Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan pasal 53 yang tercantum dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akan membatasi keleluasaan penegak hukum dalam menjerat korporasi yang tersangkut kasus korupsi.

"Yang pasti akan sulit dapat menjerat korporasi, padahal penegakan hukum korporasi khususnya penegak hukum (KPK) lagi serius ke sektor itu," kata Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum KPK Rasamala Aritonang dalam seminar publik bertajuk "Menelaah pengaturan tindak pidana korupsi dalam RKUHP" di Jakarta, Senin.

Menurut dia, penegak hukum di KPK menjadi tidak leluasa lagi karena pasal dalam draf yang disepakati pemerintah dan DPR per Mei 2018 itu menggunakan pendekatan identifikasi.

Itu artinya, korporasi dapat dibebankan tanggung jawab pidana jika pelakunya memiliki jabatan fungsional.

Padahal, kata dia, sering kali tindak pidana untuk dan atas nama korporasi banyak dilakukan oleh pegawai pada tingkat bawah.

"Jika terjadi kejahatan untuk kepentingan korporasi, kami tidak bisa jerat karena pelaku dan pengambilan keputusan di tingkat bawah," imbuhnya.

Para penegak hukum di KPK, kata dia, saat ini sedang serius menangani kasus korupsi di korporasi.

Untuk pertama kalinya, lanjut dia, KPK sebelumnya menangani kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan korporasi yakni PT Putera Ramadhan/PT Tradha.

Selain itu, juga ada PT Duta Graha Indah (DGI) yang telah berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjineering (NKE) yang sebelumnya divonis membayar total Rp86,19 miliar karena dinilai terbukti melakukan korupsi dalam proyek-proyek pemerintah.

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019