Selain karena perambahan hutan, penerbitan izin perkebunan sawit serta pertambangan di kabupaten tersebut juga menjadi penunjang terjadinya bencana banjir.
Palu (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah (Sulteng) menyebut bencana banjir yang terjadi di Kabupaten Morowali Utara, Sulteng salah satu faktor penyebabnya karena masifnya perambahan hutan.

"Banjir yang terjadi di Kabupaten Morowali Utara kemarin (20/06/2019) tidak hanya di sebabkan oleh hujan deras, melainkan masifnya perambahan hutan," ucap Manajer Kampanye WALHI Sulteng, Stevandi di Palu, Jumat (21/6).

Selain karena perambahan hutan, penerbitan izin perkebunan sawit serta pertambangan di kabupaten tersebut juga menjadi penunjang terjadinya bencana banjir.

Menurut Walhi, kata Stevandi, lajunya penerbitan izin tersebut telah berkontribusi terhadap lajunya deforestasi hutan sehingga menjadi faktor paling mempengaruhi terhadap bencana banjir yang terjadi di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara.

"Baru beberapa minggu lalu Kabupaten Morowali dikepung oleh banjir. Kemarin 20 Juni 2019, Kabupaten Morowali Utara juga mengalami bencana serupa yang mengakibatkan beberada desa di Kabupaten tersebut terendam banjir antara lain Desa Korowou,Kumpi, Beteleme, Ronta, Petumbea, Wawopada, Korompeli dan Pontangoa," kata Stevandi.

Baca juga: Jalur Trans Sulawesi menuju Morowali Utara diterjang banjir

Dalam cacatan WALHI Sulawesi Tengah, saat ini jumlah perusahaan perkebunan sawit di Kabupaten Morowali Utara sebanyak 14 perusahaan dengan luas aktivitas 42.219.378 Ha dan terdapat 6 perusahaan pertambangan yang saat ini beraktivitas di Kabupaten tersebut.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Kelompok Muda Peduli Hutan bahwa konsesi-konsesi perkebunan sawit di Morowali Utara mencapai 70 persen dari luasan Areal Penggunaan Lain (APL).

Masifnya eksploitasi Sumber Daya Alam berbasis lahan di Morowali Utara secara tidak langsung telah mengurangi daya dukung lingkungan dengan terjadinya deforestasi hutan.

"Kita tahu, hutan memiliki banyak manfaat bagi manusia. Selain untuk melepaskan oksigen, menangkap partikel bebas di udara, hutan juga memiliki fungsi hidrologis yang berperan sebagai penyimpan/ mengikat air kemudian mengatur peredarannya dalam bentuk mata air. Selain itu hutan memiliki manfaat klimatologis atau mengatur iklim. Dengan adanya hutan, maka kelembaban dan suhu udara bisa tetap stabil dan tetap terjaga serta mengurangi tingkat penguapan air dari dalam tanah," sebutnya.

Sayangnya, menurut WALHI Sulteng, manfaat hutan yang begitu kaya, tidak pernah diperhatikan oleh pengambil kebijakan (Pemerintah Daerah). Kebijakan yang serampangan dalam penerbitan izin dan tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan telah melahirkan banjir dimana-mana.

"Kita mau bilang, Pemerintah lalai dan bertanggung jawab atas banjir yang terjadi di Morowali Utara dan beberapa tempat di Sulawesi Tengah," urainya.

Dalam kasus ini, kata Stevandi, kita bisa mengambil contoh misalnya di desa Ronta dan Petembuea. Kedua desa ini berada di Kecamatan Lembo Raya dan saat ini juga merupakan desa terdampak dari meluapnya Sungai Ronta. Dari data awal yang WALHI Sulteng dapatkan, di Desa Petumbea, puluhan hektare sawah petani terendam banjir. Selain itu ternak warga juga ikut terseret oleh air. Di Desa Ronta, puluhan rumah terendam banjir dan mengharuskan warga untuk mengungsi ditempat-tempat aman.

Baca juga: LSM: Evaluasi keberadaan tambang di Morowali demi cegah bencana
Baca juga: Lalu lintas Trans Sulawesi di Morowali belum juga pulih


 

Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Ridwan Chaidir
Copyright © ANTARA 2019