Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa memanggil seorang saksi dalam penyidikan kasus suap terkait pembahasan dan pengesahan RKA-K/L dalam APBN-P TA 2016 untuk Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI.

Saksi tersebut adalah karyawan swasta PT Merial Esa M Adami Okta yang akan diperiksa untuk tersangka Manager Director PT Rohde and Schwarz Erwin Sya'af Arief (ESY).

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ESY terkait tindak pidana korupsi suap pembahasan dan pengesahan RKA-K/L dalam APBN-P TA 2016 untuk Bakamla RI," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Untuk diketahui, M Adami Okta merupakan mantan narapidana terkait kasus suap tersebut.

Pada 17 Mei 2017, M Adami Okta dijatuhi vonis penjara 1 tahun dan 6 bulan dan denda Rp100 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Erwin telah diumumkan sebagai tersangka pada 27 Desember 2018.

Erwin diduga secara bersama-sama atau membantu memberi atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara terkait proses pembahasan dan pengesahan RKA-K/L dalam APBN-P TA 2016 yang akan diberikan kepada Bakamla RI.

Atas perbuatannya tersebut, Erwin disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP. 

KPK mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa keterangan saksi, surat, barang elektronik, dan fakta persidangan bahwa Erwin diduga membantu Fahmi Darmawansah selaku Direktur PT Merial Esa memberikan suap kepada Fayakhun Andriadi selaku anggota Komisi I DPR RI periode 2014-2019. 

Erwin diduga bertindak sebagai perantara antara Fahmi dan Fayakhun dengan mengirimkan rekening yang digunakan untuk menerima suap dan mengirimkan bukti transfer dari Fahmi ke Fayakhun. 

Jumlah uang suap yang diduga diterima Fayakhun dari Fahmi adalah sebesar 911.480 dolar Singapura atau sekitar Rp12 miliar yang dikirim secara bertahap sebanyak empat kali melalui rekening di Singapura dan Guangzhou, China. 

Uang suap tersebut diduga diberikan sebagai "fee" atas penambahan anggaran untuk Bakamla RI pada APBN-P 2016 sebesar Rp1,5 triliun. Peran Fayakhun adalah mengawal agar pengusulan APBN-P Bakamla RI disetujui oleh DPR RI.

Diduga, kepentingan Erwin membantu adalah apabila dana APBN-P 2016 untuk Bakamla RI disetujui, maka akan ada yang dianggarkan untuk pengadaan satelit monitoring yang akan dibeli dari PT Rohde & Schwarz Indonesia dan Erwin sebagai Managing Directornya.

Baca juga: KPK kembali tetapkan satu tersangka kasus satelit monitoring Bakamla
Baca juga: Fayakhun dituntut 10 tahun penjara


 

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019