Penyusunan perda rokok atau KTR tidak hanya menyangkut kepentingan petani tembakau, melainkan ada kepentingan birokrasi dan antarlembaga.
Jakarta (ANTARA) - Sejumlah kalangan menyatakan bahwa penyusunan peraturan daerah kawasan tanpa rokok (Perda KTR) seharusnya melibatkan petani tembakau karena mereka merupakan salah satu unsur yang berkepentingan dengan regulasi tersebut.

Pengamat sosial dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Budi Rajab mengatakan, penyusunan perda rokok atau KTR tidak hanya menyangkut kepentingan petani tembakau, melainkan ada kepentingan birokrasi dan antarlembaga.

"Kalau rokok mau diperdakan, libatkan orang-orang merokok. Serikat petani tembakau diundang tidak. Kalau tidak, salah perdanya," katanya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Hal itu dikatakannya menanggapi adanya Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Jawa Barat yang dinilai tanpa melibatkan partisipasi seluruh masyarakat yang berkepentingan khususnya petani tembakau saat penyusunannya.Perda tersebut yang lahir dari inisiatif DPRD Jawa Barat dan telah diketuk palu pada 21 Maret 2019.

Senada dengan itu calon legislatif (caleg) DPRD Jawa Barat Hasim Adnan menyatakan, penyusunan perda harus melibatkan semua pihak, termasuk dalam membuat Perda KTR, pihak yang pro rokok dan antirokok harus diundang untuk berpartisipasi dan memberi masukan.

Ia menduga, pembuatan Perda KTR tidak melibatkan petani tembakau sejak dalam perencanaan. Jika tak dilibatkan berarti perda kategorinya maladmministrasi atau malprosedur, sehingga kalau perda tak sesuai harus direvisi.

“Perda KTR sangat mungkin direvisi. Dalam kontek partisipasi masyarakat yang berkepentingan (petani dan pengusaha tembakau)," ujar politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

Baca juga: 62 daerah terima penghargaan Kemenkes terkait kebijakan KTR

Sementara itu caleg DPRD Jabar Rafael Situmorang menyatakan penyusunan regulasi perlu melibatkan masyarakat. Hanya saja, dalam hal ini masyarakat sendiri harus aktif memperjuangkannya.

Ketua Komisi Informasi Jabar Dan Satriana melihat setiap penyusunan regulasi baik undang-undang maupun perda pasti memiliki unsur kepentingan, begitu juga dengan Perda KTR.

Oleh karena itu, tambahnya, penyusunan perda harus terbuka dan melibatkan masyarakat yang berkepentingan, antara lain petani tembakau.

"Dalam rokok kelihatan betul kepentingannya ada tapi tak dibuka. Supaya jelas kepentingan siapa maka harus dilakukan di meja yang terbuka," katanya.

Wulandari dari Perkumpulan Inisiatif menyatakan, masyarakat memang harus aktif dan kritis mengawasi kinerja anggota DPRD. Misalnya mendorong DPRD untuk membuat kebijakan yang memenuhi kepentingan masyarakat luas.

"Penting bagi DPRD untuk terbuka, mengundang kelompok-kelompok masyarakat sipil. Misalnya dalam Perda KTR ini mengundang petani tembakau, apakah diundang atau tidak? Dalam aturan pembuatan perda, masyarakat yang berkepingan harus diundang," katanya.
Baca juga: 20 kota dan kabupaten di Jabar dan Banten pelajari KTR di Kota Bogor

Pewarta: Subagyo
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019