Jakarta (ANTARA) - Penyidik Bareskrim Polri mengirimkan berkas kasus dua penagih utang dari Bank Danamon Indonesia (BDI) yang mengambil paksa dokumen Kapal TB Herlina 2 milik PT Pelayaran Borneo Karya Swadiri (PBKS).

"Berkasnya sudah dikirim ke jaksa, kami melanjutkan dan menyempurnakan kembali," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Kombes Pol Daniel Tahi Monang Silitonga di Jakarta, Selasa.

Sebelumnya pada 14 November 2018, polisi menetapkan tersangka dua penagih utang dari BDI, yakni Jhony Simajuntak dan Nanang Romadhon yang diduga melakukan tindakan mengambil paksa dan merampas dokumen kapal.

Daniel mengatakan, Bareskrim Polri menerima penyerahan dan melanjutkan penyidikan kasus itu dari Polda Jambi.

Diketahui, kedua tersangka diduga mengambil paksa dan merampas dokumen penting Kapal Herlina 2 milik PT Pelayaran Borneo Karya Swadiri (PBKS) di Perairan Sungai Batang Hari Desa Talang Duku Kabupaten Muaro Jambi pada 6 Oktober 2017.

Sementara Direktur Utama PT PBKS, M. Adjie Pramana menjelaskan permasalahan berawal saat perusahaannya menjadi debitur BDI pada 2012 dengan mengajukan kredit investasi sebesar 9.824.849 dolar AS.

Pada 2013 terjadi perubahan perjanjian kredit dan dilakukan persetujuan Restruktur Fasilitas Kredit pada 5 Desember 2016.

"Kami selalu membayar per bulannya," ujar Adjie.

Namun, Adjie menjelaskan BDI tidak dapat menyetujui restrukturisasi tersebut karena dalam laporan Sistem Informasi debitur per 31 Desember 2016, PT PBKS tercatat dalam kategori kredit macet (Kol 5) pada Bank Permata.

Adjie menambahkan bahwa selanjutnya PT PBKS melunasi kredit di Bank Permata pada 22 Maret 2017 sehingga kolektabilitas kembali normal. Namun BDI tetap menempatkan PT PBKS dalam kategori kredit macet atas alasan subyektif.

Adjie kecewa terhadap kebijakan sepihak BDI yang melakukan penagihan sebesar 9.824.849 dolar AS pada 30 Maret 2017.

"Penagihan itu tidak pernah diperjanjikan, jadi itu tindakan sewenang-wenang BDI," tutur Adjie.

PT PBKS pun melayangkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan Petikan Putusan Perkara Perdata Nomor: 255/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel, pada April 2017.

Pada November 2017, hakim memutuskan bahwa penetapan status kredit macet oleh BDI merupakan perbuatan melawan hukum.

Namun, BDI membuat perjanjian kerja sama penarikan kapal berdasarkan Surat Nomor: 015/SK/WR-R.01/0917 pada 11 September 2017.

BDI memberikan kuasa kepada Jhony Simajuntak untuk melakukan penarikan jaminan kredit yang seharusnya dilakukan melalui penetapan sita pengadilan.

"Kapal Herlina 2 milik saya yang sedang berlayar ke Semarang dihentikan dan diambil dokumen-dokumennya dan ditarik kembali ke Jambi, padahal pihak Syahbandar tidak mengizinkan mereka untuk menahan dan merampas kapal saya tanpa ada persetujuan dari pengadilan," kata Adjie.

Akibat tindakan perampasan, Kapten Kapal Herlina 2, Delias Manoppo membuat laporan di Polda Jambi.

Laporan Delias terkait dugaan tindakan perampasan dokumen tersebut yang dilakukan dua penagih utang dari BDI.

Saat ini, kasus tersebut ditangani Bareskrim Polri dan telah dilimpahkan berkas kasusnya ke Kejaksaan namun kedua tersangka tidak ditahan. 

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019