Pada Agustus 2019 tim adhoc yang berjumlah 10 orang akan mengirimkan hasil kajian mengenai pempek dari berbagai aspek ke UNESCO, bersaing dengan 24 usulan warisan tak benda lainnya
Palembang (ANTARA) - Tim kajian pengajuan pempek sebagai warisan dunia tak benda Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa(UNESCO) meminta Pemerintah Kota Palembang segera meredam isu pajak kuliner khas tersebut karena khawatir akan mengganggu perjuangan proses pemilihannya.

Anggota tim kajian (adhoc) pempek untuk warisan dunia tak benda, Vebri Al-lintani kepada ANTARA, Jumat, di Palembang mengatakan bahwa informasi yang simpang siur mengenai pajak pempek membuat gejolak negatif di masyarakat.

"Jika melihat reaksi masyarakat akhir-akhir ini sebenarnya cukup mengganggu perjuangan tim dalam memantapkan pempek sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO, lebih baik biarkanlah dulu UMKM pempek itu, sebab pempek belum mencapai puncak perkembangannya," katanya.

Menurut dia informasi pajak pempek muncul di saat yang kurang tepat, sebab pempek baru saja mendapatkan predikat kuliner kota kreatif dari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) pada akhir Juni 2019, namun satu pekan berselang isu pajak pempek muncul ke publik yang ternyata sudah ada peraturan daerahnya sejak 2018.

Sedangkan pada Agustus 2019 tim adhoc yang berjumlah 10 orang akan mengirimkan hasil kajian mengenai pempek dari berbagai aspek ke UNESCO, bersaing dengan 24 usulan warisan tak benda lainnya.

Sebelumnya pempek telah ditetapkan sebagai warisan budaya nasional pada 2014 yang memicu pempek semakin berkembang, terutama saat Asian Games 2018 dengan angka pengiriman luar kota mencapai tujuh ton per hari.

"Jika pempek ditetapkan sebagai warisan dunia tak benda, maka dampaknya akan luar biasa sekali, karena itulah Pemkot Palembang seharusnya bergembira dan mendukung dengan regulasi bisnis yang memudahkan UMKM, agar perkembangannya sesuai harapan," katanya.

Baca juga: Girls' Generation minta nasi padang dan pempek

Baca juga: Pempek dipromosikan hingga Qatar


Ia mengatakan ada ribuan pedagang pempek mulai skala kecil hingga industri di Kota Palembang, di mana berkat pedagang tersebut pempek semakin mengakar dalam kehidupan sosial di Palembang, sehingga pemkot setempat perlu meninjau ulang aturan pajak pempek.

"Jika 10 persen rasanya terlalu besar, turunkan lagi menjadi dua atau tiga persen saja, mungkin pedagang sanggup membayarnya," katanya.

Sementara berdasarkan kajian tim, pempek sudah ada sejak masa Kerajaan Sriwijaya dengan nama klesaan, lalu pada awal abad 19 muncul seorang penjual klesaan keturunan Tionghoa yang sering dipanggil dengan sebutan apek-apek, sampai akhirnya lahirlah istilah empek-empek.

“Kajian sejarah ini masih terus disempurnakan dengan menguatkan bukti sejarah lainnya,” demikian Vebri  Al-lintani.
​​​​​​​
Baca juga: Pempek Palembang laku keras hingga tujuh ton per hari jelang Asian Games

Baca juga: Pemkot Palembang dorong makanan khas pempek "go internasional"

Baca juga: Pengiriman pempek melalui Pos tembus 11 ton

Pewarta: Aziz Munajar
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019