Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Hanafi Rais berpendapat diplomasi yang dilakukan Kementerian Luar Negeri RI harus efektif menjamin kedaulatan negara, terutama dalam menghadapi isu separatisme Papua.

Pernyataan tersebut disampaikan Hanafi menanggapi manuver yang dilakukan pemimpin Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (ULMWP) Benny Wenda didukung negara Vanuatu yang mengangkat separatisme Papua menjadi isu internasional.

“Gerakan separatisme oleh OPM maupun oknum-oknum yang ada selama ini jangan dianggap sepele. Langkah diplomatik yang dilakukan pemerintah harus efektif baik dengan cara persuasif maupun negosiasi,” kata Hanafi usai mengikuti rapat kerja Komisi I DPR RI dengan Menteri Luar Negeri di Jakarta, Kamis.

Kemlu, menurut dia, selama ini memilih pendekatan lunak (soft approach) dan relatif senyap dalam berdiplomasi.

Namun, pemerintah perlu memberi pesan dan kesan kepada bangsa Indonesia bahwa kedaulatan NKRI tidak boleh berubah dan tidak akan berisiko diintervensi oleh kekuatan asing, baik itu negara maupun lembaga internasional.

“Jadi diplomasi apapun yang ditempuh oleh Kemlu silakan, Kemlu pasti punya siasat sendiri. Tetapi masyarakat ingin diyakinkan bahwa langkah-langkah diplomasi Kemlu memang efektif untuk menjamin kedaulatan kita tidak terkompromi atau menghadapi gangguan dari luar negeri,” tutur Hanafi.

Isu separatisme Papua kembali mengemuka setelah Vanuatu menyelundupkan Benny Wenda ke dalam delegasinya untuk bertemu Komisioner Tinggi HAM PBB Michelle Bachelet di Jenewa pada 25 Januari lalu. 

Kunjungan delegasi Vanuatu ke kantor KT HAM PBB dimaksudkan untuk membahas laporan penegakan HAM tahunan (Universal Periodic Review/UPR) Vanuatu di Dewan HAM PBB.

Namun, Benny memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menyampaikan petisi referendum kemerdekaan Papua Barat yang diklaimnya sudah ditandatangani oleh 1,8 juta orang, padahal dirinya tidak masuk dalam daftar resmi delegasi Vanuatu untuk UPR.

Tindakan Vanuatu, termasuk sejumlah negara Pasifik lain yang sempat menyuarakan isu Papua dalam forum-forum PBB, disebut Hanafi sebagai tantangan tersendiri bagi kedaulatan RI.

Meski demikian, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu meyakini Menlu Retno Marsudi dan seluruh jajarannya di Kemlu memiliki kapasitas untuk melakukan minimalisasi risiko atas upaya pihak-pihak yang merongrong kedaulatan negara.

"Kami yakin persoalan-persoalan separatisme tentu tidak cukup dihadapi dengan diplomasi yang sifatnya politik misalnya negosiasi atau lobi, tetapi akan lebih kuat jika didekati dengan diplomasi ekonomi. Jadi forum-forum ekonomi harus ditingkatkan di kawasan Pasifik Selatan,” ujar dia.

Intensi untuk merangkul negara-negara Pasifik dalam kerja sama perdagangan dan pariwisata telah diinisiasi Indonesia melalui rencana penyelenggaraan Pacific Expo.

Pameran perdagangan dan pariwisata yang dijadwalkan pada paruh kedua 2019 ini akan mendapat dukungan dari Australia dan Selandia Baru, serta negara-negara Pasifik.

Selain untuk meningkatkan kerja sama ekonomi, acara ini juga diselenggarakan sebagai salah satu upaya untuk melawan berita-berita palsu mengenai Papua.

“Pokoknya kami ingin meningkatkan kerja sama. Kalau tidak kenal kan tidak sayang, jadi salah satu upaya untuk menangkal fake news ya dengan melihat, mengetahui, berkenalan, dan memahami,” kata Menlu Retno.

Baca juga: Menlu tolak tanggapi petisi referendum kemerdekaan Papua Barat

Baca juga: Indonesia layangkan nota protes kepada Vanuatu terkait Papua

Baca juga: DPR kecam tindakan Vanuatu selundupkan Benny Wenda dalam delegasinya

Baca juga: Indonesia kecam Vanuatu kelabui Komisioner Tinggi HAM PBB


Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019