Diduga pelaksanaan lelang dilakukan menggunakan rekayasa dan formalitas dengan membuat penanggalan dokumen administrasi lelang secara 'backdated'."
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta II Tahun 2017.

Dua tersangka itu antara lain Direktur Utama Perum Jasa Tirta II Djoko Saputra (DS) dan Andririni Yaktiningsasi (AY) dari unsur swasta.

"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta II Tahun 2017. Terkait hal tersebut, KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan dua orang sebagai tersangka," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat.

Djoko Saputra selaku Direktur Utama Perum Jasa Tirta ll diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya. 

"Sehingga diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara dalam dalam pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta ll Tahun 2017," kata Febri.

Lebih lanjut Febri menyatakan bahwa pada 2016 setelah diangkat menjadi Direktur Utama Perum Jasa Tirta II Djoko Saputra diduga memerintahkan melakukan relokasi anggaran. 

Revisi anggaran dilakukan dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan pengembangan SDM dan strategi korporat yang pada awalnya senilai Rp2,8 miliar menjadi Rp9,55 miliar.

"Yaitu, perencanaan strategis korporat dan proses bisnis senilai Rp3,82 miliar dan perencanaan komprehensif pengembangan SDM Perum Jasa Tirta ll sebagai antisipasi pengembangan usaha perusahaan senilai Rp5,73 miliar," ucap Febri.

Perubahan tersebut diduga dilakukan tanpa adanya usulan baik dan unit lain dan tidak sesuai aturan yang berlaku. 

"Setelah dilakukan revisi anggaran, DS kemudian diduga memerintahkan pelaksanaan pengadaan kedua kegiatan tersebut dengan menunjuk AY sebagai pelaksana pada kedua kegiatan tersebut," tuturnya.

Dalam pelaksanaan kedua pekerjaan tersebut, Andririni diduga menggunakan bendera perusahaan PT Bandung Management Economic Center (BMEC) dan PT 2001 Pangripta. 

Realisasi penerimaan pembayaran untuk pelaksanaan proyek sampai dengan tanggal 31 Desember 2017 untuk kedua pekerjaan tersebut adalah Rp5.564.413.800.

"Dengan rincian, pekerjaan komprehensif pengembangan SDM Perum Jasa Tirta II sebagai antisipasi pengembangan usaha perusahaan sebesar Rp3.360.258.000 dan perencanaan strategis korporat dan proses bisnis sebesar Rp2.204.155.800," kata Febri.

Diduga, kata dia, nama-nama para ahli yang tercantum dalam kontrak hanya dipinjam dan dimasukkan ke dalam dokumen penawaran PT BMEC dan PT 2001 Pangripta sebagai formalitas untuk memenuhi administrasi lelang.

"Diduga pelaksanaan lelang dilakukan menggunakan rekayasa dan formalitas dengan membuat penanggalan dokumen administrasi lelang secara 'backdated'," ungkap Febri.

Diduga kerugian keuangan negara setidak-tidaknya Rp3,6 miliar yang merupakan dugaan keuntungan yang diterima Andririni dari kedua pekerjaan tersebut atau setidaknya lebih dari 66 persen dari pembayaran yang telah diterima.

Atas perbuatan tersebut, Djoko dan Andririni disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018