Jakarta (ANTARA News) - Direktur Utama (Dirut) Perum LKBN ANTARA, Ahmad Mukhlis Yusuf, mengatakan bahwa keberadaan ANTARA sebagai kantor berita nasional Indonesia masih relevan pada era industrialisasi media.
"Kami memilih ini, bahwa ANTARA ingin tetap relevan dan bernilai di era industrialisasi media," kata Ahmad Mukhlis Yusuf saat peringatan puncak Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-74 LKBN ANTARA di Wisma ANTARA Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan, relevansi keberadaan ANTARA mempertimbangkan berbagai hal di antaranya Indonesia masih membutuhkan informasi yang mencerahkan dan berimbang.
Selain itu, Indonesia juga masih membutuhkan media perekat integrasi bangsa di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Bukankah kita juga merindukan pers yang tidak partisan dan kita masih memelihara harapan," katanya.
Untuk itu, kata Mukhlis, secara logika akal sehat ANTARA masih dibutuhkan sehingga masih harus tetap tegak berdiri.
Ia berpendapat, saat ini perkembangan teknologi informasi dan internet berdampak luar biasa bagi perilaku sosial termasuk merebaknya kekerasaan di lingkungan masyarakat.
Pada saat yang sama, perkembangan informasi juga telah melahirkan media baru dan memaksa perubahan paradigma kantor berita.
"Berkembangnya media partisan menunjukkan kekuasaan pemilik modal semakin besar. Tak mudah bagi kita menemukan konten-konten yang mencerahkan," katanya.
Situasi tersebutlah yang saat ini sedang dihadapi bangsa Indonesia. "Kita merindukan harapan, kebenaran sejati, sesuatu yang menjadi suara hati kita," katanya.
Ia juga masih mendengarkan harapan dari para pelanggan di Tanah Air yang mengharapkan informasi dan konten yang positif dan berimbang dari ANTARA.
Menurut dia, ANTARA sebagai mitra negara mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan pesan-pesannya baik ke dalam maupun keluar negeri melalui Public Service Obligation (PSO) yang diberikan pemerintah.
"Bagaimana ANTARA menjaga efektivitasnya? Kami masih terus belajar, memang masih ada kesenjangan, proses masih jauh dari sempurna dengan pemerintah tapi kami terus melakukan penyempurnaan," katanya.
Ia menambahkan, sampai saat ini pendapatan perusahaan masih sekitar 40 persen berasal dari kemitraan dengan pemerintah dan 60 persen lainnya dari kegiatan bisnis dan komersial.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Tifatul Sembiring, yang diwakili Staf Ahli Menkominfo, Henry Subiakto, dalam sambutannya saat HUT ANTARA mengatakan, sebagai kantor berita ANTARA menghadapi tantangan yang berat.
"ANTARA menghadapi tantangan teknologi yang luar biasa, bisnis melayani media itu masa lalu. Sekarang ANTARA harus mempunyai peran bisnis yang lebih besar," katanya.
Menurut dia, masih merebaknya pemberitaan yang buruk dan pesimistis serta tidak sesuai dengan fakta, yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini di satu sisi memprihatinkan namun di sisi lain menguntungkan ANTARA.
"Ketika masih ada pemberitaan yang buruk yang tidak sesuai fakta maka ANTARA mendapatkan PSO atau pekerjaan untuk menyeimbangkan," katanya.
Ia menegaskan, pemerintah tidak akan meminta ANTARA menjadi corong pemerintah tetapi berharap kantor berita nasional tersebut tetap berada di posisinya yang obyektif dan tidak memihak.
Henry juga berpesan agar ANTARA mengembangkan bisnisnya tidak sekadar fokus pada karya jurnalistik tetapi nonjurnalistik.
"Nonjurnalistik juga penting misalnya menjadi EO untuk event, cloud computing untuk server perusahaan media atau perusahaan terafiliasi ANTARA, dan mengembangkan bisnis multimedia," katanya.
Ia menambahkan, ke depan ANTARA harus selalu dekat dengan perkembangan teknologi terbaru dan pemerintah siap memberikan dukungan.
(ANT)
"Kami memilih ini, bahwa ANTARA ingin tetap relevan dan bernilai di era industrialisasi media," kata Ahmad Mukhlis Yusuf saat peringatan puncak Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-74 LKBN ANTARA di Wisma ANTARA Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan, relevansi keberadaan ANTARA mempertimbangkan berbagai hal di antaranya Indonesia masih membutuhkan informasi yang mencerahkan dan berimbang.
Selain itu, Indonesia juga masih membutuhkan media perekat integrasi bangsa di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Bukankah kita juga merindukan pers yang tidak partisan dan kita masih memelihara harapan," katanya.
Untuk itu, kata Mukhlis, secara logika akal sehat ANTARA masih dibutuhkan sehingga masih harus tetap tegak berdiri.
Ia berpendapat, saat ini perkembangan teknologi informasi dan internet berdampak luar biasa bagi perilaku sosial termasuk merebaknya kekerasaan di lingkungan masyarakat.
Pada saat yang sama, perkembangan informasi juga telah melahirkan media baru dan memaksa perubahan paradigma kantor berita.
"Berkembangnya media partisan menunjukkan kekuasaan pemilik modal semakin besar. Tak mudah bagi kita menemukan konten-konten yang mencerahkan," katanya.
Situasi tersebutlah yang saat ini sedang dihadapi bangsa Indonesia. "Kita merindukan harapan, kebenaran sejati, sesuatu yang menjadi suara hati kita," katanya.
Ia juga masih mendengarkan harapan dari para pelanggan di Tanah Air yang mengharapkan informasi dan konten yang positif dan berimbang dari ANTARA.
Menurut dia, ANTARA sebagai mitra negara mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan pesan-pesannya baik ke dalam maupun keluar negeri melalui Public Service Obligation (PSO) yang diberikan pemerintah.
"Bagaimana ANTARA menjaga efektivitasnya? Kami masih terus belajar, memang masih ada kesenjangan, proses masih jauh dari sempurna dengan pemerintah tapi kami terus melakukan penyempurnaan," katanya.
Ia menambahkan, sampai saat ini pendapatan perusahaan masih sekitar 40 persen berasal dari kemitraan dengan pemerintah dan 60 persen lainnya dari kegiatan bisnis dan komersial.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Tifatul Sembiring, yang diwakili Staf Ahli Menkominfo, Henry Subiakto, dalam sambutannya saat HUT ANTARA mengatakan, sebagai kantor berita ANTARA menghadapi tantangan yang berat.
"ANTARA menghadapi tantangan teknologi yang luar biasa, bisnis melayani media itu masa lalu. Sekarang ANTARA harus mempunyai peran bisnis yang lebih besar," katanya.
Menurut dia, masih merebaknya pemberitaan yang buruk dan pesimistis serta tidak sesuai dengan fakta, yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini di satu sisi memprihatinkan namun di sisi lain menguntungkan ANTARA.
"Ketika masih ada pemberitaan yang buruk yang tidak sesuai fakta maka ANTARA mendapatkan PSO atau pekerjaan untuk menyeimbangkan," katanya.
Ia menegaskan, pemerintah tidak akan meminta ANTARA menjadi corong pemerintah tetapi berharap kantor berita nasional tersebut tetap berada di posisinya yang obyektif dan tidak memihak.
Henry juga berpesan agar ANTARA mengembangkan bisnisnya tidak sekadar fokus pada karya jurnalistik tetapi nonjurnalistik.
"Nonjurnalistik juga penting misalnya menjadi EO untuk event, cloud computing untuk server perusahaan media atau perusahaan terafiliasi ANTARA, dan mengembangkan bisnis multimedia," katanya.
Ia menambahkan, ke depan ANTARA harus selalu dekat dengan perkembangan teknologi terbaru dan pemerintah siap memberikan dukungan.
(ANT)