Jakarta (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan dakwaan terkait kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) korporasi pertama di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang pada Rabu(29/5).

"Besok (Rabu,29/5) KPK akan mengajukan dakwaan dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh korporasi (PT Putera Ramadhan/PT Tradha). Ini merupakan kasus pertama yang ditangani KPK yang memproses korporasi dengan pasal TPPU dengan tindak pidana asal atau 'predicate crime' korupsi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (28/5) malam.

PT Tradha merupakan perusahaan yang didirikan oleh mantan Bupati Kebumen M Yahya Fuad sejak 1988.

Namun, sebelum dilantik menjadi Bupati Kebumen pada 17 Februari 2016, ia mengubah susunan direksi, komisaris, dan kepemilikan saham perusahaan.

"Namun, meskipun namanya tidak lagi tercantum sebagai Direktur Utama atau di jajaran direksi, ia tetap dapat mengendalikan perusahaan tersebut dan menerima manfaat dari PT Tradha," ungkap Febri.

Ia menjelaskan bahwa uang yang diduga diterima dari "fee" proyek di Kebumen dimasukan dalam sistem keuangan korporasi bahkan diduga korporasi ini juga menangani beberapa proyek menggunakan metode pinjam bendera dari anggaran yang sebelumnya telah diurus Bupati.

Selain ini merupakan kasus perdana pencucian uang oleh korporasi yang ditangani KPK, kata Febri, dalam proses penyidikan KPK juga menggunakan Pasal 12 huruf i Undang-Undang Tipikor sebagai "predicate crime" selain pasal suap.

Penggunaan Pasal 12 huruf I Undang-Undang Tipikor karena diduga terdapat konflik kepentingan dalam pengadaan yang dilakukan oleh Bupati Kebumen saat itu sebagai pengendali PT Tradha.

"Jadi, selain untuk kepentingan penegakan hukum, KPK juga mengajak masyarakat khususnya kampus untuk mengawal penanganan kasus ini sehingga kami berharap penanganan kasus pencucian uang korporasi ini dapat menambah khazanah penegakan dan pengetahuan hukum," tuturnya.

Kasus tersebut merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Oktober 2016 lalu.

Meskipun saat itu barang bukti yang disita hanya Rp70 juta, namun dalam perkembangannya KPK dapat mengungkap skandal korupsi yang bersifat sistematis dalam perkara ini.

Dalam proses pengembangan perkara ini ditemukan sejumlah bukti-bukti yang kuat sehingga KPK memproses 11 orang lagi dari unsur Wakil Ketua DPR RI, Bupati Kebumen, sekda, Ketua DPRD, dan Anggota DPRD serta swasta dan satu korporasi yang diduga terafiliasi dengan Bupati Kebumen dalam dugaan tindak pidana pencucian uang.

Jika dilihat dari sisi aktornya, kata Febri, maka pelaku dalam perkara ini cukup kompleks yang melibatkan berbagai unsur legislatif pusat, daerah, dan pemerintah daerah serta swasta.

"Modus korupsinya juga sistematis, mulai dari suap terhadap Wakil Ketua DPR RI untuk pengurusan anggaran, suap pada sejumlah unsur pimpinan dan anggota DPRD Kebuman untuk pengesahan dan pembahasan anggaran, mengalokasikan jatah proyek untuk Bupati Kebuman dan pengerjaan oleh korporasi yang terafiliasi dengan Bupati hingga pada pelaksanaan dan "fee" proyek," kata Febri.

Adapun 11 tersangka yang telah diproses tersebut, yaitu PNS pada Dinas Pariwisata Kabupaten Kebumen Sigit Widodo (SGW), Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Kebumen 2014-2019 Yudhy Tri Hartanto (YTH), Sekretaris Daerah Kabupaten Kebumen Adi Pandoyo (AP), Basikun Suwandin Atmojo (BSA) dari swasta, Hartoyo (HTY) dari swasta.

Selanjutnya, anggota Komisi A DPRD Kabupaten Kebumen Dian Lestari (DL), Komisaris PT KAK Khayub Muhamad Lutfi (KML), Bupati Kebumen 2016-2021 Muhamad Yahya Fuad (MYF), Hojin Anshori (HA) dari swasta, Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan (TK), dan Ketua DPRD Kebumen Cipto Waluyo (CW).***2***

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019