Padang (ANTARA News) - Luas kawasan habitat gajah Sumatera (Elephas maximus) yang terus menyusut dalam lima tahun terakhir menyebabkan konflik hewan dilindungi itu dengan manusia tidak bisa terhindari, sehingga menyebabkan 42 orang tewas dan 100 ekor gajah mati. "Antara 2002 hingga 2007 tercatat 42 orang warga tewas dan 100 ekor gajah mati akibat konflik manusia dan gajah di Sumatera," kata staf ahli Menteri Kehutanan RI, M Arman Malolongan, mewakili Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan (Dephut) RI, di Padang, Rabu. Hal itu disampaikannya pada Lokakarya Penyusunan Strategi Konservasi dan Rencana Aksi Gajah Sumatera dan Kalimantan serta Harimau Sumatera digelar Dephut RI, 29 hingga 31 Agustus 2007. Ia menyebutkan tingginya laju kerusakan habitan gajah Sumatera, berakibat perubahan tata ruang dan tingginya tingkat perburuan serta konflik, hingga menjadi faktor langsung maupun tidak langsung turunnya populasi satwa dilindungi itu. Dikatakannya analisis data Citra Satelit menunjukkan hutan dataran rendah Sumatera menyusut drastis sekitar delapan juta hektar selama 1990 hingga 2000, sehingga mengakibatkan hilangnya habitat hewan liar dan memicu konflik dengan manusia. Menurut dia, akibat konflik yang terus terjadi menyebabkan kelestarian gajah sumatera sudah sangat terancam. "Diperkirakan populasi gajah Sumatera hingga 2007 tersisa 2.800 ekor, turun drastis 40 persen dari tahun 1992 yang mencapai 5.000 ekor," katanya. Ia menjelaskan penyelamatan populasi gajah Sumatera sangat tergantung pada upaya menyelamatkan habitatnya di hutan Sumatera yang masih tersisa. Pembukaan hutan yang memiliki nilai-nilai penting bagi gajah Sumatera perlu ditinjau ulang dan tata ruang harus dibangun dengan mengakomodir aspek-aspek ekologis guna mencegah konflik berkepanjangan antara manusia dengan satwa liar, katanya. Terkait kondisi itu, maka protokol penanganan konflik antara gajah Sumatera dengan manusia harus dilakukan secara komprehensif dan mengakomodir berbagai kepentingan yang dapat segera disepakati, kata Arman. Protokol ini mendesak disepakati dan diimplementasikan, karena masih maraknya konflik gajah Sumatera dan manusia yang dalam lima tahun ini menyebabkan 42 orang tewas dan 100 ekor gajah mati, tambahnya. Selain itu, wilayah jelajah gajah Sumatera juga banyak terdapat di luar kawasan konservasi, maka perlu adanya perbaikan manajemen satwa di areal konsesi perkebunan, hutan tanaman industri dan lahan masyarakat. Dengan menerapkan pola-pola pengelolaan lebih baik, maka diharapkan apresiasi masyarakat meningkat dan dapat hidup berdampingan dengan gajah Sumatera. Ia menyebutkan, peningkatan perlindungan terhadap habitat gajah Sumatera merupakan komponen penting dalam penyelamatan satwa tersebut. "Perlu pengamanan habitat berbasis masyarakat dan penegakan hukum tegas terhadap pembukaan lahan secara illegal, perburuan dan perdagangan satwa liar," tambahnya. Arman mengharapkan melalui Lokakarya Penyusunan Strategi Konservasi dan Rencana Aksi Gajah Sumatera dan Kalimantan serta Harimau Sumatera, protokol perlindungan habitat gajah Sumatera dapat disepakati antar pihak berkepentingan, pemerintah dan masyarakat. Lokakarya diikuti peserta utusan Departemen Kehutanan, Pertanian, Dalam Negeri, Pekerjaan Umum, Kemenenterian Negara Lingkungan Hidup, Bappenas, pemerintah daerah, LSM, pengusaha perkebunan dan hutan tanaman, masyarakat, pengelola dan pakar internasional gajah dan harimau. (*)

Copyright © ANTARA 2007