Cibinong, Bogor (ANTARA) - Pasangan suami istri yang didakwa melakukan pembunuhan terhadap Muhammad Abdullah Fithri Setiawan alias Dufi dan mayatnya ditaruh dalam drum telah divonis mati oleh Pengadilan Negeri (PN) Cibinong Kabupaten Bogor Jawa Barat, Selasa.

Pengadilan telah memvonis mati pasangan suami istri (pasutri) terdakwa kasus mayat dalam drum, yakni Muhammad Nurhadi dan Sari Murniasih, sedangkan satu terdakwa lainnya, Dasep divonis hukuman penjara selama 10 tahun pada sidang putusan, Selasa.

"Sudah beberapa kali sidang, hari ini pembacaan putusan. Jadi inti dari putusan tersebut untuk terdakwa Nurhadi dan Sari Murniasih itu dijatuhkan putusan mati. Untuk terdakwa atas nama Dasep itu dijatuhkan hukuman selama 10 tahun," ujar Juru Bicara PN Cibinong, Chandra Gautama kepada ANTARA usai sidang putusan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Ben Ronal Situmorang.

Chandra menjelaskan Nurhadi dan Sari dihukum lebih berat kerena berperan sebagai aktor utama pembunuhan Muhammad Abdullah Fithri Setiawan alias Dufi, yang ditemukan telanjang dalam drum di Klapanunggal Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada 18 November 2018.

Baca juga: Korban pembunuhan di dalam tong mantan jurnalis

"Dari tingkat kejahatan pidananya, karena sudah dianggap sadis oleh majelis hakim maka putusan mati. Tentu mejelis yang menpunyai pertimbangan khusus suatu perkara," terangnya.

Fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, Nurhadi dan Sari menghabisi nyawa Dufi di kontrakannya yang berlokasi di Gunung Putri Kabupaten Bogor, dengan cara menusuk dua kali dada kiri Dufi menggunakan pisau.

"Sehingga menyebabkan matinya Dufi. Sedangkan Dasep diputus 10 tahun karena hanya membantu membawa mayat saja," kata Chandra.

Kini pihaknya menunggu langkah hukum ketiga terdakwa, karena memiliki waktu selama satu pekan untuk menerima putusan ataupun banding ke Pengadilan Tinggi (PT).

Menurut dia, dua terdakwa yang divonis mati baru akan dieksekusi ketika sudah ada kekuatan hukum tetap atau inkrah.

"Setelah tidak ada upaya hukum lagi, dalam arti dilakukan mulai dari PN, banding, kasasi, Peninjauan Kembali (PK), semuanya sudah dilakukan. Baru Jaksa yang mengeksekusinya," tuturnya.

Sedangkan rentang waktunya sampai pada eksekusi mati, paling lama tidak lebih dari dua tahun.

"Saya tidak tahu pasto, sekarang Mahkamah Agung (MA) membuat suatu perkara menjadi cepat. Jadi kalau misal di PN paling lama lima bulan, di PT paling lama lima bulan juga, di MA paling lama lima bulan, tinggal jumlahkan. Itu paling lama. Atau upaya hukum lagi PK itu sekitar lima bulan juga," beber Chandra.

Baca juga: Polda Metro Jaya ringkus pembunuh mayat dalam drum

Baca juga: Polisi kejar penadah kendaraan milik mendiang Dufi

Pewarta: M Fikri Setiawan
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019