Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria menilai tenaga honorer harus mendapatkan jaminan sosial sehingga pemerintah harus memastikan mereka mendapatkan jaminan kesehatan, pendidikan dan tenaga kerja.

"Negara bertanggung jawab memberikan jaminan sosial bagi tenaga honorer. Kita memiliki 439 ribu tenaga honorer yang belum diangkat, bahkan dimoratorium," kata Riza Patria dalam diskusi bertajuk Transformasi Kebijakan dan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan untuk ASN dan Non-ASN di Jakarta, Rabu.

Dia menilai selama ini tenaga honorer belum mendapatkan jaminan kesehatan dan ketenaga kerjaan dari pemerintah sehingga butuh perhatian khusus dalam persoalan tersebut.

Menurut dia, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) seharusnya digunakan untuk kepentingan riil seperti memberikan jaminan sosial kepada tenaga honorer.

"Kalau pemerintah gencar dengan pembangunan infrastruktur, ada warga negara yang berjasa belasan tahun namun masih tetap menjadi tenaga honorer. Butuh perhatian bagi tenaga honorer," ujarnya.

Selain itu dia menyoroti aturan UU BPJS Ketenaga Kerjaan terkait jaminan kematian dan hari tua sehingga tidak boleh ada lembaga selain BPJS yang memberikan jaminan tersebut.

Dia menekankan bahwa selain BPJS tidak ada lembaga yang memberikan jaminan sosial apalagi diberikan kepada Perseroan Terbatas (PT) yang tujuannya hanya untuk meraih keuntungan.

"Jaminan sosial tidak bisa bersifat 'profit' atau hanya ambil keuntungan karena ini bagian dari tanggung jawab pemerintah," katanya.

Dalam diskusi tersebut, Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (MP BPJS) Hery Susanto mengatakan ada  empat Peraturan Pemerintah (PP) yang diberlakukan pemerintahan Jokowi di bidang jaminan sosial ketenagakerjaan.

Keempat PP tersebut adalah PP No 70 tahun 2015 Tentang Jaminan Kecelakaan Kerja Dan Jaminan Kematian Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara, PP 66 tahun 2017 Tentang Perubahan atas PP 70 tahun 2015, dan PP 49 tahun 2018 Tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, di mana untuk Aparatur Sipil Negara (ASN), PPPK, dan Honorer dikelola oleh Taspen. 

"Berlakunya 4 PP tersebut menjadi persoalan yang serius dalam tata kelola jaminan sosial sebagaimana tertuang dalam UU SJSN, UU BPJS dan UU ASN," kata Hery.

Menurut dia, amanah UU BPJS ditegaskan bahwa pengelolaan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) adalah kewenangan dari BPJS ketenagakerjaan bukan PT Taspen dan PT Asabri.

Dia menilai pemerintah sudah harus menyiapkan Iangkah penggabungan jaminan pensiun PT Taspen dan PT Asabri ke BPJS ketenagakerjaan paling lambat 2029, bukan membuat blunder peraturan perundang-undangan yang tidak sinergi dengan amanat UU. 

"UU no 24 tahun 2011 tentang BPJS öengan jelas menyatakan bahwa perlindungan jaminan sosial untuk sektor Ketenagakerjaan di Indonesia hanya dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan yang mengelola JKM, JKK, JHT dan JP," katanya.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019