Peluk, peluk, peluk
Jakarta (ANTARA) - "Peluk, peluk, peluk," seru masyarakat yang melihat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Stasiun MRT Senayan, Jakarta, Sabtu pagi.

Tanpa sedikit pun rasa canggung, Jokowi dan Prabowo pun berpelukan, cium pipi kiri dan kanan, sambil menebar senyum.

Melihat hal tersebut, sontak masyarakat yang berkerumun di Stasiun MRT Senayan berteriak kegirangan dan bertepuk tangan.

Menhub Budi Karya Sumadi, Seskab Pramono Anung, Kepala BIN Budi Gunawan, Sekjen Gerindra Ahmad Muzani dan Waketum Gerindra Edhy Prabowo, serta Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Erick Thohir yang ada di lokasi tampak sumringah.

Sebelum pelukan bersejarah di stasiun bawah tanah itu, Jokowi dan Prabowo menyampaikan keterangan kepada pers bahwa masyarakat Indonesia harus kembali bersatu padu setelah kompetisi yang keras dalam Pilpres 2019.

"Tidak ada lagi yang namanya 01. Tidak ada lagi yang namanya 02. Tidak ada lagi yang namanya cebong. Tidak ada lagi yang namanya kampret. Yang ada adalah Garuda. Garuda Pancasila," kata Jokowi disambut riuh tepuk tangan.

Prabowo yang mengenakan baju putih sebagaimana Jokowi pun setuju dengan ucapan mantan rivalnya di Pilpres 2019 tersebut.

"Saya sangat setuju. Sudah gak ada cebong-cebong. Gak ada kampret-kampret. Semuanya Merah Putih," kata Prabowo yang disambut respons tak kalah riuh.

Selain riuh tepuk tangan, sebagian masyarakat merespons pertemuan Jokowi-Prabowo dengan teriakan "We Love You" berulang-ulang. Hal ini terjadi di Stasiun Lebak Bulus sampai dengan Stasiun Senayan, sebagaimana rute kedua capres 2019 tersebut.

Sejak bertemu di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jokowi dan Prabowo terus menebar senyum. Pakaian keduanya yang sama-sama putih semakin memancarkan wajah cerah dan memberi kesejukan kepada setiap siapa pun yang melihatnya.

"Menjadi presiden itu mengabdi. Masalah yang dipikul besar. Kami siap membantu kalau diperlukan," ujar Prabowo.

Pujian dan harapan pun berhamburan atas pertemuan kedua tokoh yang memang sudah ditunggu-tunggu itu.

"Pak Jokowi merangkul dan Pak Prabowo sportif menyampaikan ucapan selamat atas terpilihnya Pak Jokowi dan KH Ma'ruf Amin. Indah sekali," kata Ketua PBNU Robikin Emhas.

Selain mengonfirmasi sikap kenegarawanan Jokowi dan Prabowo, menurut Robikin, sebagai simbol kekuatan politik yang bersaing ketat dalam pilpres, bertemunya kedua tokoh tersebut juga merupakan harapan bagi semakin terkonsolidasinya demokrasi di Indonesia.

Pengamat politik dari Indikator Politik Indonesia Burhan Muhtadi mengatakan pertemuan itu merupakan bentuk pengakuan yang nyata dan konkret dari Prabowo kepada Jokowi sebagai presiden terpilih hasil Pemilu Presiden 2019.

Selain itu, menurut Burhan, pertemuan Joko Widodo dan Prabowo Subianto adalah sinyal yang kuat dari elite kepada masyarakat bawah untuk bersatu, menjaga persatuan, dan bersama-sama berkontribusi pada pembangunan bangsa.

"Adanya pertemuan ini maka situasi tegang di tingkat elite sudah 'clear', diharapkan para pendukung di tingkat akar rumput juga juga segera 'clear'," ucapnya, berharap.

Harus diakui, Pilpres 2019 menyebabkan polarisasi di masyarakat, antara pendukung Jokowi dan Prabowo. Polarisasi yang bahkan bermula sejak pilpres sebelumnya.

Begitu marak ujaran kebencian, saling hujat di antara masyarakat, terutama di media sosial, sebagai dampak ikutan rivalitas Jokowi dan Prabowo.

Karena itu, banyak pihak berharap pertemuan Jokowi dan Prabowo kali ini benar-benar mengakhiri perseteruan itu. Pelukan Jokowi dan Probowo diharapkan juga diikuti pendukung masing-masing.

"Hari ini bangsa Indonesia berbahagia. Dua pemimpin besar bertemu dan menjadi simbol bagi terajutnya kembali persatuan bangsa yang sempat koyak karena kontestasi politik," kata Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas.

Pertemuan itu wajib disyukuri, kata Yaqut. Salah satu wujud syukur itu adalah dengan mengikuti harapan kedua tokoh itu, yakni mengakhiri perseteruan sekaligus sebutan cebong dan kampret bagi pendukung keduanya.

"Kalau yang masih ngajak ribut saja, jangan-jangan mereka jenis ketiga. Bisa anjing, serigala, kutu kupret atau sebangsanya," tegas Yaqut.

Bukti kenegarawanan

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Suko Widodo menilai pertemuan antara presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto untuk pertama kali usai Pemilu 2019 merupakan bukti kenegarawan keduanya.

"Ini bukti sikap kenegarawanan keduanya. Pertemuan itu meluruhkan seluruh konflik politik yang selama ini berlangsung," kata Suko Widodo kepada ANTARA di Surabaya, Jawa Timur.

Suko menilai pakaian kemeja warna putih yang dikenakan Jokowi dan Prabowo saat bertemu di stasiun moda raya terpadu (MRT) Lebak Bulus Jakarta Selatan merupakan simbol bahwa mereka telah melebur dalam satu keindonesiaan.

"Tapi bukan berarti sikap-sikap politiknya sama, tidak. Ini hanya simbol mereka ingin sama-sama membangun bangsa. Meski belum berarti akan ada koalisi," ujar Suko

Ia juga menilai, pertemuan keduanya di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta sebagai simbol netralitas. Pasalnya, stasiun ini merupakan ruang publik yang bisa akses oleh siapapun.

"Saya lebih melihat simbol yang netral. Tidak di Istana Negara, tidak di istananya Prabowo. Di tempat umum yang diketahui masyarakat," ujarnya.

Selain itu, pemilihan stasiun dengan duduk di gerbong yang sama, dan kegiatan lainnya murni bentuk keinginan keduanya agar Indonesia tidak terus menerus berkonflik.

"Ini semata kenegarawanan antarkeduanya. Kita tahu di kelompok Prabowo, ada yang tidak suka mereka bertemu seperti itu. Tapi ini kan sikap kenegarawanan dari dua orang ini. Sebagai senior, sebagai pemimpin. Keduanya ingin Indonesia tidak ada konflik," tuturnya.

Dia berharap pertemuan itu bisa menyudahi polarisasi sikap masyarakat selama ini dalam politik. Elite politik juga diharapkan tak lagi mengipasi konflik.

"Bisa jadi koalisi yang selama ini terbangun bubar semua. Jadi hubungan parpol dengan parpol lainnya lebih cair dan dinamis," imbuhnya.

Harapan warga

Warga pun menyambut pertemuan Jokowi dan Prabowo dengan sukacita. Mereka bersyukur dan menaruh harapan kedua tokoh itu bersinergi membangun bangsa.

"Para elite politik biar enggak saling ribut lagi lah. Pemilu kan udah selesai. Beri kesempatan Pak Jokowi bekerja," ujar Rori (37), warga Kebon Jeruk, Jakarta Barat, ditemui saat berjalan-jalan bersama keluarganya di kawasan Senayan.

Senada, Deddy (67), penjual topi keliling yang biasa mangkal di kawasan Senayan juga menyambut baik pertemuan kedua tokoh bangsa itu.

"Lihatnya kan enak, jadi aman, damai," ucap warga Tasikmalaya, Jawa Barat, yang sudah berjualan di Jakarta sejak 1970-an itu.

Ya, pertemuan dan juga pelukan Jokowi dan Prabowo membawa kesejukan dan harapan bagi bangsa ini ke depan.

"Pertemuan ini sekaligus menutup buku cerita pesta demokrasi Indonesia kita yang diakhiri dengan 'everybody happy', yang nantinya bisa menjadi bahan bacaan bagi generasi berikutnya," ujar Waketum Gerindra Arief Poyuono.

Sementara itu, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Saifullah Yusuf berharap pertemuan antara presiden terpilih Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto membuat masyarakat kembali rukun.

"Terutama para pendukung-pendukung keduanya saat pemilihan presiden lalu. Ini momentum tepat untuk merajut kebersamaan," ujarnya kepada wartawan di Surabaya.

Menurut Gus Ipul, sapaan akrab Saifullah Yusuf, dengan adanya pertemuan tersebut maka masyarakat harus kembali guyub dan rukun, serta membuang jauh istilah 01 maupun 02.

"Mari bersama mengikuti pemimpin kita. Jangan ada lagi cebong dan kampret. Mari rukun kembali. Jika pemimpinnya saja rukun, para pendukung juga harus rukun," ucapnya.

Selain itu, wakil gubernur Jatim periode 2009-2019 tersebut juga mengatakan semua pertentangan pascapilpres sudah berakhir dan masyarakat sudah saatnya kembali fokus bekerja, serta saling menyapa antarsesama.

Sedangkan Ketua Ikatan Gus Gus Indonesia KH Ahmad Fahrur Rozi mengatakan para kiai sepuh se-Indonesia juga sangat menantikan pertemuan kedua tokoh ini.

Gus Fahrur, sapaan akrabnya, menyampaikan bahwa pertemuan inilah yang menjadi harapan para kiai agar suasana di bawah juga segera "adem".

"Para kiai beberapa kali bertemu di kediaman Gus Ipul dan sangat berharap Pak Jokowi dan Pak Prabowo bertemu," kata pengasuh Pondok Pesantren An Nur I Bululawang, Malang tersebut.

Dengan pertemuan ini, lanjut dia, maka polarisasi di bawah diharapkan bisa berakhir sehingga masyarakat kembali bergotong royong demi memajukan bangsa.

Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019