Kalau dibiarkan, dikhawatirkan membuat siapa saja dapat menjadi sasaran tembak hanya karena informasi yang tidak jelas sumbernya
Mataram  (ANTARA News) - Feri Sanjaya, pengamat media dan akademisi Universitas Bung Karno mempertanyakan keberadaan Indonesialeaks mengingat tidak melaksanakan prinsip kerja jurnalistik.

"Seharusnya jika keberadaan portal (Indonesialeaks) tersebut, menyebarkan informasi seharusnya mencantumkan narasumber, tidak dirahasiakan, bahkan menyembunyikannya. Jangan sampai informasi hoaks yang disebarkan," katanya saat ditanya mengenai keberadaan Indonesialeaks yang menyeret nama Kapolri Jenderal Tito Karnavian, di Mataram, Minggu malam.

Pasalnya, kata dia, kalau dibiarkan maka dapat menjadi alat untuk mengkriminalisasi seseorang seperti dalam kasus dugaan perusakan alat bukti di KPK dengan sasaran Kapolri Tito Karnavian.

"Kalau dibiarkan, dikhawatirkan membuat siapa saja dapat menjadi sasaran tembak hanya karena informasi yang tidak jelas sumbernya, ucapnya.

Keberadaan Indonesialeaks juga belum menunjukkan bagian dari Pers di Indonesia. Apa bedanya jurnalistik dengan per.  Dalam pandangan awam, jurnalistik dan pers seolah sama atau bisa dipertukarkan satu sama lain.

Namun, sesungguhnya tidak. Jurnalistik menunjuk pada proses kegiatan, sedangkan pers berhubungan dengan media dan di bawah pengawasan Dewan Pers.

Dengan demikian, jurnalistik pers berarti mengumpulkan, mengolah, memuat dan menyebarkan berita melalui media berkala pers yakni surat kabar, tabloid atau majalah kepada khalayak seluas-luasnnya dengan secepat-cepatnya.

"Indonesialeaks tidak jelas alamat kantor medianya. Cuma sekadar portal `website` (laman) saja, yang bisa muncul menjelang momen tertentu seperti Pemilu 2019," ujarnya.

Sementara itu, pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menyatakan paling utama karya jurnalistik itu harus mengedepankan unsur kehati-hatian, mengingat sekali disampaikan ke permukaan tidak bisa ditarik kembali karena berbekas.

"Karya jurnalistik itu berbasis pada data, fakta dan analisis, katanya kepada Antara saat diminta tanggapannya mengenai pemberitaan Indonesialeaks yang menyebut nama Kapolri Jenderal Tito Karnavian kepada Antara, Minggu malam.

Ia menambahkan karya jurnalistik juga harus melakukan cek dan ricek kepada lembaga-lembaga atau individu-individu terkait. Konfirmasi itu sangat diperlukan dalam bidang jurnalistik, misalnya, yang terkait menyebutkan nama kapolri.

Sejatinya, kata dia, mereka harus melakukan ricek juga kepada kapolri sebelum merilis dan menyampaikan data tersebut ke permukaan. "Karena sekali disampaikan ke permukaan menurut teori komunikasi tidak bisa ditarik karena berbekas," tuturnya.

Ia menegaskan kembali unsur kehati-hatian dalam konteks karya jurnalistik itu merupakan hal yang mutlak.

Baca juga: Polri-KPK diharapkan tidak dibenturkan

"Karena menyangkut suatu fakta, suatu peristiwa, suatu kejadian. apalagi yang terkait dengan lembaga atau individu. Jadi jangan sampai terjadi tanda kutip `trial by the press`," imbuhnya.

Baca juga: IPW dorong Polri tangkap pencatut Kapolri
Baca juga: Singgung Indoleaks, PBNU: Pengungkapan kasus korupsi tak boleh serampangan

 

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: M. Arifin Siga
Copyright © ANTARA 2018