

"Perlakuan yang baik dari para pemilik kuda atau kusir cidomo terhadap kuda-kuda penarik cidomo itu tidak dilihat oleh para wisatawan. Hal-hal teknis seperti itu tidak diekatahui, mereka hanya mengetahui bahwa kuda disiksa, karena melihat kuda sering dicambuk," katanya.

Namun, kata dia, pihaknya merespon positif tudingan kelompok penyang binatang itu dengan mengganti transportasi cidomo dengan golf car di Gili Trawangan.

Seperti diketahui, Gubernur NTB Zainul Majdi menyurati Bupati Lombok Utara terkait dengan protes sejumlah wisatawan dan masyarakat penyayang binatang, bahwa kuda penarik cidomo yang ada di objek wisata Gili Trawangan, Meno dan Air, hidup tersiksa.

"Penyiksaan" binatang itu juga dianggap akan mengurangi pesona, daya tarik, atraksi dan panorama alam yang sudah bagus," katanya.

Para wisatawan mancanegara yang mengunjungi obyek wisata terkenal tersebut memprotes perlakuan tidak layak kepada hewan tersebut.

Bahkan organisasi penyayang binatang "Jakarta Animal Aid Network" (JAAN) mengaku pada tahun lalu menerima banyak komplain dari para wisatawan tentang perlakuan buruk terhadap kuda yang menjadi satu-satunya alat transportasi di obyek wisata tiga gili tersebut.

Informasi serupa juga diperoleh dari "People for the Ethical Treatment of Animals" (PETA) dengan menyebut kuda-kuda yang bekerja sebagai penarik cidomo di pulau-pulau itu menjalani hidup sengsara.      

Selain itu kuda-kuda tersebut juga tidak mendapat tempat perlindungan dari matahari selama jam kerja dan tidak ada dokter hewan yang akan menangani kuda jika sakit, serta tidak ada tukang besi yang membuat sepatu kuda di pulau tersebut.

Beberapa pemilik juga tidak memotong kuku kudanya, dan ironisnya hewan tersebut hanya disediakan air asin untuk minum karena para pemilik tidak membeli air bersih untuk minum kuda tersebut.

Kondisi itu mengakibatkan masa hidup rata-rata kuda di Gili Trawangan hanya tiga tahun, sementara kuda di tempat lain biasanya dapat mencapai usia empat puluh tahun lebih.
(ANT/M025/M008)

Pewarta :
Editor : Awi
Copyright © ANTARA 2024