Kita mencoba membuat yang lebih rasional dengan memperhitungkan kondisi terkini
Jakarta (ANTARA News) - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menyusun target pertumbuhuan ekonomi periode 2020-2024 secara lebih realistis di kisaran 5,4-6 persen atau berbeda dengan periode 2015-2019 saat direncanakan cukup tinggi yakni 5,8-8 persen.

Kepala Bappenas/Menteri PPN Bambang Brodjonegoro usai diskusi di Jakarta, Rabu, mengatakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 sangat mempertimbangkan kondisi perekonomian global.

Oleh karena itu, pemerintah tidak ingin lagi terlalu ambisius dalam menyusun parameter fundamental perekonomian.

"Sekarang ini, kita mencoba membuat yang lebih rasional dengan memperhitungkan kondisi terkini. Karena kan kondisi global juga bisa berubah," ujarnya.

Bambang menuturkan target pertumbuhan 5,4-6 persen itu masih dalam pembahasan Bappenas dan instansi pemerintah terkait lainnya, sehingga target bisa saja berubah, sebelum RPJMN 2020-2024 disahkan.

Target pertumbuhan 5,4-6 persen pada 2020 itu juga sudah menimbang reformasi struktural perekonomian yang masih berjalan saat ini, seperti industrialisasi.

"Kita menghitung potensial pertumbuhan yang bisa terjadi pada periode itu. Jadi 5,4-6 persen. Itu skenario pesimistis 5,4 persen, kemudian optimistis 6,0 persen," ujar Mantan Menteri Keuangan itu.

Dengan target pertumbuhan 5,4-6 persen itu, pertumbuhan industri pengolahan atau manufaktur perlu mencapai 5,4-7,05 persen. Industri pengolahan menyumbang komposisi hingga 20 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia saat ini.

Namun, kontribusi industri manufaktur itu masih dianggap minim oleh Bambang. Semestinya kontribusi industri manufaktur terhadap PDB dapat mencapai minimal 27 persen seperti yang terjadi dua dekade lalu atau era awal 1990-an. Bappenas ingin mengembalikan era kejayaan industri manufaktur mengingat Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alam. Namun, mencapai peran ideal industri manufaktur terhadap perekonomian, tidak bisa dalam jangka pendek.

"Maka itu, bagaimana kita merevitalisasi sektor manufaktur, bagaimana manufaktur itu punya pertumbuhan yang lebih tinggi sehingga dia bisa mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi lagi. Karena manufaktur terbesar kontribusinya pada PDB jadi kalau manufaktur tumbuh lebih cepat ekonomi juga akan tumbuh lebih cepat," ujar Bambang.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengungkapkan mengembalikan peran industri manufaktur terhadap perekonomian seperti kondisi pada awal 1990-an memang tidak mudah. Terlebih, dalam beberapa tahun mendatang, dampak kondisi ekonomi global seperti perang dagang dan juga volatilitas nilai mata uang bisa semakin menekan pertumbuhan industri manufaktur.

"Kenaikan tingkat suku bunga dan kurs yang tidak stabil itu memukul industri dua kali. Jadi, faktor ini yg harus kita jaga agar likuiditas (kecukupan dana) tetap terjaga, karena likuiditas juga mendorong pertumbuhan," kata Airlangga.

Baca juga: BI prediksi ekonomi 2019 tumbuh hampir sama dengan tahun ini
Baca juga: Memacu pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global

 

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2018