Jakarta (ANTARA) - Ombudsman RI menyarankan rencana kebijakan pemblokiran IMEI telepon seluler yang masuk secara ilegal ke Indonesia agar dikaji ulang agar tidak merugikan dan mengorbankan masyarakat.

"Kalau handphone itu sudah dijual, masyarakat sebagai konsumen tidak akan tahu IMEI-nya legal atau tidak, kalau diblokir artinya masyarakat yang jadi korban," kata Anggota Ombudsman RI Alvin Lie di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Pemblokiran ponsel black market tidak berlaku surut

Kementerian terkait kata dia sah-sah saja melindungi hak-hak para pengusaha agar tidak merugi akibat tindakan ilegal serta menutup celah kerugian negara dari kebocoran cukai.

Tetapi, kurang tepat kalau kebijakannya dengan memblokir IMEI telepon seluler yang telah beredar dan dipergunakan oleh masyarakat.

Baca juga: Vivo Indonesia apresiasi kebijakan IMEI

"Kalau pemerintah akan memperketat ini, perketat lah di bea cukai, di kepabeanan bukan main-main dengan IMEI-nya," kata Alvin.

Jika tetap memutuskan menerapkan pemblokiran IMEI, maka menurut dia, hal itu nantinya malah menunjukkan pemerintah kurang peka terhadap kepentingan masyarakat.

Baca juga: Dampak aturan IMEI, bisakah pakai ponsel yang dibeli di luar negeri?

"Kami mempertanyakan mengapa memblokir IMEI, sedangkan peraturan registrasi nomor telepon pengguna seluler belum optimal," ucapnya.

Peraturan registrasi nomor prabayar itu tidak berjalan sejak diterbitkan di 2017, bahkan saat ini dengan mudahnya mendapatkan kartu telepon seluler dengan registrasi data yang tidak jelas.

Baca juga: Nasib ponsel black market saat kontrol IMEI berlaku

"Untuk itu kami ingatkan, peraturan yang dulu sudah dibuat ditegakkan dulu, jangan membuat peraturan baru yang aneh-aneh," ujarnya.

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019