Lebak (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, mengharamkan hukum kawin kontrak atau kawin mut'ah, karena hanya mengutamakan kepuasaan seks dan adanya unsur bisnis.

"Dalam nash Alquran tujuan nikah untuk membuat ketenangan dan menjalin kasih sayang kedua pasangan suami/isteri itu," kata Wakil Ketua MUI Kabupaten Lebak KH Ahkmad Khudori saat dihubungi di Lebak, Selasa.

Kemungkinan kawin kontrak di Indonesia bermunculan sehubungan terbongkarnya kasus tindak pidana perdagangan orang berkedok kawin mut'ah di Kota Pontianak, Kalimantan Barat.

Hukum kawin kontrak jelas-jelas dilarang, karena tidak tercatat pada Kantor Urusan Agama (KUA),termasuk nikah siri.

Selain itu juga kawin kontrak sangat merugikan kaum perempuan dan kebanyakan kawin mutah tidak memiliki keturunan atau generasi penerus.

Apabila, mereka memiliki keturunan maka anaknya tidak tercatat pada akta kelahiran.

Selama ini, ujar dia, kawin kontrak hanya diibaratkan perempuan menjadikan barang yang harus melayani orang yang mengontraknya, sebab mereka sudah terikat bisnis.

Oleh karena itu, MUI Kabupaten Lebak mengharamkan hukum kawin kontrak disebabkan tidak ada hukum standar yang telah diterangkan dalam kitab dan sunnah dari thalak, iddah dan warisan, sehingga ia tidak berbeda dengan pernikahan yang tidak sah secara negara.

"Kami menduga kawin kontrak yang bermunculan itu, termasuk di Pontianak, Kalbar dikhawatirkan menganut paham Syiah," katanya menjelaskan.

Menurut dia, MUI telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan kawin kontrak hukumnya haram.

Fatwa MUI itu telah disampaikan pada 27 Juli 2010 sehubungan banyaknya pernikahan kontrak yang terjadi di kawasan Bogor, Jawa Barat.

Disamping itu juga kawin mut'ah hukum haram dikarenakan dampak negatif yang ditimbulkannya sangat banyak.

"Kami mengajak masyarakat agar mewaspadai praktik kawin kontrak, karena sangat merugikan kaum perempuan," katanya.

Baca juga: Pemilik rumah jadi tersangka kasus kawin kontrak

Baca juga: PP Aisyiyah: kawin kontrak kerap memosisikan perempuan pihak bersalah

Baca juga: Problem ekonomi pendorong praktek kawin kontrak di Kalbar


 

Pewarta: Mansyur suryana
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019